Bangkitlah Raganya, Bangkitlah Mentalnya
Lomba | 2021-09-25 21:35:52Pandemi Covid-19 tidak terasa sudah melanda dunia selama hampir dua tahun. Kasus pertama Covid-19 pada manusia ditemukan pada bulan Desember 2019 di Wuhan, China. Penyebaran penyakit yang disebabkan virus SARS-Cov-2 tersebut sangat cepat hingga ke seluruh dunia sehingga menjadi pandemi global.
Kasus pertama Covid-19 di Indonesia terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020. Pengumuman kasus pertama tersebut dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka. Sejak itulah kasus demi kasus Covid-19 mulai bermunculan di seluruh Indonesia.
Sebagaimana dilansir Republika (24/9), perkembangan terakhir jumlah keseluruhan kasus Covid-19 di Indonesia sampai dengan hari Jumát (24/9) adalah sebanyak 4.204.116 kasus Covid-19, dengan rincian 4.017.055 orang pulih dan 141.258 orang meninggal dunia. Dikutip dari worldmeter.info, Sabtu (25/9), dengan jumlah tersebut, kasus Covid-19 di Indonesia menempati peringkat ke-13 secara global dan peringkat ke-7 jumlah orang yang meninggal dunia.
Virus SARS-Cov-2 dapat menginfeksi siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) dan usia (anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia). Virus tersebut menyerang raga manusia sehingga menyebabkan gangguan pernafasan dari yang sifatnya ringan seperti flu, batuk dan demam, sampai dengan yang sedang dan berat seperti infeksi paru-paru atau pneumonia. Pada beberapa kasus, Covid-19 juga memberikan dampak tambahan seperti pembekuan darah dan diare.
Covid-19 tidak hanya menyebabkan terganggunya fungsi raga (baca : tubuh) manusia, namun lebih dari itu. Covid-19 juga bisa menyebabkan terganggunya kesehatan mental. Mengutip Republika, Ahad (11/10/2020), penelitian yang dilakukan oleh Komite Palang Merah Internasional (IRCR) pada tahun 2020, menunjukkan sebanyak 51 persen repsonden yang disurvei di tujuh negara menyatakan bahwa krisis kesehatan global telah berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.
Dikutip dari laman promkes.kemkes.go.id, Sabtu (8/6/2018), Kesehatan mental yang baik adalah kondisi dimana batin kita dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga dapat menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Kondisi yang paling umum terjadi pada masalah kesehatan mental yaitu stress, gangguan kecemasan dan depresi.
Stres menurut KBBI adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar. Gejala stres yang mudah ditemui yaitu gangguan tidur, gangguan makan, nyeri dada, otot tegang, penurunan gairah seksual dan lebih emosional (mudah marah). Semua penyintas Covid yang saya temui mulai dari kerabat, teman maupun orang lain yang baru saya kenal termasuk saya sendiri mengalami gejala stress ketika dinyatakan positif/reaktif Covid melalui hasil test.
Keluarga penderita Covid juga banyak mengalami stres, karena harus menghadapi kenyataan bahwa keluarga dekatnya menderita Covid, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga saya sendiri. Masyarakat umum sebagian juga mengalami stres karena adanya pembatasan mobilitas dan pembatasan kegiatan sosial melalui pemberlakuan kebijakan PPKM oleh Pemerintah.
Dikutip dari laman promkes.kemkes.go.id, Sabtu (8/6/2018), gangguan kecemasan adalah kondisi psikologis ketika seseorang mengalami rasa cemas berlebihan secara konstan dan sulit dikendalikan, sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan sehari-harinya. Gejala yang paling umum yaitu rasa takut berlebihan dan rasa cemas yang berlebihan.
Dalam pandemi Covid-19 ini, gangguan kecemasan yang sering terjadi yaitu rasa takut berlebihan bahwa saya/keluarga saya akan mati karena telah terjangkit Covid dan saya akan menularkan Covid kepada keluarga dekat. Selain itu kecemasan akan hilangnya mata pencaharian akibat pembatasan mobilitas warga, juga banyak dialami oleh masyarakat umum.
