Mengikis Kesombongan Diri
Sastra | 2022-06-03 12:17:42Pagi ini aku kembali mendapatkan kepercayaan dari Tuhan untuk menerima Amanah sebagai ibu. Aku dan suami cukup bahagia, bahkan beliau memanjakanku seperti kehamilanku yang pertama. Sebagai seorang pendidik yang mempunyai hobi jualan aku melaksanakan kegiatanku seperti biasa. Pagi hari aku tetap mengajar dan di awal bulan aku berbelanja untuk para pelangganku. Kehamilan ini tak membuatku repot, sehingga aku masih dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Percaya diri menjadi wanita yang kuat dan sehat membuat kesombongan muncul, saran dan nasehat dari teman dan lingkungan sekitar hanya aku iyakan, tanpa melakukan.
Akhir tahun pelajaran pun segera tiba, menjadi kebiasaan kami dari guru mengadakan white week disalah satu sekolah yayasan tempat kami bekerja, kebetulan sekolah yang dipakai untuk kegiatan tersebut cukup jauh dengan kondisi jalan yang berlumpur dan naik turun. Aku yang sudah diberikan keringanan untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut, tetap bersikeras ikut, dengan argumentasi kehamilanku sehat kok.
Hari pertama aman, hingga pulang ke rumah, hari kedua juga sampai kerumah dengan selamat. Pukul 15.00 suami izin keluar kota karena ada urusan, namun perutku mendadak sakit, Karena sakit itu hilang dan datang maka aku izinkan suami tetap pergi keluar kota. Suamiku khawatir dengan keadaan ku, oleh karenanya beliau memanggil kakaknya untuk menemaniku selagi ia pergi.
Kaki yang tak terasa memijak bumi dan rasa tak nyaman yang berlebihan, terus membuat kesehatan yang aku banggakan melemah. Bayi dalam kandunganku kontraksi dengan kuat, tempat tinggalku yang ada di perkebunan sawit dan jauh dari rumah sakit membuatku menahan sakit yang luar biasa semalaman. Saat bidan desa datang, hanya mengatakan “ ibu sepertinya akan melahirkan”. Akupun hanya terdiam Ya Allah bayi yang dalam kandunganku baru berusia 26 minggu, hanya kepasrahan dan doa-doa yang kurapalkan agar tak keluar keluhan dari mulutku. Berusaha untuk meringankan sakit pada bundanya, pada pukul 09.00 lahirlah bayiku kedunia dengan bantuan satu bidan desa dan bidan perusahaan ynng datang satu jam sebelum proses melahirkan. Aku melahirkan dirumah, karena kondisi dan keterbatasan unit yang tak dapat membawaku kerumah sakit. Ucapan syukur tidak luput aku panjatkan walau ada rasa khawatir karena bayiku belum juga menangis, hal inilah yang mendorong bayiku untuk dibawa kerumah sakit bersama kakakku sebagai pengganti. Kembali hanya doa dan kepasrahan yang mampuku lakukan, suamiku yang keluar kota berusaha cepat kembali karena mendapat kabar aku melahirkan, setelah menghubungiku melalui seluler maka suami sepakat untuk menunggu putranya yang baru lahir sampai dirumah sakit, tanpa kembali kerumah dahulu. Aku melahirkan seorang bayi laki-laki yang kuat, meskipun kondisinya prematur. Aku tetap berada dirumah karena kondisi baru saja melahirkan bersama sepupuku, bidan desa dan tetangga sebelah rumah.
Kecemasan terus mengikuti pikiranku bagaimana keadaan putraku, setelah empat puluh lima menit perjalanan menuju rumah sakit sepupuku mendapat kabar bahwa putraku meninggal dunia diperjalan menuju rumah sakit. Semua duniaku serasa berhenti dan aku tak mampu berkata lagi putraku dibawa kembali pulang. Suamiku yang menunggu dirumah sakit juga segera menyusul untuk kerumah, jarak antara rumah sakit ke rumahku harus ditempuh dalam waktu tiga jam. Suamiku berpesan untuk menunggunya sampai rumah baru putranya boleh dimakamkan. Aku yang bingung dan menitikkan air mata berdoa jaga suamiku sampai rumah. Keinginan suamiku terkabul, dialah yang menggendong, memberi nama serta memakamkan putranya yang baru saja lahir kedunia.
Semua ini memang kehendak Tuhan, namun aku baru sadar ini adalah buah dari kesombongan yang selama ini ada pada diri ini dan kejadian ini membuat saya berfikir bahwa sekuat apapun tubuh kita, kita tetap harus menjaga apa yang ada didalam perut kita saat kita mengandung. Setahun sudah putraku meninggalkan kami, dan Allah SWT telah memberikan ku kesempatan kedua untuk menerima amanah-Nya kembali, iya aku hamil lagi. Pada kehamilan ini banyak nasehat yang aku laksanakan diantaranya untuk mengurangi aktifitasku yang sering bepergian berbelanja untuk para pelangganku. Belajar dari kejadian yang lalu akhirnya aku juga selalu ingat bahwa didalam tubuhku ini ada calon bayi yang membutuhkan waktu untuk istirahat. Sembilan bulan kemudian aku melahirkan seorang putri dengan selamat dan sehat. Puji syukur yang tak terhingga aku panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan kepercayaan untukku mendidik seorang putri yang in syaa Allah solehah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.