Ummu Sinan Al-Aslamiyah, Sang Pencinta Akhirat
Sejarah | 2022-05-29 15:01:24Sahabat perempuan Nabi yang dalam bahasa Arab disebut Shahabiyah merupakan perempuan-perempuan yang agung, terhormat, dan luar biasa. Mereka tangguh dan berjiwa kokoh, memiliki dedikasi yang tinggi dalam membela agama Allah, taat dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Saking dalamnya cinta mereka terhadap agama Islam, mereka berani mempertaruhkan nyawa mereka dengan membantu Nabi dalam memerangi kaum kafir yang kerjanya hanya menistakan agama Allah dan menghalangi orang-orang yang ingin memeluk Islam. Mereka sarat dengan takwa karena senantiasa dipupuki oleh penjagaan hati, ilmu, al-Quran dan hadits.
Ummu Sinan Al-Aslamiyah adalah salah seorang mujahidah yang mulia. Ia juga seorang shahabiyah radiyallahu an’ha yang senantiasa mengikuti berbagai peristiwa bersama Rasulullah salallahu alaihi wa salam, baik dalam keadaan aman maupun jihad (genting).
Kala itu Rasulullah salallahu alaihi wa salam dan kaum Muslimin sedang bersiap-siap untuk berangkat ke perang Khaibar. Ummu Sinan datang menghampirinya dan meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut berjihad, “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk ikut bersamamu dalam menghadapi musuh, aku akan menyediakan minum untuk orang yang kehausan, atau membantu para prajurit yang sakit dan terluka”
Rasulullah mengizinkannya untuk ikut berjihad, “Baiklah, berangkatlah dengan barakah Allah. Aku telah mengizinkan mereka dari kalangan wanita dan beberapa orang lainnya dari kaummu. Terserah kau, apakah kau akan ikut bersama kaummu atau ikut rombongan kaumku?”
Ummu Sinan menjawab, “ Aku akan ikut bersama rombonganmu.”
“Baiklah, kau berangkat bersama Ummu Salamah, istriku,” Kata Rasulullah salallahu alaihi wa salam.
Maka berangkatlah Ummu Sinan radiyallahu an’ha dan rombongan Ummu Salamah radiyallahu an’ha menuju medan perang. Ummu Sinan adalah perempuan cerdas yang memiliki wawasan luas berkenaan dengan tugas wanita ditegah-tengah para mujahidin. Di sana Ummu Sinan menyiapkan minum untuk para prajurit dan mengobati mereka yang cedera dan terluka. Bahkan, ia bisa menunggangi kuda dan mahir dalam beberapa teknik bela diri.
Berkat peran dan kontribusinya dalam jihad, tak jarang Ummu Sinan mendapatkan harta ghanimah. “Ketika penaklukan Khaibar, Rasulullah mengucurkan sebagian harta rampasan perang. Beliau memberiku untaian kalung berwarna merah dan perhiasan dari perak yang didapat dari harta rampasan perang. Beliau juga memberiku kain beludru dan selimut dari Yaman serta kuali dari kuningan," tuturnya.
Setelah penaklukan Khaibar, Ummu Sinan pulang dengan Ummu Salamah, ia menunggangi unta milik Rasulullah. Ketika hampir sampai kota Madinah, Ummu Salamah berkata kepadanya, “Unta yang kau kendalikan adalah milikmu, Rasulullah telah memberikannya kepadamu.”
Demikian pula, ketika meletus Perang Tabuk pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyah. Rasulullah salallahu alaihi wa salam menyeru dan mengimbau kaum Muslimin untuk berjihad dan mengeluarkan sedekah untuk biaya peperangan. Kaum Muslimin laki-laki berlomba-lomba menafkahkan harta semampu mereka.
Begitu juga kaum wanita, mereka tidak mau kalah; menyumbangkan apa yang sanggup mereka sumbang. Tak terkecuali Ummu Sinan. Dia berkontribusi besar dalam Perang Tabuk, sebagaimana para Muslimah yang lain.
