Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image irwan budiana

PERUBAHAN PERILAKU KUNCI UTAMA MENGAKHIRI PANDEMI

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 22:22 WIB

Setiap bencana selalu penuh dengan pembelajaran bagi manusia, terlebih bagi masyarakat yang menjadi korban lansung dari bencana tersebut. COVID 19 yang akhir tahun ini genap berlansung dua tahun telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi dan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan Dunia/Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Sedangkan pemerintah Indonesia melalui keputusan presiden (Keppres) nomor 12 telah menetapkan COVID 19 sebagai bencana nasional non alam. Bencana pandemi tersebut telah menimbulkan berbagai bentuk kesengsaraan bagi kehidupan masyarakat, dikutip dari republika.co.id per 29 April 2021 kerugian ekonomi akibat COVID mencapai Rp 1.356 Triliun. Terdapat ratusan ribu korban jiwa manusia yang tidak ternilai harganya, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang serius. Secara global, menurut data statistik Johns Hopkins University Medicine per tanggal 25 September 2021 jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID 19 mencapai 231.215.140 kasus dengan 4.739.231 kasus kematian. Sedangkan pada tanggal yang sama sebaran kasus di Indonesia, menurut data satuan tugas percepatan penanganan COVID Indonesia jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID 19 mencapai 4,206,253 kasus dan 141,381 kasus kematian.

Kompleksnya bentuk kesengsaraan yang diakibatkan bencana pandemi tersebut memaksa masyarakat untuk merubah segala bentuk perilaku dan kebiasan hidup sehari hari atau disebut juga dengan istilah new normal. Istilah New normal dapat diartikan ssebagai sebuah perubahan perilaku atau kebiasaan masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa dengan selalu menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Protokol kesehatan tersebut dikenal juga dengan istilah 5 M yakni Mencucui tangan dengan sabun, Memakai masker standar, Menjaga jarak (Social distancing), Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas. Perubahan kebiasaan tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2) yang menyebabkan penyakit Corona Disease-19 (COVID-19). Terkonfirmasinya virus tersebut menular dari manusia melalui droplet ketika seseorang batuk atau bersin menjadi alasan utama diharuskanya masyarakat menerapkan protokol kesehatan tersebut secara ketat.

Bencana pandemi COVID 19 telah mampu meningkatkan kesadaran atau bahkan mampu memaksa masyarakat untuk melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang sebelum pandemi dianggap remeh oleh sebagian besar masyarakat. Penerapan PHBS terbukti sebagai salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah penularan COVID-19. Beberapa indikator protokol kesehatan COVID 19 merupakan indikator utama PHBS, seperti cuci tangan atau menjaga kebersihan diri, memakai alat perlindungan diri (Masker), memakan makanan yang sehat, dan juga olah raga. PHBS terbukti mampu meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas), jika imunitas menurun, maka tubuh akan dengan mudah terinfeksi oleh microrganisme patogen seperti virus SARS-COV2.

Menurut penelitian Makruf A tahun 2021 terdapat perubahan yang signifikan penerapan indikator PHBS sebelum dan selama pandemi COVID-19 yakni 85,2% diantara masuk dalam kategori baik. Perubahan tersebut dapat menurunkan risiko penularan COVID-19 dan meningkatkan kualitas hidup masyrakat. Menurut teori Lawrence Green (1980) perubahan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Meningkatnya kesadaran masyarakat melakukan PHBS karena masifnya pemberitaan media tentang jumlah korban meninggal karena COVID 19 merupakan contoh perubahan perilaku karena faktor predisposisi. Sedangkan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, face shield dan alat lainnya termasuk ke dalam faktor pendukung. Sedangkan contoh dari faktor pendorong yakni masifnya edukasi atau penyuluhan tentang PHBS baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan tenaga kesehatan maupun non-kesehatan selama pandemi COVID-19.

WHO jugaa mengungkapkan bahwa terdapat tiga hal yang mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat yakni perubahan yang direncanakan, perubahan secara alamiah, dan kesediaan masyarakat untuk berubah. Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan perilaku masyarakat yang diakibatkan karena kesadaran sendiri seperti masyarakat yang disiplin melaksanakan PHBS sebagai upaya mencegah penularan COVID-19. Perubahan yang berlansung secara alamiah merupakan perubahan yang terjadi karena kondisi lingkungan seperti perubahan karena bencana pandemi yang mengharuskan masyarakat untuk hidup dalam kebiasaan baru dengan protokol kesehatan.

Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melakukan PHBS selama pandemi merupakan bentuk perubahan yang positif yang harus jaga dan dipertahankan setelah bencana pandemi COVID 19 pergi dan berakhir menjadi masalah kehidupan masyarakat. Karena PHBS sejatinya mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat demi mewujudkan masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image