Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kaisarrio Rizky Pradana

Gaza: Laboratorium Kemanusiaan dan Runtuhnya Topeng Peradaban Modern

Agama | 2025-12-19 02:26:09

Oleh: Kaisarrio Rizky Pradana

Sejarah kelak akan mencatat Gaza bukan semata-mata sebagai sebidang tanah yang hancur oleh ribuan ton bahan peledak, melainkan sebagai laboratorium raksasa tempat hati nurani manusia diuji hingga ke titik paling rendah. Di bawah langit yang pekat oleh debug berbisik, narasi besar tentang hak asasi manusia dan hukum internasional yang selama ini diagungkan tengah mengalami krisis makna. Gaza menjadi cermin jujur yang menampilkan siapa yang sungguh-sungguh membela kemanusiaan, dan siapa yang hanya mewujudkan komoditas politik di meja diplomasi.

Ilustrasi simbolik Gaza dan bendera Palestina yang mewakili krisis kemanusiaan serta ujian hati nurani global. Sumber: Pixabay

Sangat memilukan menyaksikan bagaimana teknologi militer tercanggih di abad ini digunakan untuk melumpuhkan rumah sakit, sekolah, dan tempat pengungsian. Namun yang lebih menyayat adalah kebisuan sistemik para pemegang kendali global. Standar ganda kian telanjang: nyawa manusia dipilah berdasarkan kepentingan geopolitik. Membela hak hidup seorang anak di Gaza sering dipersempit menjadi “perdebatan politik”, sementara pembiaran kelaparan dibingkai sebagai “strategi keamanan”.

Dalam perspektif spiritual, Palestina adalah amanah yang melampaui batas teritorial. Ia menjadi simbol keteguhan—bahwa kemerdekaan sejati bersemayam pada jiwa yang tidak tunduk pada ketidakadilan. Rakyat Palestina, yang kehilangan rumah, keluarga, bahkan masa depan, justru mengajarkan dunia materialis arti kemerdekaan batin. Gaza tidak sedang meminta belas kasihan; kitalah yang membutuhkan Gaza untuk mengingatkan bahwa hati nurani masih punya tempat dalam peradaban.

Bagi Indonesia, keberpihakan pada Palestina bukan sekadar solidaritas emosional, melainkan amanat konstitusi. Menghapuskan penjajahan adalah tugas peradaban yang menuntut konsistensi. Dukungan tidak boleh berhenti pada saat simpati di media sosial, melainkan bertumbuh menjadi kesadaran kolektif: edukasi sejarah yang jujur, sikap ekonomi yang beretika, serta tekanan diplomasi yang berkelanjutan.

Kita perlu menyadari satu hal mendasar: ketika tindakan yang dilakukan oleh banyak pihak yang dinilai sebagai genosida dapat berlangsung terbuka tanpa akuntabilitas, maka tatanan global sedang menuju hukum rimba. Palestina hari ini adalah benteng moralitas terakhir dunia. Runtuhnya Palestina berarti runtuhnya martabat kemanusiaan secara keseluruhan.

Mata dunia boleh lelah, tapi hati nurani tidak boleh tertidur. Selama debug di Gaza belum reda dan suara kehidupan di Al-Quds belum bergaung dalam kemerdekaan, perjuangan kemanusiaan belum selesai. Sejarah tidak akan menanyakan seberapa banyak yang kita miliki, melainkan di mana posisi kita ketika kemanusiaan diuji di Gaza.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image