Guru Itu Penting, Utamakan yang Lebih Tua
Pendidikan dan Literasi | 2025-04-16 08:02:07
Guru adalah cahaya dalam gelapnya kebodohan, pembimbing dalam perjalanan panjang pencarian ilmu. Di tengah kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang luar biasa, eksistensi guru tetap menjadi kunci utama dalam keberhasilan pendidikan. Sehebat apa pun teknologi, ia tak mampu menggantikan keteladanan seorang guru.
Dalam memilih guru tidak bisa sembarangan, hal ini ditegaskan dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim, sebuah pedoman klasik yang telah menjadi referensi utama dalam dunia pesantren dan pendidikan Islam tradisional. Dalam kitab tersebut disebutkan:
"Adapun cara memilih guru atau kiai, carilah yang alim, yang bersifat wara, dan yang lebih tua. Sebagaimana Abu Hanifah memilih kiai Hammad bin Abi Sulaiman, karena beliau (Hammad) mempunyai kriteria atau sifat-sifat tersebut. Maka Abu Hanifah mengaji ilmu kepadanya."
Dari kutipan ini kita bisa memahami bahwa kematangan ilmu, kedalaman akhlak, dan kematangan usia merupakan faktor penting dalam memilih guru. Guru yang lebih tua umumnya telah melalui berbagai proses pembelajaran, pengalaman, dan ujian kehidupan. Dari mereka, murid tidak hanya memperoleh ilmu, tetapi juga kebijaksanaan hidup dan akhlak mulia yang terpatri dalam keseharian.
Mengapa harus yang lebih tua? Karena usia matang sering kali menunjukkan keluasan pengalaman, ketenangan dalam mendidik, serta kebijaksanaan dalam menyikapi persoalan. Mereka telah menjalani berbagai fase kehidupan, memahami jatuh bangun dalam belajar dan mengajar, serta memiliki pandangan yang lebih jernih terhadap dinamika sosial dan keilmuan.
Ketika Abu Hanifah, salah satu ulama besar dalam islam memilih gurunya, ia tidak hanya menilai dari sisi kepandaian intelektual tetapi ia juga mempertimbangkan kealiman, kewaraan (menjaga diri dari yang haram atau syubhat), dan usia. Hammad bi Abi Sulaiman dipilih karena mampu memberikan contoh bukan hanya dengan ilmu, tapi juga amal.
Di era modern, memilih guru kadang menjadi perkara yang dipermudah, terutama karena banyaknya sumber informasi terbuka di internet. Namun, prinsip-prinsip klasik seperti yang disebut dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim tetap relevan. karena sejatinya, ilmu tidak hanya ditransfer secara kognitif, tapi juga diresapi melalui kedekatan spiritual dan keteladanan.
Guru yang tua belum tentu lebih pandai dari yang muda, tetapi mereka yang tua lebih mungkin menyimpan hikmah dari panjangnya perjalanan. Karena itu, menghormati dan mengutamakan guru yang lebih tua bukan sekedar bentuk adab, tapi juga salah satu cara dalam membentuk kedalaman dan keberkahan ilmu.
Guru bukan hanya penyampai pelajaran, tetapi penuntun jalan hidup. Maka, carilah guru yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijak dan berpengalaman. Sebab ilmu yang disampaikan dari hati yang dalam, akan masuk pula ke hati yang dalam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
