Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sholahuddin Muhsin

Pandemi dan Kerinduan Sekolah Tatap Muka

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 09:02 WIB

Oleh: Sholahuddin Muhsin

Tulisan ini saya ketik dalam suasana hati yang sedih, setelah beberapa minggu pemerintah daerah Kabupaten Jepara memberikan ijin Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas ke sekolah, karena level kabupaten Jepara yang sudah zona hijau.

Tetiba terjadi cluster sekolah di Mts Al-muttaqin desa Rengging Pecangaan Jepara. Sebanyak 24 siswa dan 3 guru terpapar virus Covid-19. Pandemi yang berjalan dua tahun ternyata telah melumpuhkan berbagai macam hal, tidak hanya pendidikan, hampir semua lini kehidupan terkena imbas dari pandemi, transportasi, perdagangan, ekonomi dan lain sebagainya.

Hingga hari ini, sudah 199 negara yang terkena virus Covid-19, dan merenggut lebih dari 1, 1 juta jiwa nyawa manusia. Virus ini telah mematahkan supremasi manusia yang memimpin peradaban yang kadang dibarengi dengan nada arogan dan dibarengi dengan menegasikan lingkungan sekitar.

Pada 20 maret 2020, menulis sebuah artikel berjudul the world after corona virus di Finansial times, antara lain menulis, the decision people and goverment take in the next few week will probably shape the world for years to come (Keputusan yang diambil oleh pemerintah dan rakyat dalam beberapa minggu ke depan kemungkinan besar akan menentukan bentuk dunia bertahun-tahun yang akan datang). Tulisan ini muncul setelah tidak lama WHO menetapkan Covid-19 sebagai sebuah pandemi yang menerjang hampir semua negara di dunia.

Dengan nada yang lebih tegas Harari menyatakan lagi, when choosing between alternatives, we should ask our selves not only how to overcame the immediate threat, but also what kind of world we will inhabit once the storm passes (ketika memilih dari banyak alternatif, kita harus bertanya pada diri kita bukan saja bagaimana mengatasi ancaman saat ini, tetapi juga dunia yang seperti apa yang akan kita tempati ketika badai ini telah berlalu).

****

Masa depan memang gamang, sebagaimana dimasygulkan oleh Harari diatas. Namun yang sudah lamat-lamat pasti adalah dunia telah berubah drastis akibat covid-19. Jika sebelum wabah ini terjadi orang berbicara mengenai disrupsi yakni perubahan cepat di era digital yang tidak bisa diprediksi. Berbagai macam issu muncul ketika munculnya masa pandemi covid-19, diantaranya ada issu keagamaan, sosial, budaya dan yang tak kalah pentingnya adalah pendidikan.

Salah satu implikasi dari pandemi covid-19 di dunia pendidikan adalah adanya pergeseran pola pembelajaran dari tatap muka menjadi pembelajaran dalam jaringan atau daring. Semua tingkatan, dari RA hingga perguruan tinggi semua harus daring.

Moda pendidikan daring memiliki kelemahan yaitu peserta didik tidak bisa secara langsung melihat dan menyaksikan tindak tanduk, etika seorang guru. Padahal pendidikan pada hakekatnya adalah tidak hanya transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga tranfer nilai (values) akhlaq (attitude) dan lain sebagainya.

Menurut Prof Muhammad Nuh, mantan menteri pendidikan nasional, apabila kita terus-terusan pembelajaran daring maka akan dikhawatirkan terjadinya stunting. Yaitu para peserta didik tidak mendapatkan pembelajaran sebagaimana yang dia seharusnya dapatkan dan oleh karena itu dia akan terhambat tumbuh dan berkembangnya.

Berbahaya lagi jika kita mengalami apa yang oleh para ahli disebut sebagai lost generation, generasi yang hilang karena lemahnya pengetahuan, karakter dan nilai-nilai dari para peserta didik.

***

Maka sudah sangat wajar sekali apabila para orang tua siswa/siswi sudah sangat merindukan sekali pembelajaran dengan tatap muka dengan melakukan adaptasi-adaptasi terhadap kebiasaan-kebiasaan baru (new normal). Jangan sampai terjadi seorang siswa/siswi tidak mengetahui guru yang mengampu atau lokasi sekolah dimana dia harus menuntut ilmu. Karena sudah setahun tidak diadakan pembelajaran secara tatap muka.

Sebagai seorang guru di madrasah Aliyah NU Al-mustaqim Jepara, mengajar dan KBM merupakan salah satu hiburan yang menyenangkan bagi guru. Oleh karena itu ketika pandemi covid-19 berakhir, saya berkeinginan pembelajaran tatap muka dilakukan kembali. Kami rindu kenangan dimana kami bisa melakukan supervisi secara langsung kepada murid, memberikan pelatihan-pelatihan secara mengena kepada peserta didik dan lain sebagainya.

****

Saya termasuk salah satu guru yang optimis, bahwa disetiap cobaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, pasti ada blessing in disguise (rahmat yang ada dibaliknya). Salah satu hikmah yang tersembunyi dari adanya covid-19 adalah guru dan murid dipaksa oleh keadaan untuk melakukan inovasi, kreasi, dan pembuatan alat peraga pembelajaran yang lebih kontekstual dengan masa pandemi.

Sebagai contoh, saya sebagai pengajar muatan lokal baca kitab di Madrasah Aliyah Matholi’ul Huda Bugel harus memutar otak dengan melakukan perekaman suara pembacaan kitab klasik. Dan hasil rekaman kemudian kita kirimkan ke e-learning siswa atau siswi.

Mereka memutar hasil rekaman di rumah mereka dengan memberikan makna gantung dikitab mereka masing-masing. Tetapi hal ini pun tidak memotong kerinduan kami terhadap sekolah tatap muka. Karena sekolah tatap muka itu penuh dengan berkah (full of berkah) yang tidak ditemukan dalam daring (dalam jaringan). Wallahu A’lam bi Ashawaab .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image