Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naufa Izzul Muna

Hak Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

Politik | Friday, 03 Jun 2022, 20:13 WIB

Disusun oleh :

· Naufa Izzul Muna 34202100033 (Mahasiswa Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unissula)

· Dr. Ira Alia Maerani (Dosen FH Unissula)

Kebebasan mengemukan pendapat merupakan hak asasi manusia (HAM) setiap negara. Yang di mana setiap warga negara berhak dan bebas mengemukan pendapat untuk menyampaikan pendapat, pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagai secara bebas dan bertanggung bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Indonesia Kebebasan mengemukan pendapat dimuka umum di jamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).

Hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga perlu dibentuk UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Nomor 9 Tahun 1998. Pada UU tersebuat Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada: Asas keseimbangan antara hak dankewajiban Asas musyawarah dan mufakat Asas kepastian hukum dan keadilan Asas proporsionalitas Asas manfaat.

Sikap Positif Pelaksanaan Kebebasan Mengemukakan Pendapat, yakni: Kebebasan yang bertanggung jawab saat menyampaikan pendapat yang harus memperhatikan batas-batas penghargaan terhadap orang lain. Kebebasan saat menyampaikan pendapat harus senantiasa memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma kesusilaan, hukum negara, dan adat istiadat.

Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

Menyampaikan pendapat di depan umum merupakan perwujudan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

· Dasar hukum undang-undang ini adalah :

o Pasal 5 ayat (1)

o Pasal 20 ayat (1)

o Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

· Dalam Undang-Undang ini diatur tentang bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

Pembahasan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat akan dibagi menjadi 2 sudut pandang, yaitu sudut pandang konstitusional dan sudut pandang peraturan perundang-undangan.

Yang dimana sudut pandang hukum nasional akan dikaitkan dengan kebebasan berpendapat sebagai hak, hak kebebasan berpendapat ini lah yang bisa memiliki berbagai macam tujuan, salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Tujuan mencerdasarkan kehidupan bangsa, dapat diupayakan dengan perlindungan kebebasan berpendapat.

Secara teoritik untuk menjelaskan hak kebebasan berpendapat (freedom of speech), bisa merujuk pendapat dari Frederick Schauer. Schauer berpendapat,[1]

“ when a free speech is accepted, there is a principle according to which speech is less subject to regulation (within a political theory) than other forms of conduct having the same or equivalent effects. Under a free speech principle, any govermental action to achieve a goal, whether that goal be positive or negative, must provide stronger justification when the attainment of that goal ”

( ketika kebebasan berpendapat diterima, ada prinsip yang menyatakan bahwa pendapat kurang tunduk pada regulasi (dalam teori politik) daripada bentuk perilaku lain yang memiliki efek yang sama atau setara. Berdasarkan prinsip kebebasan berbicara, setiap tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan, apakah tujuan itu positif atau negatif, harus memberikan justifikasi yang lebih kuat ketika pencapaian tujuan itu )

Penjelasan tersebut tepat untuk menjelaskan kebebasan berpendapat, sebab Schauer mengatakan bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan pendapat yang tidak penuh pada aturan tertentu, bisa digunakan untuk tindakan pemerintah, dan memiliki tujuan tertentu.

Pengaturan hukum di Indonesia mengenai hak kebebasan berpendapat terdapat dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jaminan perlindungan hak kebebasan meyampaikan pendapat ini diatur secara umum dalam dua peraturan perundang-undangan tersebut. Perlindungan kebebasan berpendapat diatur secara spesifik dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)”

Tujuan kebebasan menyampaikan pendapat berdasarkan bagian menimbang pada UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum untuk mewujudkan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perwujudan kebebasan menyampaikan pendapat dibagi menjadi berbagai macam bentuk, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yaitu:

“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Kemerdekaan berpendapat yang bisa disampaikan dengan bentuk dapat disampaikan tidak hanya dengan lisan dan tulisan saja, pendapat yang akan disampaikan tentu juga membutuhkan ruang sebagai sarana atau tempat ekspresi dari pendapat yang akan disampaikan. Pendapat yang hendak diekspresikan bisa disampaikan melalui ruang publik, Pasal 1 ayat 2 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjelaskan,

“Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang.”

Ruang publik yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat menjadi penting, sebab dengan pendapat yang disampaikan di ruang publik bisa memenuhi dua aspek ontologis (berkaitan dengan keadaan). Aspek ontologis pertama yang bisa dipenuhi berkenaan dengan ekspresi kemanusiaan (express themselves) dan keunikan identitas (unique identity). Pemenuhan dua aspek ontologis ini sangat penting, mengacu pada pendapat Arendt,[2]

“Grounding speech as a distinctive characteristic of human beings that express themselves publicly might provide a non-consequentialist aspect to the theory of personal development. In an Arendtian sense, one might attribute to speech an existential signifiance: only by way of speech do human being express their unique identity among others in the public realm.”

(Sebagai ciri khas manusia yang mengekspresikan diri secara terbuka dapat memberikan aspek non-konsekuensialis pada teori pengembangan pribadi. pengertian Arendtian, orang mungkin mengaitkan ucapan dengan makna eksistensial: hanya dengan cara bicara manusia mengekspresikan identitas unik mereka di antara yang lain di ranah publik.)

Pendapat yang dikemukakan oleh Arendt bisa menjembatani tentang hak kebebasan berpendapat dengan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt mengkategorikan kebebasan berpendapat terkait dengan eksistensi manusia yang signifikan untuk mengungkapkan keunikan identitasnya.

Pendapat dari Arendt, diakui juga dalam Pasal 4 ayat 3 UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,

“Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.”

Kreativitas dan partisipasi merupakan bagian dari iklim demokrasi. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat termasuk hal yang penting. Pengabaian terhadap perlindungan hak kebebasan berpendapat bisa menyebabkan menurutnya tingkat partisipasi dan kreativitas dari warga negara. Cara untuk menyampaikan pendapat juga aspek yang tidak boleh dilupakan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Arendt berpendapat ruang tersebut dinamakan sebagai ruang penampakan (ersheinungsraum),[3]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image