Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MOH ZULHAM ALSYAHDIAN

PANDEMI DAN POTRET DUNIA PENDIDIKAN

Guru Menulis | Wednesday, 06 Oct 2021, 21:43 WIB

PANDEMI DAN POTRET DUNIA PENDIDIKAN

Oleh : Moh Zulham Alsyahdian, S.Hum, M.Pd

Pandemi Coronavirus Diseaese 2019 (selanjutnya Covid-19) yang terjadi pada akhir tahun 2019, meluluhlantakkan berbagai sendi kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan keagamaan. Betapa di seluruh dunia, jumlah yang terinfeksi virus sudah menembus angka 233,6 juta total kasus, dengan jumlah angka kematian menembus 4,7 juta per- 1 Oktober 2021.

Goldschmidt & Msn (dalam Luh Devi Herliandry, Nurhasanah, Maria Enjelina Suban, Heru Kuswanto, 2020), menyatakan, bahwa krisis kesehatan yang diakibatkan oleh wabah Covid-19 telah mempelopori pembelajaran online secara serempak. Tsunami pembelajaran online telah terjadi hampir diseluruh dunia selama pandemi Covid-19. Untuk memutus mata rantai peyebaran Covid-19- tersebut, di mana siswa dapat berperan sebagai pembawa dan penyebar penyakit tanpa gejala-hampir semua negara meniadakan kegiatan di sekolah. Tidak terkecuali di Indonesia. Hampir setahun lebih pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikburistek) sudah meniadakan aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM).

Potret Buram Dunia Pendidikan

Membuat keputusan menutup sekolah bukan merupakan hal yang mudah. Karena berdasarkan databoks.katadata (2021), potensi kerugian pembelajaran akibat penutupan sekolah untuk menekan laju penularan virus Covid-19 perlu diwaspadai oleh Indonesia. Karena Bank Dunia memprediksi, penutupan sekolah hingga Juni 2021 mengakibatkan hilangnya sekitar 0,9 tahun pembelajaran bagi anak Indonesia. Tak hanya itu, anak Indonesia berpotensi kehilangan skor PISA di bidang membaca sebesar 25 poin.

Dilansir dari laman UNESCO, adanya penutupan sekolah membuat pembelajaran terganggu. Bahkan menurut Menteri Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, WHO hingga UNICEF sepakat, penutupan sekolah bisa berdampak kepada satu generasi. Tidak hanya ke sisi pendidikan, melainkan juga kesehatan, termasuk kesehatan mental.

Permasalahan yang timbul, sebagai dampak dari penutupan sekolah, tidak hanya berdampak bagi siswa itu sendiri, melainkan juga bagi sekolah, serta para orang tua siswa. Bagi para siswa, sebagaimana yang banyak terjadi di berbagai jenjang dan daerah, kegiatan PJJ ini tidak berjalan sebagaimana mustinya. Tingginya angka bolos/alfa dalam kegiatan PJJ, tugas yang tidak diselesaikan, yang berimbas pada angka putus sekolah yang semakin tinggi, dan (bahkan) ancaman kehilangan satu generasi bangsa ini. Belum lagi isu karakter/sikap siswa selama proses PJJ ini, yang jauh dari nilai-nilai moralitas yang dianut masyarakat, dikarenakan para guru tidak secara intensif melakukan interaksi, yang di dalamnya terdapat penanaman nilai-nilai karakter yang berguna bagi para peserta didik.

Adapun bagi sekolah, betapa banyak berita yang disampaikan, oleh karena kegiatan PJJ, sekolah menjadi tempat kosong sekian lama, sehingga seakan menjadi bangunan tidak bertuan, bahkan tidak jarang dalam beberapa kasus terdapat binatang liar yang hidup (semisal ular), yang hidup dan berkembang biak di kelas-kelas yang selama ini kosong.

Dari sisi orang tua siswa, betapa banyak keluhan dari mereka, dikarenakan kesulitan ekonomi sebagai dampak Covid-19, harus ditambah lagi untuk biaya kuota belajar untuk para siswa, yang terkadang diselewengkan oleh para siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan pendidikan, semisal bermain game online, Tik Tok, dan lain sebagainya.

Tidak heran kita mendengar kasus kekerasan orang tua kepada anak, yang merasa sangat terbebani. Baik karena tidak kuat dengan himpitan ekonomi yang sedang melanda, semisal kuota yang secara rutin dibeli, ataupun bagi yang tidak memiliki HP android, maka dengan sangat terpaksa membeli HP nya, maupun karena tidak mampu membimbing dan mendampingi sang anak dalam belajar. Bahkan ada di antara para siswa tersebut, yang kemudian meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Memang sungguh ironis berbalut tragis.

Pembelajaran Tatap Muka : Sebuah Solusi Akhir

Potret Buram Pendidikan di masa Pandemi Covid 19, memang bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di banyak negara, hal serupa juga sedang terjadi, walaupun dalam skala dan bentuk yang berbeda. Karena Pandemi Covid-19 yang sedang melanda negara-negara di dunia saat ini, merupakan peristiwa global yang baru sekali terjadi dalam sejarah umat manusia. Bahkan, merupakan sesuatu yang diluar prediksi, sehingga tidak bisa untuk diantisipasi. Hanya saja bedanya, bagi negara-negara yang sudah maju ,mereka tidak terlalu mengalami “shock attact” seperti yang dialami Indonesia.

Oleh karena itu, pembelajaran tatap muka menjadi solusi terbaik dan paling tepat, untuk mengatasi problematika yang terjadi. Apalagi, sebagaimana yang disampaikan Mendikbudristek, dalam keterangan pers virtual pada Selasa (30/3/2021), bahwa sebanyak 85 % negara di Asia Timur dan Asia lainnya sudah melakukan sekolah tatap muka.

Pun survery dari WHO Western Pacific dan UNICEF East Asia Pacific menyebutkan, pembukaan kembali sekolah secara aman menjadi prioritas penting, terutama memasuki tahun kedua pandemi Covid-19. "Kehadiran di sekolah sangat penting untuk pendidikan anak-anak. Biaya penutupan jangka panjang baik untuk masing-masing anak dan masyarakat terlalu besar," seperti yang dikutip dari artikel berjudul "School reopening can't wait" di laman WHO Western Pasific.

Kita berharap, Pandemi Covid-19 ini segera berakhir, dan kita kembali memasuki kehidupan yang benar-benar normal (the real normal). Sehingga proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik, dalam rangka mempersiapkan peserta didik yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, Berkebhinekaan global, Bergotong royong, Kratif, Bernalar Kritis dan Mandiri, sebagaimana profil pelajar Pancasila dalam Merdeka Belajar. @

PROFIL PENULIS

Moh Zulham Alsyahdian, S.Hum, M.Pd. Bertugas sebagai Guru di SMP Negeri 1 Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Penulis berdomisili di Dusun Duku Desa Kotabaru S Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir. Penulis beralamatkan di Dusun Duku Desa Kotabaru Seberida Kecamatan Keritang Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, Kode Pos 29274. Bisa dihubungi melalui nomor 085271761170 (Telepon atau WhatsApp), atau melalui email: [email protected].

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image