Depresi adalah suatu kondisi dimana penderitanya mempunyai perasaan sedih yang berlarut-larut, bisa berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan motivasi untuk melakukan suatu hal, semisal pekerjaan. Kondisi ini dapat ditimbulkan juga oleh perasaan bersalah berlebihan.
Salah satu contoh kasus depresi terjadi pada teman saya sendiri. Ibu, Ayah dan dirinya sendiri sama-sama terkonfirmasi Covid-19. Ibunya meninggal, sedangkan ayahnya sampai saat ini masih sangat bersedih, bahkan sampai pada taraf ingin segera meninggal dunia agar bisa menyusul istrinya tercinta. Sedangkan teman saya kehilangan motivasi dalam melaksanakan pekerjaannya karena kondisi tersebut.
Andai pandemi Covid-19 ini berakhir, semuanya dapat kembali secara normal. Bangkit raganya, yang ditandai dengan tidak adanya lagi kasus Covid-19 di Indonesia khususnya. Kalaupun Covid-19 belum sepenuhnya hilang dari Bumi Indonesia, setidaknya dapat dikendalikan dan tidak lagi membahayakan apalagi sampai mematikan.
Bangkit raganya saja tidak cukup, masyarakat Indonesia harus bangkit mentalnya. Setelah pandemi ini berakhir kondisi mental masyarakat harus sehat kembali. Rasa takut dan cemas yang berlebihan, dapat hilang seiring hilangnya ancaman Covid-19. Tidak ada lagi rasa curiga terhadap seseorang akibat takut tertular Covid-19.
Andai pandemi ini pergi, itu berarti PPKM tidak akan ada lagi. Masyarakat dapat kembali beraktivitas seperti semula. Setiap orang dapat kembali beraktifitas dengan pekerjaannnya. Setiap orang dapat kembali mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan keluarganya, tanpa merasa cemas dan takut.
Masyarakat dapat kembali berkumpul bersama keluarganya tanpa khawatir akan saling menularkan Covid-19. Masyarakat dapat berkumpul kembali di acara-acara pengajian, acara olahraga maupun di acara pernikahan. Masyarakat bisa memperoleh hiburan kembali dengan dibukanya tempat wisata dan beberapa tempat hiburan, seperti mall dan bioskop. Masyarakat dapat kembali bersosialisasi, dari yang sebelumnya terkungkung dalam karantina dan isolasi.
Sebelum tercapai masyarakat yang bangkit raganya dan bangkit mentalnya, banyak hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat agar hal tersebut tercapai. Salah satu upaya yaitu meningkatkan cakupan vaksinasi masyarakat. Diharapkan dengan tingginya cakupan vaksinasi, herd immunity dapat tercapai. Upaya lainnya yaitu dengan tetap memperketat pelaksanaan Prokes Covid-19 di masyarakat.
Pemerintah juga harus ambil bagian dalam memulihkan Kesehatan mental masyarakat yang terganggu akibat pandemi Covid-19. Selama ini, terutama yang saya rasakan sendiri ketika menderita Covid-19 dan dirawat di Rumah Sakit, tidak ada petugas khusus yang memberikan layanan kesehatan mental kepada pasien. Pemerintah perlu juga menyiapkan petugas khusus yang menangani kesehatan mental di Rumah Sakit Rujukan Covid-19 agar pasien Covid-19 yang dirawat tidak stres dan termotivasi untuk sembuh.
Pemerintah juga perlu membentuk layanan khusus untuk menangani kesehatan mental minimal pada setiap Puskesmas. Bahkan layanan ini bisa diperluas lagi sampai pada level Desa yaitu dengan melibatkan Bidan Desa, Polindes dan kader Posyandu.
Pemerintah nantinya memberikan pelatihan khusus penanganan kesehatan mental yang terganggu akibat Pandemi Covid-19 kepada petugas Pukesmas yang ditunjuk, dan seluruh Bidan Desa beserta kader Posyandu. Merekalah nantinya yang akan menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan mental melalui layanan konseling dan edukasi kepada masyarakat, terutama kalangan masyarakat yang terdampak Covid-19.
Masyarakat Indonesia, bangkitlah raganya, bangkitlah mentalnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.