Mewaspadai Kekuatan Kata-kata
Agama | 2022-05-23 11:58:15Masaru Emoto, seorang peneliti berkebangsaan Jepang dalam penelitiannya tentang pengaruh kata-kata terhadap air menyimpulkan, air bersifat sensitif. Air akan merespon setiap kata yang kita ucapkan.
Kata-kata yang kita keluarkan memiliki energi yang ia sebut hado. Respon yang diberikan air terhadap kata-kata yang kita ucapkan kepadanya adalah berupa pembentukan kristal-kristal air.
Dari hasil pengamatannya melalui mikroskop yang memiliki ketajaman tinggi, ia menemukan, apabila kita mengirimkan energi positif kepada air berupa kata-kata yang baik, air akan mempersembahkan kristal-kristal yang indah. Semakin baik kata-kata yang kita berikan kepada air, semakin baik pula kristal-kristal airnya.
Demikian pula sebaliknya. Menurutnya, setiap do’a yang kita ucapkan akan mengeluarkan energi. Dengan memberikan do’a ke air, berarti kita mengirimkan energi positif ke air dan dapat mengubah kualitas air. Hasil penelitiannya, ia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul “The Power of Water’.
Berbahagialah kita sebagai penganut ajaran Islam. Dalam hal melakukan perbuatan baik, Rasulullah saw selalu mengajarkan untuk memulainya dengan do’a, tingkat paling minimal dengan bacaan basmallah dan diakhiri dengan bacaan hamdallah.
Salah satu hikmah dari ucapan doa kita adalah mengundang kebaikan dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Dengan kata lain, do’a dapat menyalurkan energi positif dan mengenyahkan energi negatif.
Lain lagi dengan kebiasaan penduduk primitif kepulauan Solomon di Pasifik Selatan. Mereka memiliki kebiasaan meneriaki pohon dengan kata-kata kasar, jelek, dan menghina.
Konon kabarnya, jika ada pohon yang sulit ditebang atau ditumbangkan, seseorang yang berani akan menaiki pohon tersebut sampai ke puncaknya. Di atas puncak pohon itu, ia berteriak, mengeluarkan kata-kata jelek dan hinaan kepada pohon tersebut. Tak ketinggalan orang-orang yang dibawah pohon pun mengikutinya dengan suara sekeras mungkin.Perlakuan ini mereka lakukan sampai satu bulan lebih. Dan apa yang terjadi?
Sungguh menakjubkan, daun-daun pohon itu mulai layu, ranting-rantingnya menjadi mulai rontok, perlahan-lahan pohon itu menuju kematian. Penduduk pun dengan mudah bisa menumbangkan pohon tersebut.
Dari dua penggalan cerita tersebut, setidaknya kita dapat mengetahui, kata-kata memiliki kekuatan dan pengaruh yang dahsyat. Makhluk berakal maupun tidak akan merasakan kekuatan dan pengaruhnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak bisa lepas dari kata-kata. Kita sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila kita tak dapat berkata-kata. Bersyukurlah, Allah Swt telah memberi kelancaran dan kemampuan kepada kita untuk mengeluarkan kata-kata.
Namun demikian, waspadalah dengan kata-kata yang kita keluarkan, sebab kata-kata memiliki pengaruh besar terhadap diri kita dan orang lain. Semakin baik kata-kata yang kita keluarkan, akan semakin baik pula pengaruhnya terhadap diri kita dan orang lain. Demikian pula sebaliknya. Tak salah jika sebuah pepatah mengatakan, lisanmu adalah harimaumu, lisanmu lebih tajam daripada pedang.
Dalam tatanan menyampaikan dakwah, ketulusan hati dan baiknya kata-kata yang kita keluarkan akan sangat berpengaruh terhadap “aura” dakwah yang kita lakukan.
Imam Al Suhrawadi, seorang filosof yang juga ulama sufi mengatakan, ”Jika kata-kata keluar dari hati yang bersih, maka kata-kata itu akan masuk ke dalam hati pula, tetapi jika kata-kata itu hanya keluar dari lidah, maka kata-kata itu tidak akan lewat lebih jauh dari telinga.”
