Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Atiya Fauzan

Andai Pandemi Pergi, Sekolahku Akan Tersenyum Kembali

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 20:18 WIB
Sumber foto: https://www.republika.co.id/

Cerita Tentang Pandemi

“Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, emas intannya terkenang. Hutan, gunung, sawah, lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa ”

Cuplikan lirik lagu yang berjudul Ibu Pertiwi di atas, rasanya tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Karena pandemi ini, pemerintah menghimbau untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah, menjaga jarak secara fisik, dan menerapkan kebijakan karantina wilayah. Hal tersebut tentu membuat perubahan hampir diseluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah sektor pendidikan.

Sejak Maret 2020, setiap sekolah mulai menerapkan pembelajaran secara daring. Ruang-ruang di sekolah terpaksa kosong selama berbulan-bulan. Para peserta didik harus belajar dari rumah, terpisah jarak dengan guru dan kawan. Bukan hanya mereka yang merindukan sekolah, sekolah pun sangat merindukan penghuninya.

Lalu lalang generasi bangsa di lorong sekolah, suara bersahutan saat diskusi dalam kelas, dan ribuan sorak tawa yang terdengar setiap bel pulang berbunyi, telah menjadi alasan mengapa sekolahku tidak bisa tersenyum lagi. Pandemi telah merenggut segalanya hingga sekolahku dibuat lengang tak berpenghuni.

Kantin, Sumber Bahagia Banyak Orang

Kantin yang sepi tak berpenghuni, menjadi alasan tambahan mengapa senyum sekolahku pergi. Karena di kantinlah, para pedagang cilok, ayam geprek, mie ayam, cimol, es jus, batagor, seblak mengumpulkan rupiah untuk menafkahi keluarganya. Di kantin pula, ribuan pelajar berbagi cerita, berbagi rejeki, berbagi tawa, tentang hari kemarin dan hari esok yang mereka nantikan.

Namun, pandemi telah menghentikan semuanya. Pedagang-pedagang kesulitan berjualan, mereka kehilangan sumber mata pencaharian. Para pelajar pun demikian, mereka saling merindukan kebebasan tanpa sekat dan mereka telah kehilangan sumber kekuatan dari para sahabat. Sungguh, kini yang tersisa adalah deretan gerobak, kursi dan meja yang berdebu.

Bagaimana mungkin sekolahku bisa tersenyum, jika pedagang yang mencari nafkah di kantin sekolah harus kehilangan penghasilan rutin hariannya. Kemana para pedagang itu akan mencari nafkah dan bagaimana mereka memenuhi kebutuhan harian yang terus mendesak. Belum lagi kesedihan dan kesehatan mental para pelajar, berbulan-bulan harus di rumah menahan semua kerinduan tentang sekolah.

Pesan Yang Memilukan

Sekolahku juga tidak kuat lagi menerima ribuan pesan yang memilukan hati. Ada yang mengirim pesan panjang bahwa salah satu pelajar di sana harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus karena Covid-19. Ada juga yang bercerita tentang perjuangan, rela begadang dan berdagang jagung bakar demi membantu orang tua yang baru saja di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Ada juga yang menuliskan bagaimana ia ingin putus sekolah demi bisa merawat dan mencari nafkah untuk ibunya yang sedang terbaring karena Covid-19. Begitu banyak pesan dan kisah menyedihkan yang diantarkan oleh pandemi. Sekolahku sedang tidak baik-baik saja, ribuan penghuninya berjuang dengan skenario hidup masing-masing.

Sekolahku sudah banjir airmata, setiap hari menerima cerita dari generasi muda yang tidak mudah menyerah pada keadaan. Mereka ingin kembali seperti dulu, saat semuanya berjalan normal tanpa kekecewaan yang mendalam. Tidak bisakah pandemi hanya merenggut jarak yang ada saja, jangan nyawa, jangan pekerjaan dan jangan kasih sayang.

Andai Pandemi Pergi

Andai pandemi pergi, sekolahku akan tersenyum kembali. Ruang-ruang kelas dipenuhi dengan sesak oleh cita-cita dan harapan pelajar tentang masa depan. Halaman sekolah akan diisi kembali dengan riuhnya manusia berseragam. Perpustakaan akan kembali dibuka dan dipenuhi antrian. Lapangan olahraga akan kembali digunakan oleh pemuda-pemuda yang berjuang untuk menjadi atlet nasional.

Tak hanya itu, kantin pun akan ramai. Pedagang-pedagang bisa kembali menemui ribuan konsumennya. Mereka bisa mendapatkan rupiah tanpa harus kebingungan dalam kesedihan. Para pelajar pun akan merasakan kebahagiaan yang sama. Jajan, bertemu teman, curhat-cuhatan dan apa saja yang menyenangkan di kantin selalu menjadi kenangan.

Andai pandemi pergi kini (bukan nanti), apa yang telah direnggutnya bisa diobati, apa yang telah dihentikannya bisa dimulai kembali dan apa yang telah dirampasnya bisa diraih kembali. Asalkan kepergiannya saat ini, karena jika terlalu lama khawatir tidak ada solusi kembali. Semoga sekolahku segera bisa tersenyum kembali.

#LombaMenulisOpini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image