Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mulia Rahayu

Guru PAUD Hebat: Tak Kenal Stagnasi Kompetensi Masa Pandemi

Guru Menulis | 2021-10-04 00:35:22

Ketika masa pandemi kemudian ada kebijakan kegiatan Belajar Di Rumah (BDR) untuk anak PAUD, maka seluruh institusi termasuk TK, KB dan TPA (Taman Penitipan Anak) segera melaksanakan dengan seksama. Namun dari kesekian banyak wali murid ada saja yang memiliki stigma negatif, bahwa guru pada masa pandemi memiliki banyak waktu untuk ongkang-ongkang istilah Jawanya. Kalau diartikan yaitu guru banyak waktu untuk bersantai-santai karena kewajiban guru diserahkan ke orang tua. Tapi benarkah stigma itu?

Ketika saya membaca obrolan sebuah grup “emak-emak” di Facebook ada juga jemari julid yang memberi komentar, “Tak perlu bayar sekolah atau SPP karena guru tak mengajar.” Sebagai seorang guru PAUD yang sudah mengabdi di TK swasta selama belasan tahun, ada rasa tak terima bila membaca komentar tersebut. Bila melihat realitanya guru pada masa pandemi ada tugas kerja secara dua arah yaitu, WFH dan WFO.

Pembelajaran daring atau BDR bukanlah berarti guru bebas atau berkurang dalam menjalankan tugasnya melainkan ada tuntutan lebih dalam proses itu. Tuntutan yang lebih untuk meningkatkan kompetensinya baik itu secara pedagogis, profesional, kepribadian maupun sosialnya.

Seorang guru yang memiliki tugas untuk WFO saat pandemi Covid 19 sangat riskan untuk terpapar virus itu. Apalagi mereka yang harus menempuh perjalanan jauh dan menggunakan kendaraan umum. Meskipun secara protokol kesehatan mereka menaatinya. Sampai saya tertegun saat membaca sebuah poster “Guru di sekolah anti virus Corona.”

Ketika bertugas di rumahpun atau WFH tuntutan untuk mendampingi anak belajar daring plus standby di depan handphone menyimak grup demi grup. Drama bertambah bila memiliki balita yang dulunya sekolah di PAUD kini harus penuh dalam memberikan pendampingan itu rasanya sungguh luar biasa. Guru dituntut sebagi guru buat anak sendiri dan anak didiknya.

Peningkatan kompetensi pedagogis dan porfesional itu adalah sesuatu yang mutlak dilakukan oleh para guru di masa pandemi, tak terkecuali guru PAUD. Kegiatan seminar yang bersifat daring seperti menjamur dari tingkat pusat hingga daerah. Banyak seminar langsung yang bisa diakses melalui laman kemendikbud, bayangkan bila itu terjadi di masa nonpandemi, pasti hanya orang-orang tertentu yang bisa mengikutinya.

Kegiatan seminar daring secara kontribusi kasat mata memang terkesan gratis, namun sebenarnya itu juga memerlukan biaya juga. Kuota, itu jawabannya. Bantuan kuota gratis untuk guru dan murid dari pemerintah pada awalnya sangat membantu tapi itu juga tak berlangsung selama pandemi. Guru harus Jer basuki mawa beya yang berarti semua keberhasilan membutuhkan biaya.

Ketika seorang guru PAUD swasta dengan hitungan murid hanya puluhan saja dan para wali tak ada kesadaran membayar SPP, padahal gaji guru bulanan bersandar pada iuran itu semata. Coba bayangkan dengan hitungan secara matematisnya. Bisa jadi guru hanya menerima separoh atau seperempat saja gaji perbulannya, dan itu pasti juga diambilkan dari anggaran lain apabila sekolah tersebut mempunyai. Bila tidak, maka di dalam berita tentang nasib gaji guru PAUD masa pandemi itu bukan isapan jempol belaka. Apalagi mereka yang murni guru swasta yang belum menerima tunjangan sertifikasi dari pemerintah.

Rasa salut saya bertambah saat ada teman-teman sesama guru PAUD yang merupakan penggiat organisasi IGTKI dengan penuh semangat melakukan konsolidasi sistem pembelajaran masa pandemi. Melakukan koordinasi tiada henti dari pusat maupun antar wilayah, daerah dan kecamatan. Itu semua bentuk pengabdian yang tak hanya pengorbanan waktu tetapi juga biaya, energi dan pemikiran.

Sementara dari pusat juga mengadakan program yang cukup menggodok sisi pedagogik dan keprofesionalan para guru PAUD melalui program “Guru Penggerak.” Dari pengalaman teman-teman saya yang mengikuti program nasional ini, seperti tiada hari tanpa kegiatan Zoom Meeting dan tugas. Program yang biasanya dilaksanakan secara luring keseluruhan, kini bisa diikuti secara daring. Namun tetap saja secara protokoler peserta tak boleh beranjak dari depan layar laptop atau gawai.

Berbagai tuntutan yang dialami guru di masa pandemi ini secara langsung menumbuhkan kepribadian yang tangguh, kuat, penuh kesabaran dalam diri seorang guru PAUD. Saya pribadi selama pandemi harus WFH dan WFO dengan anak yang berusia dua tahun, yang sebelumnya ketika bekerja saya sekolahkan di TPA. Tentu ini menjadi sebuah pengalaman dan tantangan yang luar biasa, terlebih ketika seorang anak batita bagaimanapun nyaman disamping ibunya.

Untuk sebagian para guru PAUD agar tetap eksis secara kompetensi sosialnya dengan tetap tegak berdiri meski ditempa badai pandemi juga melakukan beberapa usaha. Diantara usaha mereka adalah membuka les privat atau berdagang secara online. Beberapa kali saya membeli barang dari sosok-sosok guru PAUD yang mencoba mengais rezeki untuk mempertahankan ekonomi keluarga, atau sekedar membeli tambahan kuota untuk belajar daring anaknya.

Jadi bila ada guru terutama guru PAUD yang mencoba bertahan hidup dengan berbagai usahanya, janganlah mencibir. Cukup tolak dengan halus bila tidak berkenan membeli, tapi bila ada rizki akan lebih baik kalau berkenan ikut menglarisi jualan mereka. Apalagi didalam organisasi profesi gugus PAUD juga ada kegiatan berwira usaha.

Secara pribadi selain mengikuti kegiatan seminar dan workshop secara daring dengan kontribusi gratis, sayapun mengikuti kegiatan seminar dan workshop berbayar menulis online. Disinilah saya memperoleh banyak teman dengan multi profesi untuk bersama-sama menggiatkan program literasi. Mencoba untuk membaca dan menuliskan realita pendidikan anak yang sedang berkembang saat pandemi di negeri ini.

Bagi saya, pandemi memberi peluang para guru PAUD untuk menerobos tembok stagnasi kompetensi. Pandemi memberikan ruang dan peluang diri untuk berkarya mempertajam literasi. ”Mati tanpa karya, bagai hidup tak memiliki raga.” Guru hebat. kondisi apapun kompetensi tetap menguat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image