Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image salisa qurrota

Fast Fashion, is it Good or Bad

Bisnis | Friday, 03 Jun 2022, 20:25 WIB
Rio Lecatompessy on Unsplash" />
Photo by Rio Lecatompessy on Unsplash

Fast Fashion, merupakan strategi market yang digunakan beberapa brand untuk mengejar keuntungan dalam pasar mereka. retailers memakai teknik “Only available today”, teknik ini menyebabkan siklus dalam dunia fashion menjadi pendek tetapi pendapatan menjadi semakin tinggi (Vertica et al Fairhurst, 2010). Tetapi, hal ini juga berkaitan dengan satisfaction pembeli ketika mereka termakan kalimat “Only available today” karena mereka merasa bahwa barang tersebut akan hilang di esok hari, sehingga terdapat perasaan “senang” karena masih sempat mendapatkan barang tersebut. Tidak hanya itu, brand yang termasuk dalam kategori market fast fashion cenderung menggaji pekerjanya dengan nominal yang rendah, dan tidak sepadan jika dibandingkan dengan jam kerja mereka.

Secara definitif karakteristik, Fast Fashion berkaitan dengan tingkat penjualan yang tinggi, siklus pendek, berubah-ubah tanpa prediksi dan cenderung mengikuti berjalannya trending. Memberikan contoh langsung salah satu brand yang menggunakan strategi fast fashion, yakni ZARA. Dalam memproduksi barangnya, ZARA menggunakan konsep “Fresh design or Exclusive” dimana akan ada pergantian design pada jangka waktu tertentu (Mukherjee, 2020). Sehingga peminat brand tersebut akan memiliki mindset “if i don't buy it now, this will be gone by tomorrow”. Selain ZARA, masih banyak brand lain yang juga bagian dari pasar fast fashion.

Dampak fast fashion untuk buruh pabrik jauh lebih buruk dari yang kita bayangkan. Untuk memaksimalkan pendapatan, mereka menggunakan bahan dasar dengan harga murah, dan menggaji buruh dengan gaji yang rendah. Jam dan usaha mereka dalam bekerja tidak seimbang dengan gaji yang mereka dapatkan. Tidak hanya itu, mereka juga mempekerjakan mereka yang “terlalu muda” atau dalam jangka umur yang ilegal dengan jam kerja yang panjang tetapi gaji rendah. Buruh tersebut juga tidak memiliki jaminan untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dikarenakan gaji yang terlalu rendah tersebut.

Dampak yang didapatkan pembeli dalam pasar fast fashion ini adalah fulfilling desire, yang mana hal tersebut belum tentu necessary sebagai kebutuhan yang “bermanfaat”. Secara tidak langsung, dengan membeli barang dari brand market ini berarti kita mendukung perlakuan tidak adil terhadap buruh. Adanya profit berarti market’s demand tidak akan berhenti untuk menjalankan sistem ketidakadilan mereka.

Secara langsung, dampak dari fast fashion cenderung lebih besar pada pihak buruh. Jika kita memposisikan diri sebagai buruh yang disuruh bekerja dengan waktu lama tetapi keamanan dan gaji kita tidak sesuai, tentunya kita akan merasa tidak nyaman. Merujuk pada Humanity, kita ketika mengetahui ada dari mereka yang dilakukan tidak adil, kita sudah seharusnya melakukan pembelaan, harus ada simpati dan empati dalam diri kita melihat orang lain yang diperlakukan dengan buruk oleh pihak tertentu. Apabila kita berada pada posisi pembeli, maka kita harus bisa mempertimbangkan pengeluaran kita, jangan sampai kita termakan motto “buy now or never”. Kita harus lebih bijak dalam memutuskan sesuatu, apalagi ketika kita sudah mengerti betapa kejamnya dunia fast fashion terhadap buruh. Karena ketika kita termakan akan motto tersebut, dan terus memberikan pemasukan dalam strategi fast fashion, para buruh juga akan terus diberlakukan dengan teknik yang sama.

Penulis berharap dengan membaca artikel opini ini, penulis meningkatkan awareness, sympathy, dan empathy pada pembaca. Sehingga kedepannya akan mempertimbangkan untuk mendukung atau menolak sistem fast fashion ini. Don’t let your desire kill other people.

Daftar pustaka:

https://www.google.com/amp/s/thestrategystory.com/2020/11/09/zara-fast-fashion-case-study/amp/

Bhardwaj, V., & Fairhurst, A. (2010). Fast fashion: response to changes in the fashion industry. The international review of retail, distribution and consumer research, 20(1), 165-173.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image