Andai Pandemi Pergi : Emak-emak Seluruh Indonesia Bakal Hajatan Besar, Bosan Jadi Guru Super Dadakan
Lomba | 2021-09-25 01:36:43Sudah beberapa bulan ini banyak suara hati dari kaum emak-emak yang berteriak histeris, karena menjadi guru dadakan bagi putra putri mereka di rumah. Anak anak mereka sebelum masa pandemi, dapat belajar setiap hari di sekolah, namun selama pandemi dimulai sekitar bulan Maret 2020 lalu sekolah tatap muka tidak diperbolehkan lagi. Menurut laman kompas.com Larangan sekolah tatap muka ini dilaksanakan sesuai edaran No 4 tahun 2020, bahwa Mendikbud, Nadiem Makarim menegaskan dengan tegas bahwa belajar dari rumah dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna untuk siswa di masa pandemi ini. Dengan begitu pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu alternatif, agar siswa dapat menuntaskan seluruh capaian kurikulum yang sudah ditentukan untuk kenaikan kelas atau sebagai kategori kelulusan sekolah.
Namun edaran dari Nadiem langsung ditolak mentah-mentah oleh para emak-emak di seluruh Indonesia. Selain otak emak-emak harus berpikir kembali untuk mengasah pengetahuannya yang sudah lama ditinggalkan. Emak-emak pun harus mengeluarkan pengeluaran tambahan untuk beli kuota. Bahkan harus berebutan handphone dengan anaknya. Biasanya, emak-emak bersantai menikmati drama korea atau menikmati sinetron di salah satu stasiun televise. Tapi selama masa pandemi emak-emak tidak bisa lagi menikmati hiburan mereka setelah lelah bekerja seharian di rumah mengurus pekerjaan rumah, anak dan suami mereka. Bagi mereka, pekerjaan mereka menjadi bertambah dengan adanya sekolah daring ini.
Seandainya mereka bisa demo, mungkin sudah banyak persatuan emak-emak di seluruh Indonesia berkumpul untuk menyatukan uneg uneg mereka kepada pemerintah. Agar sekolah daring ini sesegera mungkin dihilangkan. Dengan harapan, agar pandemi di muka dunia ini pergi jauh dan hilang tanpa jejak. Sehingga kebebasan mereka dapat mereka nikmati kembali. Bagi mereka pandemi yang saat ini bersarang di muka bumi ini adalah sebuah kerangkeng yang sulit bagi mereka lepasi. Selain berpikir keras untuk kemajuan anak, mengasah otak juga membujuk anak anak mereka untuk semagat untuk bersekolah daring. Sebab, ada beberapa anak yang lebih penurut terhadap perintah gurunya dibandingkan orang tua mereka sendiri. Selalu ada kata âKata bu guru harus begini. Kata Pak guru harus begitu,â sedangkan kata emaknya langsung dibantah habis habisan. Inilah yang membuat emak-emak muncul tanduk di kepala mereka. Garang seperti singa yang mengaum melihat makanan di depan mata. Itulah istilah emak-emak yang kesal terhadap anaknya yang susah untuk diajak kompromi saat daring.
Bahkan, ada juga emak-emak yang merasakan bahwa merekalah yang bersekolah. Bukan anak anak mereka, selain harus mengulas semua mata pelajaran yang dipelajari si anak, emak-emak pun harus terlihat lebih pandai dari si anak. Ternyata keluhan mengulas seluruh mata pelajaran ini merupakan sebuah momok yang sangat besar bagi kaum emak-emak berdaster. Kenapa demikian ? Karena tidak semua emak-emak di seluruh Indonesia ini menguasai seluruh mata pelajaran anak nya di sekolah. Dikarenakan faktor umur yang sudah tak mampu lagi menangkap ilmu pelajaran, atau mungkin si emak memang tidak pernah mengenjam pendidikan. Bukankah ini suatu hal yang menjadi permasalahan besar dari si emak-emak yang memiliki anak yang bersekolah di tingkat SD atau pun TK.
