Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rina Dwi Susanti

LIMA HIKMAH PANDEMI COVID-19

Lomba | 2021-09-24 16:48:37
Sumber: Dokumen pribadi

“Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.” Q.S. Al-Insyirah 5-6

Sudah hampir dua tahun, penduduk dunia hidup bersama Covid-19. Penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang diduga berasal dari Wuhan, Tiongkok itu telah mengubah hidup milyaran manusia di dunia. Setakat ini, di Indonesia saja, sekitar 4,2 juta orang telah terkonfirmasi positif Covid-19 dan 140.000 di antaranya meninggal dunia.

Tentunya telah banyak pula dampak negatif yang kita rasakan akibat pandemi Covid-19 ini. Namun, adalah sebuah hukum alam jika dalam suatu hal yang dianggap buruk, akan ada pula sisi baik yang terselip di dalamnya. Telah termaktub pula dalam Al-Qur’an jika setelah kesulitan akan datang kemudahan. Setelah pandemi ini berakhir, sekurang-kurangnya akan ada lima hikmah yang dapat kita maknai dan kita jadikan harapan bersama.

Menyadari betapa pentingnya menjaga keseimbangan dan kelestarian alam

Hingga saat ini, para ahli pada umumnya berpendapat bahwa virus SARS-CoV-2 mulanya beredar di antara hewan liar, menular kepada manusia, kemudian berevolusi dan beradaptasi dengan tubuh manusia. Namun, di sisi lain, mereka juga tidak mengabaikan kemungkinan bahwa virus tersebut merajalela akibat kelalaian di laboratorium. Menurut mereka, kemungkinan apapun sebetulnya dapat saja terjadi, tetapi yang paling mendesak saat ini ialah persiapan untuk mengantisipasi pandemi-pandemi lain di masa mendatang.

Para ahli juga menemukan hubungan yang signifikan antara aktifitas manusia, seperti pembukaan lahan hutan secara besar-besaran, perdagangan dan kegiatan mengonsumsi satwa liar, dengan munculnya virus serta wabah baru. Ini berarti, manusia perlu menjalin hubungan yang baik dengan alam agar dapat terus menjalani kehidupan yang sehat. Perusakan alam oleh manusia nyatanya telah terbukti merugikan kehidupan manusia itu sendiri.

Pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih melanda dunia, pada sisi positifnya, diharapkan dapat menyadarkan manusia bahwa alam semesta yang kita huni saat ini merupakan tempat yang sangat besar dan penuh misteri, di mana berbagai jenis makhluk hidup, termasuk virus, tinggal dan berkembang biak. Segala aktifitas yang merusak alam dapat memicu virus dan parasit untuk keluar dari habitatnya dan menginfeksi manusia.

Iklim menjadi lebih seimbang

Apakah ada di antara kita yang menyadari bahwa selama berlangsungnya pandemi Covid-19 ini, terutama setelah kebijakan lockdown diberlakukan, Indonesia tidak dilanda musibah kekeringan? Padahal, sebelum pandemi melanda, satu atau dua stasiun televisi pasti ada yang memberitakan perihal kekeringan di daerah-daerah tertentu di Indonesia.

Wulandari (35), seorang warga Pamulang, Tangerang Selatan, mengemukakan pengalamannya di musim kemarau tahun ini. “Sudah setahun lebih, setiap kali musim kemarau, saya tak perlu repot mancing pompa air supaya bisa narik air dari sumur bor. Biasanya saya harus mancing dengan beberapa gayung air dulu, baru pompa bisa narik,” katanya.

Hal-hal di atas menjadi indikator bahwa telah terjadi tren perubahan iklim yang positif. Mungkin saja planet Bumi memerlukan semacam rehat dari aktifitas beratnya sehari-hari. Bumi ini perlu memulihkan “kesehatannya” demi menjaga keberlangsungan hidup umat manusia. Kemunculan virus SARS-CoV-2 bahkan bisa jadi adalah sebuah mekanisme pertahanan yang diluncurkan planet Bumi agar dirinya tetap stabil.

Selama ini, kita sudah diresahkan dengan perubahan iklim yang ekstrim akibat fenomena pemanasan global di permukaan Bumi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa peduli dan bertanggung jawab atas isu ini. Tampaknya, pandemi Covid-19 telah pula membantu pihak-pihak tersebut untuk merawat dan menstabilkan kembali keadaan planet Bumi. Semoga saja tren perubahan positif terkait musim dan iklim yang kita amati di Indonesia juga sedang dan akan terjadi di belahan Bumi lainnya.

Kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia dan di dunia cenderung membaik

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat gas buang kendaraan bermotor. Bappenas juga mendukung pernyataan tersebut dengan mengungkapkan bahwa 60-70% penyebab pencemaran udara adalah asap dari knalpot kendaraan bermotor. Tingkat mobilitas manusia yang tinggi di kota-kota besar di Indonesia dan di dunia adalah salah satu penyebab masifnya penggunaan kendaraan bermotor.

Namun, setelah diberlakukannya kebijakan lockdown dan work from home, indeks pencemaran udara di sejumlah kota besar di Indonesia dan di dunia menurun cukup drastis. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Umara Firman, dkk. yang terbit dalam Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyebutkan bahwa kualitas udara di Jakarta pada bulan Maret 2020 berada dalam kualitas yang lebih baik dibandingkan pada bulan Maret tahun sebelumnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan work from home memang memiliki dampak yang positif pada kualitas udara di Jakarta.

Ternyata tak hanya di Jakarta, pandemi Covid-19 juga telah melahirkan langit yang biru di berbagai belahan dunia. Di New York, Amerika Serikat, pada bulan Maret 2020, kadar karbon monoksida (zat yang sering dijadikan acuan penilaian kualitas udara) teramati turun sebanyak 50% dibandingkan bulan Maret tahun sebelumnya. Lalu, di New Delhi, India, indeks pencemaran udara turun hingga 71% seminggu setelah kebijakan lockdown diberlakukan di sana.

Tentunya, setelah berakhirnya pandemi, kita berharap pula jika kualitas udara yang kita hirup akan tetap baik.

Menghargai dan menghormati arti pentingnya kehidupan

Tingginya angka kematian akibat Covid-19 memberikan hikmah tersendiri bagi kita. Cerita-cerita mengharukan yang dibagikan warganet di media sosial telah merekam betapa mengerikannya pandemi yang sedang kita alami saat ini. Kesehatan dan kehidupan adalah dua hal yang sangat diharapkan dan disyukuri oleh setiap orang di masa-masa seperti ini.

Banyak orang kehilangan sosok-sosok yang mereka cintai dalam pandemi ini. Salah satunya Bagas (26), warga Jakarta, yang mesti kehilangan ayah dua minggu menjelang pernikahannya. “Seandainya dapat menunda kepergian ayah saya, tapi takdir berkata lain,” terangnya. Kesedihan mendalam terlihat jelas pada matanya. “Sekarang saya cuma berharap ibu dan kakak saya tetap sehat,” imbuhnya.

Bayangan ketakutan ditinggal oleh orang yang dicintai membuat kita menyadari betapa berharganya sebuah kehidupan. Selagi kita dan orang-orang yang kita cintai masih diberi kehidupan dan kesehatan, alangkah baiknya jika waktu membersamai mereka digunakan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita menyesal karena tidak sempat melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita cintai.

Rasa kemanusiaan dan sikap tolong-menolong yang semakin terasah

Selama satu setengah tahun keberadaannya, pandemi Covid-19 telah merenggut jutaan nyawa di dunia. Hal ini memunculkan rasa empati kolektif dari manusia-manusia di berbagai belahan dunia. Rasa empati itu kemudian mendorong mereka untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang dapat membantu manusia lainnya. Inisiatif inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain.

Meski rasa kemanusiaan dan sikap tolong-menolong telah ada tanpa perlu diuji oleh musibah, adanya pandemi Covid-19 ini makin mengasah naluri manusia untuk berbuat kebaikan. Telah jamak kita saksikan bagaimana tenaga medis mengorbankan waktu, tenaga, dan keselamatannya demi menolong pasien-pasien yang terinfeksi Covid-19. Kita temui juga masyarakat yang rela menghibahkan hartanya untuk membantu orang-orang yang terkena imbas pandemi.

Kejadian-kejadian semacam ini meyakinkan kita bahwa, sejatinya, pandemi Covid-19 memiliki nilai positif pada kehidupan manusia. Pandemi ini bisa saja merenggut jutaan nyawa, tapi ia tak akan mampu mencabut rasa empati dari jiwa manusia. Rasa kemanusiaan itu justru akan bertahan dan semakin terasah setelah masa pandemi ini berakhir.

Pada akhirnya, pandemi ini sesungguhnya memiliki potensi untuk mengajarkan kita agar menjadi manusia yang lebih baik. Setelah pandemi usai, kita diharapkan menjadi lebih pandai menjaga hubungan baik dengan alam, makhluk hidup, dan manusia lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image