Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

OSS Berbasis Resiko

Bisnis | Friday, 24 Sep 2021, 09:55 WIB

Dibalik OSS Berbasis Risiko

Oleh: Dhevy Hakim

Pandemi tidak menutup mata telah membawa dampak yang luar biasa pada sektor ekonomi. Iklim ekonomi dunia yang sudah memburuk di akhir tahun 2019 akibat siklus resesi, kian terpukul dengan adanya pandemi. Selangkah demi selangkah, perekonomian berusaha diperbaiki dengan memperbanyak aktivitas ekonomi. Salah satunya dengan menghidupkan UMKM.

Masalah perizinan usaha selama ini dipandang sebagai penghambat para pelaku usaha untuk mendirikan UMKM. Oleh karenanya pemerintah berusaha memperbaiki sistem perizinan. Dalam hal ini cara yang diambil pemerintah dengan menerbitkan sistem OSS.

Sistem OSS (online single submission) berbasis resiko sendiri merupakan sistem pelayanan perizinan usaha terintegrasi secara elektronik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan sistem OSS berbasis resiko pada tanggal 9 Agustus 2021. Dengan adanya sistem OSS berbasis resiko, presiden berharap para pelaku UMKM memanfaatkan layanan tersebut. Izin berusaha mudah didapatkan, transparan dan tidak ada suap lagi. (katadata.co.id, 9/8/2021).

Namun, benarkah murni untuk UMKM?

Perizinan berbasis resiko atau risk base approach (RBA) sendiri merupakan sistem perizinan yang didasarkan pada penilaian seberapa besar resiko dari usaha yang dijalankan sehingga nantinya akan mendapatkan perizinan. Dalam perizinan berbasis resiko bagi usaha yang memiliki tingkat potensi resiko tinggi maka akan lebih mudah perizinannya. Hal ini berbeda dengan perizinan biasa, pelaku usaha yang memiliki potensi resiko tinggi akan sulit mendapatkan perizinan.

Peralihan perizinan biasa menuju perizinan berbasis resiko mulai berlaku sejalan dengan disahkannya UU Ciptaker. Dengan adanya payung hukum mengenai usaha, menurut versi pemerintah akan memberikan kepastian hukum bagi pengusaha untuk berinvestasi. Dengan meningkatnya investasi, usaha bisa jalan dan ekonomi pun bisa tumbuh.

Melansir dari indonesia.go.id (6/4/2021), adanya perizinan berbasis resiko sejalan juga dengan target pemerintah untuk menggiatkan kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB) Indonesia di tahun 2021 sehingga bisa naik peringkat dari urutan ke-73 menjadi urutan ke-40 dunia. Tak heran, semua beleid pun disiapkan untuk hal tersebut.

Perlindungan terhadap para pelaku usaha pun akhirnya bisa berbeda-beda. Pelaku usaha yang memiliki usaha beresiko tinggi, dengan adanya OSS berbasis resiko ini mereka lebih mendapatkan perlindungan usaha dari negara. Jika didasarkan pada peringkat EoDB yakni kemudahan masuknya investasi asing, maka pelaku usaha yang mendapatkan perlindungan “terbaik” adalah para pengusaha atau investor besar.

Dari sini setidaknya dapat diketahui ada maksud dibalik OSS berbasis resiko, diantaranya sebagai berikut.

Pertama, OSS berbasis resiko tidak lain adalah bagian dari lanjutan UU Cipta Kerja dengan target untuk meningkatkan investasi dalam rangka memperbaiki pertumbuhan ekonomi.

Kedua, OSS berbasis resiko bisa digunakan sebagai tameng bagi pelaku usaha hitam. Seperti usaha yang membawa dampak pada lingkungan, bermasalah dengan jaminan halal ataupun kesehatan. Tentu saja hal ini membahayakan jika pelaku usaha seperti itu bisa lolos izin usahanya.

Ketiga, hanya menguntungkan pengusaha besar bukan UMKM. Karena realita dari RBA yang ada di UU Ciptaker jelas-jelas para pengusaha /investor besar.

Oleh karenanya niat baik untuk memulihkan kondisi ekonomi negara tidak boleh dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Dibutuhkan langkah cermat sehingga solusi yang diberikan tidak seperti tambal sulam. Keluar satu masalah, lalu mendapatkan masalah yang baru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image