Menanti Dunia Tanpa Corona
Lomba | 2021-09-24 14:12:30Sudah hampir dua tahun dunia berjibaku dengan pandemi. Sebuah makhluk tak kasatmata bernama Corona, mampu mengubah tatanan hidup manusia. Dari yang awalnya berlomba-lomba agar wajah tampak glowing saat keluar rumah, nyatanya harus rela selalu ditutup masker berlapis. Kafe-kafe yang tak pernah sepi pengunjung, kini berubah hening bak pemakaman. Seluruh fasilitas publik dibatasi sirkulasinya. Kalaupun sudah banyak yang beroperasi, jelas masih tak seleluasa tahun-tahun sebelumnya. Hingga merimbas pada berbagai pusat perbelanjaan yang gulung tikar. Saat ini, rumah menjadi tempat ternyaman dalam segala kondisi. Di satu sisi juga banyak orang berbondong-bondong memburu rumah sakit, serumit apa pun persyaratannya. Mau tak mau, seluruh protokol kesehatan wajib dilaksanakan. Jika tidak patuh, bisa-bisa nyawa menjadi taruhan.
Saking lamanya hidup dalam kungkungan virus, rasanya agak lupa bagaimana suasana hidup normal. Tanpa harus selalu memakai masker saat keluar rumah, tanpa kulit kering gara-gara hand sanitizer, bebas berinteraksi langsung dengan orang lain di mana pun. Setiap orang pasti merindukan kondisi tersebut. Hanya saja tak satu pun bisa memprediksi kapan pandemi akan berakhir. Bahkan dari kalangan ahli pun berargumen bahwasanya dunia harus mempersiapkan diri agar bisa hidup berdampingan dengan virus mematikan ini. Kendatipun kini sudah ada vaksin untuk mencegah penularan, belum ada pengobatan khusus untuk pasien Corona. Hal itulah yang menyebabkan aturan negara juga fluktuatif mengikuti dampak penyebarannya. Hingga orang-orang yang mulai putus asa menjadi tak peduli lagi dengan bahaya yang mengancam diri dan sekitarnya.
Tak ada yang tahu pasti kapan pandemi akan berhenti, tetapi semua ini terjadi tentu atas kehendak Ilahi. Dia Maha Mengerti keluh kesah manusia akibat musibah ini. Dia-lah yang paling memahami penderitaan seorang hamba yang lemah. Dan jelas hanya Dia yang paling bisa mengatur kapan sebuah petaka itu hadir dan pergi. Oleh karena itu, sudah selayaknya manusia senantiasa pasrah serta memohon kesabaran dan kekuatan atas apa pun yang terjadi dalam hidupnya. Termasuk wabah ini yang bisa jadi sudah merenggut nyawa orang terkasih, jelaslah ada hikmah yang bisa diambil di baliknya.
Jika direnungi kembali, sebelum virus menjangkiti dunia, pernahkah manusia hidup sebersih sekarang? Selalu mandi atau paling tidak mencuci tangan sehabis keluar rumah. Saling tolong-menolong dengan orang-orang yang membutuhkan. Sungguh-sungguh berempati terhadap kerja keras guru yang mendidik siswa di sekolah gara-gara saat ini orang tualah yang harus mengajar materi di rumah. Menghargai jasa para tenaga kesehatan yang pontang-panting merawat beribu pasien sampai-sampai lupa mengurus dirinya sendiri. Serta masih banyak lagi kebaikan yang mungkin akan terus diabaikan oleh khalayak jika pandemi ini tak ada. Terlebih lagi, nikmat kesehatan yang hampir tiap manusia remehkan.
Sang Maha Kuasa tak mungkin salah menempatkan takdir. Buruk di hadapan manusia, belum tentu buruk di hadapan-Nya. Terkadang seseorang yang senang berkhayal akan sering mengeluh jika ini tidak terjadi atau jika itu terjadi. Padahal sejatinya tak ada seorang pun yang benar-benar mengetahui takdir terbaik baginya di kemudian hari. Jika saat ini dia mendapat kesulitan, yakinlah bahwa Yang Maha Pengatur sudah menyiapkan kemudahan!
Saat pandemi hilang, berbagai macam rencana masa depan menyerbu. Melancong ke luar negeri, berkemah di tepi pantai, pergi ke tempat-tempat hiburan, menyibukkan diri dengan pekerjaan di kantor, semua itu wajar saja jika direalisasikan. Namun, sudahkah mental agar hidup dengan lebih banyak syukur dan bermurah hati dipersiapkan? Atau justru balas dendam besar-besaran atas kebebasan yang sempat teredam?
Harapan akan berakhirnya pandemi akan selalu terucap dalam doa. Namun jangan dilupakan bahwa waktu terus berjalan! Sangat disayangkan jika waktu hanya dihabiskan dengan meratapi penantian. Sedangkan ada hal lain yang terus mengejar, yaitu kematian. Tak perlu menunggu sakit, tak harus menjadi tua, tak butuh tertimpa bencana terlebih dulu baru bisa meregang nyawa. Sebab sekali lagi, setiap takdir sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Oleh sebab itu, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.