Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Novi Handayani

Kesehatan vs Ekonomi dan Kini Kesehatan vs Masa Depan Generasi

Guru Menulis | Saturday, 09 Oct 2021, 15:50 WIB

Konon katanya pandemi ini bisa membuat bodoh satu generasi karena berkurangnya kualitas pendidikan yang diberikan kepada murid-murid. Pandemi yang tiba tiba datang membuat semua orang tidak siap, tak terkecuali di dunia pendidikan. Sampai saat ini pun sekolah, guru, dosen, ahli pendidikan masih mencari formulasi yang tepat untuk digunakan pada sistem pendidikan di masa pandemi. Maka kini dilemanya bukan hanya Kesehatan vs ekonomi namun bisa jadi Kesehatan vs masa depan generasi.

Kalau kita sering mendengar nyinyiran seperti “ah, sekarang semua bisa dicari di google, ga usah capek capek sekolah”. Maka, pandemi membuktikan bahwa sekolah pada dasarnya bukan hanya tempat untuk murid-murid mendengar penjelasan guru-guru. Ada banyak hal yang lebih kompleks yang dapat dipelajari murid dari bersekolah seperti attitude, bagaimana bergaul dengan teman sebaya, sopan santun, dll, yang mana hal-hal tersebut tidak bisa dipelajari hanya dengan membaca di internet. Hal-hal seperti soft skill merupakan hal yang harus dipraktekan secara langsung dan butuh waktu untuk dapat terbiasa.

Bagi pelajar yang sudah berada di Sekolah Menengah baik SMP, SMA atau pun yang duduk di bangku perkuliahan mungkin masih tetap dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Namun, untuk murid PAUD, TK dan Sekolah Dasar yang masih dalam masa bermain, kegiatan pembelajaran online masih sulit untuk diterima terlebih untuk anak-anak yang tidak memiliki lingkungan kondusif untuk belajar secara online.

Seorang teman saya yang Ayahnya bekerja di salah satu Sekolah Dasar Negeri di daerah Jakarta Utara mengeluhkan sulitnya mengajar murid Sekolah Dasar secara online. Saat pembelajaran berlangsung bahkan beliau seringkali berteriak atau mengencangkan suara agar muridnya fokus, belum lagi kalau yang belajar justru malah orangtuanya. “Ayo, tolong itu yang belajar anaknya ya bukan orangtuanya” ujar Pak S di ruang kelas online. Begitulah realitanya, mungkin kesulitan mengajar ini banyak dialami juga oleh banyak pendidik di luar sana.

Saya pribadi saat ini mengurus sebuah institusi pendidikan dan juga mengajar, kebetulan tempat saya bekerja adalah sebuah Sekolah Perhotelan dan Pariwisata. Saat awal pandemi, kami semua kebingungan, bagaimana caranya memindakan pelajaran-pelajaran praktek seperti Pengolahan Makanan, Pastry, F&B Service menjadi pembelajaran online. Belum lagi tidak semua murid mungkin memiliki fasilitas yang memadai di rumahnya masing-masing. Akhirnya, kami memberikan subsidi berupa beberapa peralatan memasak seperti mixer dan oven kompor yang bisa dipakai murid-murid di rumahnya, kami juga mengirim bahan masakan agar dapat digunakan saat praktek. Ada banyak effort yang diberikan agar pembelajaran dapat mendekati bagaimana seharusnya, namun tetap saja tidak dapat menggantikan secara sempurna pembelajaran offline yang biasa dilakukan. Saya yakin semua lini pendidikan pasti kesulitan pada awalnya, mungkin juga hingga kini namun kita tidak dapat terus mengeluh dan menyalahkan keadaan saja, kita harus mencari solusi untuk permasalahan yang sedang dihadapi bersama.

Tidak hanya masalah praktek, banyak juga orangtua yang menelfon karena merasa anaknya tidak mendapat pembelajaran secara maksimal. Beberapa teman saya yang mengajar Sekolah Dasar juga sempat membagikan, banyak orangtua murid yang keberatan dengan banyaknya tugas yang diberikan kepada anak mereka, belum lagi orangtua pun harus memberi bimbingan. Sepertinya memang di saat ini, para pengajar harus memilah pembelajaran apa yang penting untuk diberikan bukan hanya mengejar selesainya SK dan KD pembelajaran.

Di masa pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini, selain para petugas medis yang berjuang, semua orang pun berjuang untuk tetap sehat untuk tetap bertahan hidup, tak terkecuali para pengajar dan pendidik. Di tengah keadaan yang sulit, para pendidik pun mau tak mau juga harus memutar otak untuk dapat tetap memberikan kualitas yang terbaik. Jangan sampai opini tentang bodohnya satu generasi menjadi nyata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image