Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fathin Robbani Sukmana

PTM Terbatas Solusi Pembelajaran di Masa Pandemi

Eduaksi | Wednesday, 06 Oct 2021, 19:12 WIB
Ilustrasi PTM Terbatas || Sumber : Fimela.com

Pagi ini saya menjalankan rutinitas saya untuk berangkat pekerja, ada yang berbeda beberapa hari terakhir di jalan raya. Yaitu pengguna jalan bertambah ramai. Ini dikarenakan sekolah sudah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka atau PTM Terbatas sehingga sebagian anak-anak sekolah mulai kembali bangun pagi untuk belajar di dalam kelas.

Perasaan saya senang melihat anak-anak sekolah kembali memakai seragamnya serta beraktivitas secara langsung di sekolah walau masih secara terbatas dan hanya dibolehkan beberapa siswa saja dalam satu kelas. Ini menjadi angin segar bagi siswa maupun para orang tua.

Banyak pro dan kontra terkait PTM Terbatas, bahkan sejak rencana sudah banyak suara-suara sumbang. Ditambah lagi setelah dilaksanakan bertebaran berita bohong tentang naiknya kasus Covid akibat cluster anak-anak sekolah.

Keramaian dan keraguan di masyarakat tentu sebagai sebuah kewajaran, karena orang tua tidak ingin anaknya tumbang terkena Covid bahkan takut tertular sepulang dari sekolah. Namun di sisi lain, jika PTM terbatas tidak dilakukan, kelanjutan pendidikan di Indonesia akan terhambat karena tidak semua bisa melakukan pembelajaran daring. Inilah buah simalakama yang nyata bagi pemerintah.

Persiapan Matang PTM Terbatas

Dalam menjawab keraguan masyarakat akan pembelajaran tatap muka terbatas pemerintah dalam hal ini Kemendikbud sudah mempersiapkan dengan matang. Diawali dengan penandatanganan Surat Keputusan Bersama 4 Menteri yakni Menteri Pendidikan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.

Keputusan tersebut, memutuskan Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi. Tentunya diawali dengan percepatan vaksinasi bagi tenaga pendidik agar mereka siap untuk memulai pembelajaran tatap muka secara terbatas.

Selanjutnya diikuti oleh para siswa, sehingga imunitas warga sekolah diharapkan dapat meningkat dengan adanya vaksinasi lalu siap melaksanakan aktivitas secara langsung dan belajar dengan tertib di dalam kelas.

Di dalam SKB yang ditandatangani 4 menteri tersebut mengatur dengan jelas bahwa satuan pendidikan yang belum siap untuk menyelenggarakan PTM Terbatas baik secara kelembagaan ataupun Individual sebetulnya dilarang untuk melanjutkan kegiatan belajar secara langsung.

Jauh sebelum pelaksanaan pembelajaran tatap muka, satuan pendidikan serta orang tua murid diberikan sebuah formulir berupa kesiapan dan kesediaan jika pembelajaran secara langsung dilakukan. Tidak ada paksaan dalam pengisian ini.

Entah mengapa, persetujuan penyelenggaraan pembelajaran secara langsung lebih besar dibandingkan yang menolak, sehingga banyak sekolah yang “memaksakan” untuk membuka pembelajaran tatap muka, padahal menurut SKB 4 menteri tidak perlu dipaksakan.

Akan tetapi, dengan adanya sekolah yang memaksakan, mereka menjadi kerja keras untuk memenuhi protokol kesehatan sehingga kesadaran serta kewaspadaan terhadap Covid-19 lebih tinggi, contohnya saja dengan adanya larangan warga sekolah untuk keluar dari lingkungan sekolah selama jam belajar. Istirahat wajib membawa bekal sendiri sehingga tidak perlu berkerumun untuk membeli sesuatu.

Strategi yang Tepat

Kemendikbud bersama dengan 3 menteri lainnya sudah tepat memutuskan untuk mengizinkan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran secara langsung, dengan panduan yang begitu detail sehingga pembelajaran bisa dilakukan secara nyaman walaupun dilakukan protokol kesehatan secara ketat.

Contohnya, banyak siswa dan guru yang kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran daring. Bisa kita lihat dalam pembelajaran daring guru lebih banyak mengirimkan tugas dan memerintahkan siswa untuk mengerjakannya, adapun penjelasan materi hanya dalam video yang disiapkan.

Karena pembelajaran daring ini dilakukan dalam keadaan darurat, tidak disiapkan secara matang. Bahkan pakar pendidikan Isa Anshori menyebutkan efektivitas pembelajaran secara daring untuk saat ini tidak efektif sama sekali. Karena memang tidak disiapkan.

Dampak dari tidak siapnya pembelajaran daring siswa menjadi jenuh dalam belajar. Ditambah lagi jika hanya tugas-tugas yang diberikan setiap harinya membuat siswa merasa terbebani apalagi dengan adanya keterbatasan akses internet di beberapa daerah.

Lalu, banyak siswa yang mengeluh karena kesulitan untuk mendapatkan materi dan melakukan materi-materi yang diharuskan praktik, sehingga mereka sangat menginginkan untuk pembelajaran tatap muka.

Bisa kita lihat survei dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menyebutkan 78% siswa dari sekitar 62 ribu responden di 34 provinsi di Indonesia menyatakan menginginkan pembelajaran tatap muka secara langsung.

Belum lagi, kasus kekerasan anak akibat pembelajaran daring meningkat. Saya sangat mewajarkan jika kekerasan anak meningkat, ini karena tugas yang diberikan saat pembelajaran daring lebih banyak dibandingkan penjelasan materi seperti di tatap muka secara langsung, sehingga tidak sedikit orang tua yang stres akibat anak-anak mulai jenuh belajar daring.

Permasalahan lainnya angka anak-anak yang kecanduan gawai menjadi meningkat. Ini karena semua pembelajaran daring wajib menggunakan gawai dalam mengerjakan tugas, melihat penjelasan materi hingga absensi.

Namun, fakta di lapangan, banyak anak yang menggunakan gawai untuk kegiatan-kegiatan selain belajar. Hasil survei KPAI 70% anak diizinkan mengoperasikan smartphone untuk kegiatan di luar jam belajar.

Sebut saja, anak-anak banyak mengoperasikan gawai untuk game online, berselancar di media sosial, streaming video dalam waktu yang cukup lama, bahkan bisa lebih dari 5 jam mereka menggunakan gawai dalam sehari.

Dampak lebih jauh kecanduan gawai ini dapat mengganggu kejiwaan anak, apalagi ternyata yang dimainkan adalah game perang, adrenalin sehingga mereka berimajinasi agar menjadi karakter sesuai dengan karakter yang dimainkan.

Keputusan Mendikbud menetapkan pembelajaran tatap muka terbatas saat ini menurut saya adalah strategi yang tepat untuk mengatasi dampak atau kekhawatiran terhadap permasalahan di atas. Apalagi, jika pembelajaran daring terus dilakukan tanpa adanya inovasi dalam belajar mengajar, menurut saya malah akan berpotensi menimbulkan masalah lainnya terhadap anak.

Sehingga yang perlu difokuskan ke depan adalah bagaimana warga dari satuan pendidikan harus bisa terjaga. Baik dari segi aturan, segi protokol kesehatan hingga prosedur datang belajar hingga pulang ke rumah perlu saling memantau agar PTM Terbatas bisa dilakukan secara maksimal tanpa ada halangan.

Fathin Robbani Sukmana, Pemerhati Kebijakan Publik

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image