Selayang Pandang Sejarah Berdirinya BPKH di Indonesia
Lomba | 2021-10-02 19:02:54PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI SEBELUM PEMBENTUKAN BPKH DARI MASA KE MASA
Sejarahpenyelenggaraan ibadah haji di Indonesia berawal dari masuknya agama Islam ke Nusantara yang dimulai pada Abad ke 10, pada saat itu ibadah haji dilaksanakan secara massal sama seperti saat ini, hanya mungkin fasilitas akomodasi dan transportasinya sangat sederhana dan terbatas. Tapi hal tersebut tidak mengurungkan niat masyarakat muslim nusantara untuk menjalankan kewajibannya dalam menunaikan rukun islam yang ke lima sesuai perintah Allah Subhanahu wataala dalam Al- Qurâan Surat Al- Baqarah Ayat 196 yang berbunyi âDan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allahâ
Rintisan awal di era presiden pertama Republik Indonesia, sudah banyak masyarakat Indonesia yang menunaikan ibadah haji dengan fasilitas dan akomodasi yang sederhana sesuai dengan peraturan perhajian kala itu. Progres positif penyelenggaraan haji sejak era Presiden Ir. H. Soekarno yang selalu terus berusaha untuk meningkatkan kinerja pengelolaan ibadah haji ke arah yang lebih profesional.
Satu hal yang perlu diketahui pada dekade 1950an tepatnya pada tanggal 21 Januari 1950 Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang khusus menangani kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950, disusul dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor A.III//I/648 tertanggal 9 Februari 1950 yang menunjuk PPPHI sebagai satu- satunya wadah yang sah disamping pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan ibadah haji bagi masyarakat Indonesia kala itu.
Seiring dengan perkembangan zaman dan transportasi udara sudah mulai berkembang, penyelenggaraan haji semakin profesional. Pembatasan jemaah haji yang lebih dikenal dengan kuota haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi Haji (Siskohat) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang terjadi pada tahun 1995 yang sempat menimbulkan keresahan dan kekecewaan ditengah masyarakat di Indonesia dikarenakan calon jemaah haji yang sudah terdaftar seharusnya berangkat tahun tersebut namun tidak dapat berangkat.
Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing- masing provinsi di Indonesia, kecuali untuk jemaah haji khusus yang mempunyai porsi tersendiri atau disebut dengan ONH Plus yang tentu ongkos biaya hajinya jauh lebih mahal dari haji reguler.
Penyelenggaraan Haji Pasca Orde Baru menjadi tanggung jawab penuh Menteri Agama yang dalam pelaksanaan harian dilimpahkan tugasnya secara struktural dan teknis fungsional oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji (BPIH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 dan dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005, Ditjen BPIH direstrukturasi menjadi dua unit kerja Eselon I, yaitu Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU). Dengan demikian operasional haji tahun 2007 adalah awal pelaksanaan teknis PPIH dan pembinaan umroh berada dibawah Ditjen PHU.
Dari penjelasan singkat perjalanan haji di Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah selalu berusaha memberikan perhatian khusus dan meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji bagi jamaah, karena pada dasarnya unsur pelayanan haji adalah pelayanan, pembinaan, dan pengelolaan keuangan. Sebagai penanggung jawab struktural perhajian paling tinggi Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh atau disingkat (PHU) adalah unsur pelaksana yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis dibidang penyelenggaraan haji dan umroh. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh menjalankan fungsi sebagai berikut :
1. Perumusan Kebijakan dibidang haji dan umroh
2. Pelaksanaan kebijakan dibidang penyelenggaraan haji dan umroh
3. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan umroh
4. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh.
Seiring berkembangnya zaman, perbaikan demi perbaikan terus ditingkatkan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh dengan berusaha membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengoptimalkan kualitas pengelolaan dan pengembangan dana haji. Selain itu dengan dibentuknya BPKH akan berdampak pada efisiensi dan rasionalitas biaya penyelenggaraan ibadah haji karena salah satu tugasnya adalah mengelola Dana Abadi Umat (DAU) sehingga labanya bisa kembali kepada umat sesuai dengan amanat Undang- Undang No. 34 Tahun 2014 yang dimana BPKH bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, efisiensi dekaligus rasionalitas terkait BPIH dan harus memberikan kemaslahatan bagi umat islam.
SEJARAH LAHIRNYA BPKH
BPKH atau kepanjangan dari Badan Pengelola Keuangan Haji yang bertugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji. BPKH didirikan pada tanggal 7 Juni 2017, sesuai Undang- Undang No. 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji dengan tujuan untuk mengelola dana haji yang ada di Indonesia dan mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan memberikan kemaslahatan bagi umat Islam di Indonesia dengan asas prinsip syariâah, kehati- hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel.
Berdirinya BPKH sesuai dengan amandemen UU No. 34 Tahun 2014 yang merupakan langkah awal untuk menyelesaikan problematika perhajian yang telah puluhan tahun menjadi âPRâ negara kita yang sebelumnya dana haji dikelola oleh Kementerian Agama yang sejak empat tahun lalu dilimpahkan pengelolaannya ke BPKH, sejak awal berdirinya dipertengahan tahun 2017 lalu yang ditanda tangani langsung oleh bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. akan tetapi sejak dipisah pengelolaannya diluar Kementerian agama bukan berarti Kementerian Agama lepas tangan akan tanggung jawabnya, hanya pengelolaan keuangannya saja yang dipisah karena diluar kemampuan kementerian agama, dan terlebih agar kementerian agama lebih fokus untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pembinaan jemaah haji yang harus ditangani secara optimal.
Dibentuknya BPKH dihadiri dan disepakati oleh elemen- elemen penting yang terlibat seperti Kementerian Agama, DPR Komisi VIII, MUI, aktifis, pengamat haji dan para tokoh agama yang telah mempertimbangkan UU No. 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan haji yaitu :
1. Bertambahnya jumlah jamaah muslim Indonesia yang mendaftar untuk menunaikan ibadah haji terus meningkat, sedangkan kuota haji terbatas dan jumlah jamaah haji yang menunggu semakin banyak.
2. Mengakibatkan terjadinya penumpukan akumulasi dana haji yang berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya, guna mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
3. Bahwa untuk menjamin pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel memerlukan payung hukum yang kuat.
Undang- undang tentang pengelolaan keuangan haji resmi diterbitkan dan disyahkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Bambang Soesilo Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober 2004.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) adalah sebuah keniscayaan untuk optimalisasi pengelolaan dana manfaat dari dana haji yang saat ini telah mencapai Rp 150 Triliun per bulan Juni 2021 yang disimpan disejumlah Bank Syariah Nasional yang ditunjuk oleh BPKH. Saat peralihan pengelolaan dana haji dari Kementerian Agama menuju BPKH saat itu pada Tahun 2017 dana haji yang dikelola mencapai Rp 77 Triliun dan sekarang tahun 2021 hampir 100% kenaikannya dari empat tahun yang lalu, dan hal tersebut akan terus bertambah mengingat setiap harinya calon jemaah haji Indonesia terus mendaftar untuk menunggu antrian pemberangkatan haji (waiting list) Sebagaimana diketahui, bahwa minat umat Islam Indonesia untuk melaksanakan ibadah yang masuk sebagai rukun Islam kelima ini sangatlah tinggi. Hal ini dibuktikan dengan panjangnya daftar antrian haji yang ada yakni kisaran antara 11 sampai 40 tahun. Dan tentunya dana yang dikelola BPKH semakin meningkat pula setiap tahunnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.