Oversharing: Apa Sih Pentingnya Loe Buat Gue?
Eduaksi | 2022-05-22 18:39:12OVERSHARING: APA SIH PENTINGNYA LOE BUAT GUE
Sering banget to kita melihat postingan teman-teman kita di media sosial, entah itu berupa cerita (teks), foto (gambar), atau video; baik itu kategori status, story, reel, atau apalah istilahnya. Dalam hitungan detik, di beranda akun kita bermunculan berbagai postingan yang terus bertambah, berganti, berubah, dan update.
Berdasarkan intensitas postingan, setidaknya ada tiga kelompok pengguna media sosial, yaitu:
1. Jarang posting
2. Sering posting
3. Sering sekali posting
Saya akan membahas yang kelompok nomor tiga. Ini adalah tipe yang setiap saat selalu memposting segala aktivitas yang dilakukannya. Parahnya lagi, mayoritas postingannya hanya berupa hal remeh-temeh dan tidak perlu (sampah), seperti ia sedang apa, lagi di mana, mau ke mana, makan apa, makan di mana, atau sekedar nampang muka doang dengan berbagai gaya.
Seakan-akan setiap momen mesti diabadikan, setiap aktivitas harus didokumentasikan. Seolah-olah semua orang perlu tahu seluruh gerak-gerik kehidupannya. Laksana kantor berita, ia ingin mengabarkan ke seluruh dunia update terbaru tentang dirinya. Ibarat burung-burung, ia ingin terus bersiul untuk mendendangkan irama ativitas hariannya.
Inilah yang saya sebut dengan istilah OVERSHARING.
Dampak Negatif Oversharing
Bagi pelaku oversharing, tentu hanya akan membuang-buang waktu produktif. Pemborosan paket data, terlebih yang diposting berupa video. Belum lagi jika yang diposting adalah hal-hal yang bersifat privasi, tentu sangat berisiko dan akan merugikan pelaku di kemudian hari. Selain itu, jika ada niatan untuk pamer (kesombongan), juga merupakan hal yang tidak terpuji.
Bagi yang beragama Islam, melakukan posting di media sosial mesti berhati-hati. Karena selain sebagai ladang mendapat pahala, media sosial juga mudah sekali untuk mengakumulasi dosa. Bagi muslimah, nampang muka tanpa menutup aurat, apalagi sengaja menampakkan (menonjolkan) bagian-bagian tubuh tertentu. Bagi yang sudah berumah tangga, bisa jadi menceritakan keburukan (aib) pasangan.
Sedangkan dampak oversharing bagi orang lain, tentu postingan itu cukup menggangu. Bisa jadi teman-teman media sosialnya menjadi muak, risih, bahkan melakukan unfollow, unfriend, hingga blokir permanen. Dalam hati mereka berkata, “Apa sih pentingnya semua itu buat gue?” atau dengan bahasa yang lugas “Apa sih pentingnya loe buat gue?”
Bisa jadi ada pula orang yang merasa tidak terganggu dengan mereka yang oversharing ini. Mereka biasanya orang yang bertipe KEPO (knowing every particular object) dan FOMO (fearing of missing out). Dia selalu ingin tahu aktivitas orang lain dan tak pernah mau ketinggalan informasi. Barangkali inilah pasangan yang tepat: orang oversharing bertemu dengan orang yang KEPO/FOMO.
*****
Saya pribadi termasuk pengguna aktif beberapa platform media sosial. Saya akui juga saya sering posting foto atau kegiatan pribadi. Tapi tidak semata ingin nampang muka doang. Misalnya saya foto di tempat wisata, saya juga berniat membantu mempromosikan obyek wisata tersebut. Atau saya posting kegiatan tertentu, ingin menginformasikan bahwa ada kegiatan tertentu yang positif dan bermanfaat.
Saya juga mulai memilih dan memilah apa saja yang mesti saya posting. Saya pertimbangkan juga apakah postingan saya itu ada manfaatnya, apakah status saya membuat orang lain terinspirasi, apakah konten saya bisa mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan, dan seterusnya. Jadi, pertimbangan pokoknya: PENTING-TIDAK PENTING, MANFAAT-MUDHARAT.
Nah ini yang paling penting, menggunakan media sosial sebagai sarana BERDAKWAH. Dakwah bil qalam. Berdakwah lewat tulisan. Hampir setiap orang memiliki smartphone, dan hampir setiap waktu seseorang dipakai untuk membuka HP, maka berdakwah lewat media sosial sangat urgen dan signifikan. Makanya selain menulis buku, saya juga aktif menulis di beberapa blog kemudian saya share di berbagai media sosial.
Sayang sekali bukan, jika menggunakan HP hanya sekedar untuk komunikasi dan informasi, apalagi hanya untuk hiburan semata. Pergunakanlah sebaik mungkin untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, sekecil apapun itu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.