Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zainab Al-Muhdar

Pandemi Pergi, Akankah Kesehatan Mental Membaik?

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 16:57 WIB

Dua tahun pandemi Korona menghantam dunia dan kondisi dunia saat ini belum membaik meskipun kasus COVID-19 telah mengalami penurunan signifikan sejak diberlakukan PPKM tanggal 3-20 Juli silam dan kini PPKM masih berlanjut dengan sejumlah kelonggaran pada sektor tertentu. Hal ini juga diiringi dengan program pemerintah yang melakukan vaksin secara massal kepada seluruh warga Indonesia dan pemberlakuan kewajiban vaksin minimal dosis 1 pada persyaratan tertentu seperti persyaratan penerbangan hingga persyaratan mengurus pernikahan.

Penurunan kasus COVID-19 yang cukup signifikan merupakan suatu kebanggaan bagi seluruh masyarakat Indonesia terlebih saat ini diklaim seluruh Indonesia telah terbebas dari zona Merah, namun apakah ini pertanda pandemi akan segera usai dari bumi pertiwi ini? Ya, sepertinya hal ini tidak serta merta menjadikan pandemi berakhir karena kasus COVID-19 masih terus ada di Indonesia dan sebagai masyarakat dan juga pemerintahan kita tetap diwajibkan untuk mematuhi protokol kesehatan sebagai sarana pencegahan dari melonjaknya kasus COVID-19 ini. Pencegahan COVID-19 tidak terbatas pada menjaga protokol kesehatan saja, namun pencegahan dan menjaga kesehatan di kala pandemi juga harus diiringi dengan menjaga kesehatan mental terlebih persoalan kesehatan mental merupakan persoalan yang cukup serius dan berpengaruh pada kesehatan jasmani kita. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kejiwaan Indonesia sebagai berikut :

http://www.pdskji.org/home" />
Sumber: http://www.pdskji.org/home

Hasil survei yang dilakukan oleh PDSKJI tersebut menjelaskan dari 34 provinsi di Indonesia dengan total responden sebanyak 4010 orang yang diperiksa sebanyak 64,8 persen responden yang diperiksa dari 34 provinsi di seluruh Indonesia mengalami gangguan jiwa dengan 65 persen mengalami gangguan jiwa cemas, 62 persen mengalami depresi dan 75 persen mengalami trauma di masa pandemi ini. Selanjutnya, rentang usia yang mengalami gangguan jiwa berusia 17-29 tahun dan diatas usia 60 tahun. Jika kita meninjau dari data tersebut tentu pandemi ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental masyarakat di Indonesia. Hal ini didukung oleh banyaknya permasalahan yang timbul selama pandemi ini mulai dari permasalahan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), angka kemiskinan yang meningkat akibat pandemi Korona ini (penurunan pendapatan, pemotongan gaji dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), maraknya informasi yang beredar dan sulit dibedakan antara benar dan HOAX, dan permasalahan sosial lainnya yang turut berpengaruh pada kesehatan mental selama pandemi.

Permasalahan mental sebagaimana yang dijabarkan diatas jika tidak ditangani dapat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani masyarakat bahkan lambat laun dapat menyebabkan kematian. Permasalahan ini juga menjadi perhatian pemerintah karena masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dapat menghubungi hotline 119 dengan nomor ext. 8 agar dapat menemukan jalan keluar dalam permasalahan yang sedang dihadapi. Selanjutnya, jika pandemi berakhir dan pergi dari dunia ini, akankah kesehatan mental masyarakat mulai membaik dan dapat beraktivitas secara normal seperti sedia kala?. Tentu, pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang cukup sulit dijawab namun kita sebagai manusia optimis bahwa pandemi akan segera pergi dari dunia ini dan dunia ini akan kembali menjadi normal seperti sedia kala.

Pertama, ketika pandemi ini berakhir perubahan pada kesehatan mental seseorang bertahap menjadi lebih baik karena di situasi yang sulit ini kita belajar banyak hal termasuk dalam aspek kesabaran, keikhlasan dan tentunya memiliki banyak waktu untuk kumpul bersama keluarga dan orang-orang terdekat kita. Kedua, adapun dalam pandemi ini membuat kita merenungi semua perjalanan kehidupan kita bahkan dengan adanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) maupun bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap penggunaan teknologi mulai dari Zoom, Google Meeting (G-Meet) hingga fitur lainnya yang mendukung kita dalam melakukan aktivitas kerja maupun studi kita. Hal ini juga mendukung adanya Webinar secara daring yang banyak sekali kita jumpai dengan beragam penyelenggara dan topik yang dibahas mulai dari pendidikan hingga aspek ekonomi namun hal ini seharusnya juga tidak membuat kita kehilangan semangat untuk belajar hal baru meskipun acara secara daring ini dapat membuat efek samping baik dalam jangkan pendek maupun jangka panjang. Pandemi ini juga banyak melahirkan profesi pekerjaan baru yang membuat kita harus mampu beradaptasi dengan teknologi sehingga mengejar ketertinggalan kita terhadap pemahaman teknologi merupakan sebuah keharusan. Ketiga, pandemi ini juga melatih kedewasaan kita untuk bertahan di situasi yang sulit seperti ini dengan kita dapat meminta bantuan orang disekitar kita jika kita mengalami gangguan mental, Psikater atau Psikolog jika memang dirasa permasalahan cukup serius dan dengan banyaknya edukasi kesehatan mental melalui media sosial dan semua platform daring ini mampu menjadi ilham kita untuk meningkatkan rasa kepedulian terhadap kondisi kesehatan mental dari diri kita sendiri dan mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini. Hal tersebut merupakan bagian dari alat bantu untuk mengatasi gangguan mental yang terus menerus menghantui kita karena sejatinya manusia juga membutuhkan siraman Rohani dengan dekat kepada sang Pencipta (Allah SWT) dan kajian-kajian dakwah yang menyejukkan dan memberikan ketentraman pada harmoni kita agar dapat mengatasi permasalahan di dunia ini. Terakhir, yang perlu disadari setiap individu memiliki cara tersendiri untuk mengatasi gangguan mental yang dihadapinya dan setelah pandemi ini berlalu kita akan menjadi lebih sehat jiwa dan raga kita dan bisa beraktivitas seperti sedia kala.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image