Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gelar Riksa

Dua Hal Yang Harus Tetap Tinggal Saat Pandemi Berlalu Nanti

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 08:58 WIB

Ada dua hal yang harus dipertahankan, bahkan diwariskan ketika suatu saat nanti pandemi benar-benar telah pergi. Dua hal itu adalah solidaritas dan kreativitas.

Setitik cahaya dalam kegelapan, tetaplah sebuah cahaya. Pernyataan tersebut terasa sangat dekat bagi semua orang yang mengalami pandemi pada saat ini, khususnya bagi kita yang tinggal di Indonesia. Setitik kabar baik rasanya serupa penghiburan yang melegakan di tengah suramnya kehidupan.

Kenyataan bahwa di tengah beratnya pandemi yang kita lalui masih ada aksi-aksi baik dari orang-orang biasa di sekitar kita adalah berkah dan patut untuk disyukuri. Kita sendiri sudah menyaksikan berbagai inisiatif yang dilakukan sesama warga untuk saling membantu. Mulai dari berbagi makanan, alat kesehatan, saling beli dagangan dan sebagainya.

Solidaritas adalah barang yang mahal di tengah kesulitan semacam ini, namun hal ini juga membuktikan bahwa keberadaan cahaya itu tidaklah absen sama sekali.

Indonesia memang memiliki DNA gotong royong dalam diri masyarakatnya, di tengah ketidakjelasan bantuan sosial, orang-orang malah berinisiatif untuk saling membantu. Karena seolah kita memiliki kesadaran kolektif bahwa kita tidak perlu bergantung pada pemangku kebijakan, kita bisa menolong diri kita sendiri.

Program Bandung Berbagi (FOTO : Edi Yusuf/Republika)

Hal kedua yang harus selalu dipertahankan setelah pandemi adalah kreativitas. Luar biasa banyak inovasi yang lahir ketika pandemi, baik itu berawal dari keterbatasan atau pun dari hobi karena keadaan yang memaksa untuk tidak bisa keluar rumah.

Inovasi itu bermacam-macam, dari dunia bisnis kecil bisnis berbasis hobi, makanan, dan personal care berkembang dengan cukup baik seperti dilansir oleh Republika pada 17 Juni 2021. Dari bidang teknologi, berbagai transformasi telah terjadi, selain dunia fintech yang sudah ramai sebelumnya, kursus online, komunitas saling bantu, dan aplikasi penanganan pandemi juga mulai marak.

Krisis adalah pedang bermata dua, di satu sisi jelas bisa menyengsarakan, namun di sisi lain ia memberikan alasan bagi kita untuk melompat dan bangkit satu langkah lebih maju.

Kita masih melalui tahapan yang menyulitkan itu, dan sekarang kita berada dalam masa transisi untuk menapaki langkah kebangkitan. Dua hal yang dibahas di atas adalah modal utama untuk melakukannya.

Membentuk Komunitas Online yang Bermanfaat

Pemikiran bahwa segala hal yang akan kita hadapi setelah pandemi akan kembali ke zaman sebelum pandemi jelas keliru. Sekolah bisa menggunakan sistem blended learning, bekerja bisa menerapkan sistem holacracy di mana setiap pekerja tidak harus selalu berada di tempat kerja (untuk pekerjaan tertentu).

Proses hidup hybrid yang mulai kita jalani saat ini akan berlanjut menjadi sebuah gaya hidup baru. Hal ini tidak perlu dihindari, malah jika kita manfaatkan dengan baik bisa sangat menguntungkan kita.

Salah satu yang menarik adalah terbentuknya berbagai komunitas untuk mendukung gaya hidup hybrid ini. Komunitas tersebut memiliki solidaritas dalam kesamaan nilai yang muncul ketika pandemi berlangsung.

Contohnya komunitas parenting, komunitas membaca online, komunitas trader cryptocurrency dan masih banyak lagi. Semua komunitas tersebut memiliki visi yang jelas dan berorientasi pada perbaikan kualitas hidup.

Kehadiran komunitas itu adalah kekuatan untuk menghadapi zaman baru setelah pandemi. Bisa dibilang, kekuatan untuk bangkit bersama berawal dari berbagai komunitas kecil yang saling bersinergi tersebut.

Mengoptimalkan Komunitas Untuk Menghasilkan Nilai Ekonomi

Solidaritas yang dibangun karena kesamaan nilai untuk setiap komunitas adalah modal awal untuk kemudian komunitas tersebut bisa menghasilkan nilai ekonomi. Hal ini sebetulnya sudah mulai terlihat ketika pertengahan pandemi berlangsung.

Ketika banyak orang di-PHK selama pandemi, bisnis kecil baru bermunculan. Pasar pertama para pelaku usaha ini adalah orang-orang di lingkungan sekitarnya, di komunitas terdekatnya. Dengan begitu perputaran ekonomi bisa berlangsung meskipun dalam skala kecil.

Setiap komunitas bisa menghasilkan nilai ekonominya masing-masing, yaitu dengan cara membangun kreativitas untuk menghasilkan produk, yang kemudian dikonsumsi dan dipakai oleh orang-orang komunitasnya sendiri sebelum dijual ke pasaran umum.

Foto kelompok perkebunan Cisaranten Kidul, Bandung. Sumber: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Dengan begitu, komunitas tersebut bisa memiliki kekuatan ekonomi yang stabil. Melalui proses ini kita bisa mengharapkan hadirnya sistem yang tidak hanya membangkitkan kehidupan masyarakat setelah pandemi, tetapi juga saling memakmurkan di antara warga.

Maka, yang harus dipersiapkan dari sekarang adalah basis komunitas yang solid dan mandiri. Komunitas yang mampu memproduksi hal yang bermanfaat untuk masyarakat atau minimal di lingkungan komunitasnya sendiri.

Hal ini tidak terbatas pada produk-produk seperti makanan, fashion, atau teknologi. Tetapi juga jasa seperti edukasi, wisata, dan hiburan. Jika komunitas-komunitas ini bisa berkolaborasi maka sudah sewajarnya kita akan memiliki kebangkitan yang bersumber dari gerakan masyarakat itu sendiri. Semoga saja, semakin banyak yang menyadari bahwa kekuatan untuk bangkit berasal dari diri kita dan orang-orang terdekat kita.

Sumber Bacaan:

https://republika.co.id/berita/qxk57h428/tempat-tidur-pasien-covid-19-di-rsud-mulai-kosong

https://republika.co.id/berita/inpicture/nasional-inpicture/qxrxww283/program-bandung-berbagi-bantu-warga-terdampak-covid19

https://www.republika.co.id/berita/qj655x291/berinovasi-di-tengah-pandemi

https://www.republika.id/posts/20347/transformasi-di-tengah-krisis

https://www.republika.co.id/berita/quthz7384/hipmi-baca-peluang-bisnis-selama-pandemi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image