Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riony Rahayu

Potret Berseri Belajar Mandiri Selama Pandemi

Guru Menulis | Tuesday, 05 Oct 2021, 22:25 WIB

Adakah pembelajaran yang lebih menyenangkan dari belajar sambil leyeh-leyeh di rumah? Adakah pembelajaran lebih membahagiakan selain belajar kapan pun tanpa perlu khawatir kostum? Tampaknya di awal tahun 2020 hal ini adalah salah satu proses belajar mandiri yang menggiurkan bagi peserta didik dan guru yang sebelumnya setiap hari selalu berkutat dengan jam kerja yang luar biasa. Kelakar yang sering kami para guru guyonkan di awal tahun adalah membeli kalender yang isi tanggalnya merah semua, dan tidak disangka hal ini benar-benar terjadi. Tepatnya sejak tanggal 16 Maret 2020 kami semua resmi menutup sementara sekolah karena pandemi.

Hampir 19 bulan kita semua memindahkan pembelajaran yang biasanya dilaksanakan memakai metode PTM (Pembelajaran Tatap Muka) dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Berbagai adaptasi telah dilakukan baik oleh pemangku kebijakan di sekolah, guru, peserta didik, dan juga para orang tua. Selama pandemi, orang tua ikut andil dalam proses pembelajaran secara langsung, bahkan tidak sedikit juga yang ikut menjadi “pintar” karena terus mengikuti semua pelajaran yang putra/putri mereka dapatkan melalui pembelajaran online. Alhamdulillah, sebetulnya hal ini adalah salah satu dampak positif pandemi, banyak orang tua menjadi melek teknologi juga melek informasi serta pemahaman bahwa selama ini menjadi guru bukan hal yang sederhana semudah menjentikkan jari.

Telah kita sadari bersama, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi ini dalam setiap sendi kehidupan. Termasuk bidang pendidikan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) RI Nadiem Makarim (dalam Republika.co.id Selasa, 14 September 2021) berharap rencana PTM yang akan dilakukan secara bertahap di sekolah mampu mengembalikan ruh pendidikan yang hilang selama pandemi Covid-19. Ruh pendidikan bukan terletak pada materi pembelajaran yang diserap oleh peserta didik, tetapi perihal taste (rasa) yang terjalin antara guru dan peserta didik saat pembelajaran tatap muka berlangsung. Bisa mengingat wajah guru, melihat bagaimana guru mengajarkan materi, membimbing praktik, sampai mengalami emosi/psikologis ketika guru menunjukkan kasih sayang kepada peserta didik dengan perhatian yang ditunjukkan selama di sekolah. Banyak hal yang hilang selama proses pembelajaran online berlangsung.

Transfer ilmu untuk beberapa peserta didik masih bisa berlangsung, karena banyaknya sumber pembelajaran yang tidak menutup kemungkinan lebih mumpuni dibandingkan guru di sekolah. Namun, tidak ada unsur rasa yang terlibat, tentu perhatian melalui pesan whatsapp tidak akan sebanding dengan melihat langsung bagaimana guru memperlakukan semua peserta didik selama proses pembelajaran. Kalau hal ini terjadi lebih lama lagi, dikhawatirkan akan terjadi pergeseran nilai karakter yang lebih jauh dari saat ini. Banyak peserta didik yang memang sangat jarang berinteraksi langsung dengan guru dan temannya menunjukkan sikap-sikap yang kurang peduli atau bahkan anti sosial. Peserta didik yang lama di rumah menunjukkan sikap acuh, atau tidak tahu harus berbuat apa ketika dihadapkan pada dunia nyata. Dunia yang biasanya mereka alami sendiri selama di sekolah.

Lalu, bagaimana caranya kita menjawab tantangan ini sebelum PTM bisa terwujud? Potret berseri belajar mandiri selama pandemi ini akan menunjukkan bagaimana dampak negatif dapat berubah menjadi dampak positif pembelajaran selama pandemi. Saya seorang guru IPA di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Sukabumi mencoba memanfaatkan kedekatan para peserta didik dengan keluarga selama belajar di rumah dengan menunjukkan bahwa belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan bahagia dan lebih bermakna. Hal ini saya terapkan dalam salah satu materi pelajaran IPA kelas 8 yaitu Sistem Pencernaan Manusia.

Pada salah satu pertemuan secara online saya mengarahkan siswa pada Lembar Kerja (LK) “Makananku” yang berisi pertanyaan sederhana dalam format Google form. Pertanyaan yang saja ajukan, yaitu:

1. Berapa kalikah kamu makan setiap hari?

2. Siapakah yang menyiapkan makananmu?

3. Menu makanan apa saja yang telah kamu makan hari ini?

4. Nutrisi apa saja yang terkandung dalam makanan yang kamu makan?

5. Apakah kamu membantu menyiapkan makananmu?

6. Apakah kamu membersihkan peralatan makanmu sendiri?

7. Apakah makanan favoritmu?

8. Makanan apa yang paling kamu rindukan dari kantin sekolahmu?

9. Sudahkah kamu bersyukur atas berkah makanan hari ini?

10. Unggahlah sebuah foto yang menunjukkan kamu menyuapi orang tua atau keluargamu!

Ternyata LK ini menuai beragam jawaban, beberapa peserta didik menceritakan makanan favorit yang sangat mereka rindukan di sekolah, bagaimana mereka membantu menyiapkan makanan, serta bagian yang paling menarik adalah foto ketika peserta didik menyuapi orang tua atau keluarga mereka di rumah. Berbagai ekspresi mereka tunjukkan selama proses menyuapi keluarga di rumah. Ternyata bahagia itu sederhana, dan bahagia bisa kita dapatkan dari pembelajaran selama di rumah.

Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi

Materi yang saya berikan pada pertemuan pertama mengenai Sistem Pencernaan Manusia mungkin tidak banyak mengena dalam benak peserta didik, tetapi mereka akan ingat bahwa hal sederhana seperti makan bersama, membantu menyiapkan makanan, dan makan makanan favorit adalah sesuatu yang pantas disyukuri.

Pandemi mungkin menuai banyak dampak negatif, tetapi jangan hanya fokus pada hal negatif. Hidup harus terus berlanjut, pendidikan harus terus bergulir, generasi muda harus terus bertumbuh. Fokuslah pada pribadi yang semakin baik dari hari ke hari. Semoga pandemi ini segera berakhir, dan pembelajaran bisa kembali berjalan dengan normal. Potret berseri belajar mandiri selama pandemi menunjukkan bahwa “kita bisa”.

#GuruHebatBangsaKuat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image