“Aku menyaksikan kain terbentang di hadapan Rasulullah di rumah Aisyah, Ummul Mukminin. Di atas kain tersebut terdapat gelang, kalung, dan cincin. Para wanita pembantu juga dikirimkan untuk membantu para prajurit mempersiapkan segala perlengkapannya,” kata Ummu Sinan, mengenang persiapan Perang Tabuk.
Tak hanya itu, Ummu Sinan juga memiliki keutamaan dalam meriwayatkan dan menghafal hadits dari Rasulullah salallahu alaihi wa salam. Beberapa orang dan anak perempuannya, Tsabitah binti Hantalah Al-Aslamiyah, juga meriwayatkan hadits dari Ummu Sinan.
Ummu Sinan adalah mujahidah pecinta akhirat. Ia tak segan-segan meninggalkan urusan duniawi demi mengejar dan menggapai kemuliaan akhirat. Ia termasuk wanita yang namanya diabadikan dalam sejarah Islam.
Dari kisah Ummu Sinan Al-Aslamiyah kita bisa mengambil atau melihat perbedaan yang terjadi dimasa sekarang, masa akhir zaman yang mana menurunnya rasa cinta umat Islam terhadap agama Islam yang mereka anut. Banyak dari mereka terutama anak-anak muda yang merasa asing dengan agamanya sendiri. Mereka bahkan malu untuk menegakan perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya. Jangankan untuk berjihad, management atau mengelola harta yang mereka dapat pun terkadang mereka tak mampu, harta yang mereka miliki tidak tersalurkan atau terpakai dengan cara yang benar. Melihat dari fenomena yang marak, bahwa manusia hari ini lebih senang untuk menyombongkan harta berlimpah yang mereka miliki tanpa menitipkannya ke kotak amal. Bahkan, mereka berlomba-lomba menghabiskan harta itu untuk hal yang tidak berguna.
Padahal mereka sudah tahu bahwa dalam harta yang mereka dapatkan ada sebagian rezeki milik orang lain, ada jatah orang lain disitu, jatahnya orang-orang fakir miskin, anak-anak yatim yang tidak mampu, orang yang berada di jalan Allah, dan sebagainya. Sebagian harta ini dapat mereka keluarkan melalui berbagai macam cara yang sesuai dengan ketentuan syariat Islam, salah satunya melalui sedekah.
وآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Quran Surat Al-Isra:16)
Pada awal ayat dijelaskan tentang bagaimana kita harus menjaga habluminannas kita dan juga sebuah perintah untuk memberikan hak yang sesungguhnya kepada pemiliknya. Kita haruslah berbagi kepada keluarga dekat kita dan juga tetangga kita. Terlebih mereka yang sangat butuh bantuan kita dan pada akhir ayat dikatakan bahwa kita dilarang untuk bersikap boros terhadap harta kita.
Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa perbuatan tabdzir atau pemborosan ini ialah menginfakkan harta di jalan yang salah atau keliru. Karena bagaimanapun seharusnya kita tetap bersikap rendah hati dalam menyikapi harta kita, jangan sampai dapat membuat kita terlena oleh hal tersebut. Waallahu a’lam.
Referensi :
https://bincangsyariah.com/kalam/tafsir-al-isra-26-27-larangan-bersikap-boros-dan-perintah-menolong-yang-kesulitan/, diakses pada tanggal 04 Maret 2022 pada pukul 15:43 WIB
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/20/lzo44y-mujahidah-ummu-sinan-alaslamiyah-sang-pencinta-akhirat, diakses pada tanggal 03 Maret 2022 pada pukul 14:24 WIB
*Mahasiswi Angkatan III Prodi KPI STIBA Ar Raayah Sukabumi
**Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Komunikasi Dakwah pada Semester IV
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.