Tanamkan niat ikhlas setiap kita akan berbicara, terlebih-lebih jika yang kita sampaikan adalah kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam pergaulan sehari-hari, kita selayaknya terbiasa berfikir sebelum berbicara.
Kita selayaknya mempertimbangkan kata-kata yang akan kita ucapkan. Pikirkan dan bayangkanlah akibat dari kata-kata yang akan kita ucapkan. Seorang bijak berkata, ”Lebih baik berfikir seribu kali dan berbicara hanya sepatah kata, dari pada berbicara seribu kata dan hanya berfikir satu kali”.
”Jika kalian bermaksud melakukan sesuatu, maka pikirkanlah terlebih dahulu akibatnya. Jika akan baik akibatnya, maka ucapkanlah. Namun jika akan jelek akibatnya, maka jangan sungkan-sungkan, tinggalkanlah!” (H. R. Ibnul Mubarak).
Kata-kata yang baik akan terdengar baik, bahkan bisa melunakkan kerasnya hati seseorang. Bukankah Umar bin Khattab, tunduk kepada Rasulullah saw, berikrar masuk Islam, setelah ia mendengarkan kelemahlembutan kata-kata yang dikeluarkan Rasulullah saw?
Dakwah yang dilakukan Rasulullah saw adalah dakwah yang penuh kelembutan dan kasih sayang, namun tetap tegas menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar.
Dalam dunia pendidikan anak, kata-kata akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang mereka.
Dorothy Law Nolte, seorang ahli komunikasi seperti dikutip Jalaluddin Rachmat (Psikologi Komunikasi, 1993 : 102) berkata, ”Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. “
Selanjutnya,”jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.”
Pada saat ini orang-orang begitu mudah mengumbar kata-kata. Orang-orang sudah jarang memperhatikan kata-kata yang diucapkannya. Apapun dibicarakan dan dikomentari, tak peduli dengan kemampuan ilmu yang dimilikinya, tak peduli lagi dengan manfaat dan madaratnya, padahal tak sedikit orang yang tersandung hukum gara-gara ucapannya.
Dalam hubungannya dengan keislaman seseorang, Syeikh Muhammad Nawawi, dalam karyanya Sulam at Taufiq (hal.9) mengatakan, ” Pada saat ini sungguh banyak orang yang begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata. Mereka sangat pandai berbicara. Namun sayang, ia tak memperhatikan kata-katanya, sehingga keluarlah dari mereka kata-kata yang dapat menyebabkan mereka keluar dari Islam. Mereka sudah tak memperhatikan lagi dosa dari kata-kata yang diucapkannya. Mereka juga sudah tak memperhatikan lagi kata-katanya yang dapat mengantarkan mereka kepada kekufuran.”
Berhati-hatilah dengan kata-kata yang kita ucapkan. Berusahalah mengeluarkan kata-kata yang baik yang dapat mengundang keridhaan Allah, hindari kata-kata yang akan mendatangkan kemurkaan Allah. Kata-kata baik yang kita keluarkan bernilai sedekah, demikian sabda Nabi saw. Berusahalah agar kata-kata yang kita ucapkan mengantarkan diri kita semakin dekat kepada Allah SWT, bukan malah sebaliknya.
Kesempurnaan iman seseorang sangat diukur dengan kata-katanya.”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata dengan baik. Kalau tak bisa (kata-katanya akan lebih banyak menimbulkan madarat), lebih baik ia diam.” (H. R. Bukhori-Muslim).
Keselamatan seseorang di dunia dan akhirat tergantung kepada kecerdasannya dalam mengeluarkan kata-kata. Ingatlah! Kelak, setiap kata-kata yang keluar dari lisan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Sungguh berbahagia apabila kata-kata yang kita keluarkan bermanfaat bagi semua orang, jauh dari kesia-siaan dan kemaksiatan.
”Barangsiapa menghendaki kemuliaan, maka ketahuilah, kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan, mereka akan mendapat azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur” (Q. S. 35 : 10).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.