Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Pinjung Nawangsari

Krisis Hunian di Negeri Urban: Mengurai Backlog Rumah yang Tak Kunjung Usai

Properti | 2025-12-09 12:35:24
Sumber: Antaranews

Kesenjangan kebutuhan dan ketersediaan hunian layak di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Berdasarkan data Susenas 2023, backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 9,9 juta rumah tangga atau 13,56 persen, turun dari 12,75 juta rumah tangga pada 2020. Namun angka ini tetap mengkhawatirkan karena setiap tahunnya bertambah sekitar 600.000 hingga 800.000 rumah tangga baru.

Backlog perumahan adalah kondisi di mana jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat jauh lebih besar dibandingkan ketersediaan rumah layak huni. Permasalahan ini dipicu oleh urbanisasi masif, keterbatasan lahan perkotaan, kenaikan harga properti, serta akses pembiayaan yang terbatas bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menyatakan, untuk menghapus backlog 12,7 juta rumah hingga 2045, Indonesia butuh tambahan pasokan rumah baru mencapai 1,5 juta unit per tahun. Angka ini jauh di atas capaian saat ini yang hanya sekitar 220 ribu unit rumah subsidi per tahun.

Urbanisasi menjadi salah satu pemicu utama backlog. Lebih dari 70 persen penduduk Indonesia diproyeksikan tinggal di perkotaan pada 2024, menjadikan Indonesia negara keempat dengan jumlah penduduk perkotaan tertinggi di dunia. Tekanan ini menciptakan dilema serius karena lebih dari 90 persen lahan perkotaan dikuasai pengembang besar, menyulitkan pembangunan rumah bersubsidi untuk MBR.

DKI Jakarta mencatat persentase kepemilikan rumah sendiri terendah di Indonesia, hanya 56,6 persen. Tingkat penyewaan rumah mencapai 22,8 persen dengan lebih dari 10 juta penduduk tinggal di kawasan padat dengan akses terbatas terhadap perumahan layak. Kondisi serupa terjadi di Kota Yogyakarta yang menghadapi backlog 56.000 unit dengan kepadatan 12.570 jiwa per kilometer persegi.

Dampak backlog sangat serius. Data BPS 2023 menunjukkan 36,85 persen rumah tangga Indonesia atau sekitar 32 juta dari 75 juta rumah tangga tinggal di rumah tidak layak huni. Kondisi ini memicu tumbuhnya permukiman kumuh seluas 38.431 hektar di perkotaan, 78.384 hektar di pedesaan, dan 3.099 hektar di area khusus. Rumah dengan ventilasi tidak memadai meningkatkan risiko penyakit pernapasan, sementara kurangnya sanitasi menyebabkan penyebaran penyakit menular.

Dari sisi ekonomi, biaya sewa hunian di perkotaan rata-rata mencapai 11,2 juta rupiah per meter persegi, menggerus kemampuan rumah tangga memenuhi kebutuhan dasar lainnya. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan, backlog masih sekitar 9 juta unit rumah dan dengan adanya Kementerian Perumahan diharapkan penanganannya lebih fokus.

Pemerintah telah menjalankan berbagai program untuk menangani backlog. Kementerian PUPR mengalokasikan bantuan pembiayaan perumahan tahun 2024 senilai Rp13,72 triliun untuk membangun 166.000 unit rumah subsidi FLPP. Program Sejuta Rumah yang diluncurkan 2015 telah membangun lebih dari 9,2 juta unit hingga 2023, namun kecepatan ini belum mampu melampaui pertumbuhan permintaan.

Program 3 Juta Rumah menjadi komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk mengatasi backlog dengan strategi perbaikan 2 juta rumah tidak layak huni di desa, pembangunan 1 juta rumah baru di perkotaan melalui kemitraan dengan swasta, dan penataan kawasan pesisir. Program ini merupakan bagian dari Asta Cita untuk menyediakan hunian layak, terjangkau, dan berkelanjutan.

Pemerintah juga menaikkan kuota FLPP menjadi 350.000 unit pada tahun anggaran 2025 dengan suku bunga tetap 5 persen, uang muka hanya sekitar Rp1,2 juta, dan cicilan terjangkau untuk rumah seharga sekitar Rp166 juta. Program ini dapat diakses bahkan oleh MBR yang bekerja di sektor informal, di mana sekitar 76 persen penerimanya adalah buruh.

Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menyatakan sektor perumahan bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional karena tidak hanya mengurangi backlog tetapi juga menggerakkan sektor konstruksi, bahantc bangunan, tenaga kerja, dan investasi swasta.

Namun, untuk merealisasikan Program 3 Juta Rumah, diperlukan kolaborasi lintas kementerian, keterlibatan investor asing seperti Qatar dan UEA, serta inovasi teknologi konstruksi seperti bata interlock presisi yang lebih efisien dan ramah gempa.

Menteri PUPR menegaskan pengentasan backlog tidak bisa hanya mengandalkan APBN dan perlu diselesaikan bersama pihak swasta. Dengan pendekatan komprehensif yang melibatkan pemerintah pusat-daerah, pelaku industri, lembaga pembiayaan, dan masyarakat, target pengurangan backlog hingga nol pada 2045 bukan mustahil. Namun komitmen dan konsistensi dalam implementasi menjadi kunci keberhasilan mewujudkan hunian layak bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anggota Kelompok 12 LPEPI: Nayla Dwi Untari (141230301), Pinjung Nawangsari (141230307), Resha Askha Bilqis (141230315), Ulinnuha Rafifah (141230319)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image