Bagi mereka dengan menyekolahkan anaknya di sekolah maka tugas mereka untuk memberkan pelajaran tidak termasuk kategori penting lagi. Karena sudah diwakilkan oleh guru mereka di sekolah, mereka hanya sekedar memantau dan melihat seberapa jauh anaknya menangkap pembelajaran di sekolah. Makannya mereka lebih memilih menjadi kaum rebahan atau emak-emak berdaster yang hobi nonton drakor, jualan online atau sekedar nonton sinetron di salah satu stasiun televisi swasta yang menayangkan sinetron kesayangan mereka.
Dengan adanya belajar daring ini, tugas emak-emak menjadi bertambah banyak. Belum lagi membersihkan rumah, pergi ke pasar, menyiapkan makanan untuk keluarga, dan harus fokus melihat anaknya sekolah daring. Jika tidak difokuskan, maka si anak akan lebih memilih bermain game atau sekedar menonton youtube. Dan parahnya lagi keluhan dari emak-emak adalah tugas yang diberikan oleh gurunya sangatlah banyak. Satu mata pelajaran bisa mencapai dua atau tiga tugas. Atau pelajaran matematika yang sebagian besar emak-emak dianggap momok besar di saat sekolahnya dulu. Dan sekarang ia harus mengajarkan anak anaknya pelajaran matematika. Tanpa dikasih jalan, tanpa dikasih pembahasan oleh sang guru. Si emak kudu mengetahui jawaban pastinya dan harus memberikan contoh jalan keluar untuk memecahkan soal matematika tersebut. Jika si anak tidak juga paham, maka taring si emak-emak akan keluar. Dan bisa membuat heboh sekampung dengan suara mengelegarnya. Kalau sudah begini, maka si anak akan mengeluarkan jurus bersilat lidah. âMama ngk kaya bu guru yang mengajarkan kami dengan benar. Mama cuma bisa marah marah, melotot, bahkan memukul kami dengan lidi jika tidak dapat menguasai pelajaran matematika,â kalimat itu yang sering penulis lihat di timelines facebook ataupun IG.
Si emak berubah menjadi monster tak berperasaan, taring mereka akan keluar, suara mereka akan mengelegar terdengar ke seluruh rumah tetangga. Jika hal ini sudah terjadi, maka si anak akan mengeluarkaan jurus yang lebih mematikan, yaitu menangis dan ngambek tak mau lagi belajar daring. Ah, suatu kenyataan yang sulit dilukiskan jika hal ini akan terus berlangsung lama. Atau 5 tahun kedepan, jika pandemi ini tidak segera berakhir.
Belum lagi efek dari si anak yang terus menerus menggunakan gadget. Padahal gadget bisa merusak otak anak jika hal ini terus dibiarkan terlalu lama menatap layar gadget, akan ada radiasi yang ditimbulkan dari gadget tersebut. Atau anak akan kecanduan menggunakan gadget, atau dengan istilah screen dependency atau yang dikenal dengan gangguan ketergantungan terhadap layar gadget. Tanda tanda yang bisa kita lihat jika anak sudah kecanduan gadget adalah, anak lebih menjadi agresif atau pemarah. Jika si anak tidak memegang gadget. Anak anak tersebut akan menjadi tantrum bila gadget diambil dari tangannya. Anak anak juga tidak tertarik bermain di luar rumah bersama teman temannya.
Dengan seringnya memain gadget, maka anak akan condong kearah suka berbohong. Hal ini dikarenakan anak anak ingin memiliki waktu yang cukup lama untuk memain gadget. Tidak menutup kemungkinan anak anak akan sangat susah memiliki fokus. Daya fokus mereka akan sangat berkurang. Hal inilah yang tidak diinginkan oleh kaum emak-emak zaman sekarang. Mereka ingin anaknya tetap bersekolah seperti sedia kala, tidak perlu lagi bantuan emak-emak untuk mengerjakan tugas sekolahnya ataupun tugas tugas lainnya yang menjangkut pelajaran sekolah. Jika emak-emak di seluruh Indonesia bisa melaksanakan demo, mungkin saja demo emak-emak akan mengalahkan demonya anak STM yang berlangsung beberapa waktu lalu. Ah, tidak bisa kita bayangkan jika itu terjadi..hehe.(***)
#LombaMenulisOpini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.