Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Pembiasaan tentang Hari Literasi di Sekolah

Eduaksi | Sunday, 22 May 2022, 08:45 WIB
Diskusi santai dalam giat berliterasi (foto: SS_Darindo)

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan.

Tantangan yang masih dihadapi saat ini adalah ketersediaan buku yang belum merata di hampir seluruh wilayah Indonesia serta rendahnya motivasi dan minat baca peserta didik. Hal ini memrihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.

Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Hal ini tercantum dalam Deklarasi Praha (2003) yang mencanangkan pentingnya literasi informasi, yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan sosialnya.

Perpustakaan Sekolah pun dapat dioptimalkan dalam giat berliterasi (foto: SS-Darindo)

Hari Literasi di Sekolah

Bagaimana warga sekolah menyikapi giat berliterasi? Warga sekolah yang dimaksud mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga ketatausahaan, hingga ke orang tua peserta didik.

Semua sekolah memiliki visi dan misi. Pengimplementasiannya dalam program sekolah dijabarkan antara lain melalui SPMI (Standar Pelayanan Minimal Internal). melalui SPMI ini disasar sejumlah program, agar kualitas sekolah menjadi unggul.

Sehubungan dengan itu, giat berliterasi hendaknya dijadikan sebagai program prioritas. Ini disebabkan, literasi sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org merupakan kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.

Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik dan pendidik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Secara sempit literasi dapat diidentikkan dengan membaca dan menulis. Substansi inilah yang hendaknya dapat disikapi sekolah. Salah satunya dengan mengagendakan “Hari Literasi Sekolah.”

Satu Hari Berliterasi

Mengagendakan satu hari untuk berliterasi lewat “Hari Literasi Sekolah” bisa dijadikan sebagai pembiasaan menuju budaya sekolah. Sebuah sekolah yang telah membudaya dengan berliterasi, dimungkinkan akan memaksimalkan sekolah tersebut unggul dalam prestasi akademik maupun non-akademik.

Teknis yang dapat dilakukan adalah menentukan satu hari untuk kegiatan wajib baca bagi warga sekolah. Kita masih ingat, ketika pada tahun 2016 ada canangan dari Kemdikbud saat itu tentang program wajib baca15 menit prapembelajaran dimulai. Sayangnya, tidak semua sekolah menyikapi program ini secara memadai.

Indikator yang dapat diungkap, warga sekolah menyerahkan urusan berliterasi ini hanya kepada pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Padahal, urusan berliterasi secara lebih khusus adalah tanggung jawab semua pengampu mata pelajaran. Apa pun alasannya, hal ini wajib dipahami warga sekolah. Sebab, hal yang mustahil pembelajaran dapat berlangsung dengan atraktif, dan peserta didik banyak ambil peran sebagai pelaku pembelajaran?

Strategi yang dapat dilakukan adalah semua guru mapel meranacang penentuan “Hari Literasi Sekolah.” Misalkan, ditentukan setiap Senin. Langkah berikutnya, secara bergilir semua guru mapel menjadwalkan Senin minggu pertama awal bulan semester berjalan memberikan giat berliterasi dengan aneka aktivitas. Seterusnya, guru mata pelajaran menjadwalkan hal yang sama. Ada yang menugaskan membaca buku fiksi atau non-fiksi. Ada pula yang memberikan peluang berdiskusi. Lalu ada pula yang menuliskan reportase dari hasil berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Penjadwalan yang terprogram, akan menjadikan giat berliterasi sebagai pembiasaan yang menyenangkan. Tempat berliterasi, dapat memanfaatkan lingkungan sekolah seperti perpustakaan, teras masjid dan taman sekolah. Apabila hal ini dilaksanakan dengan program, pelaksanaan, pemantauan, penilaian, dan akan ditindaklanjuti sebagai giat yang bermanfaat, tak ayal akan mengerucut sebagai budaya sekolah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image