Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rahma A. Roshadi

Andai Pandemi Pergi, Tetap Jaga Kondisi Ini

Lomba | Wednesday, 22 Sep 2021, 16:38 WIB
republika.co.id

Mendengar kata pandemi, barangkali telinga ini sudah jenuh mengingat rumah sakit dan pemakaman yang penuh. Semua pasti lelah dan ingin pandemi segera musnah. Namun, pernahkah terpikir dan merenungkan apa yang akan terjadi andai pandemi pergi?

Nyaris 2 tahun virus ini menguasai bumi dengan segala gimmick-nya. Teori konspirasi hingga vaksin yang konon dikomersialisasi, selalu meramaikan jagat opini. Tapi di balik itu, masyarakat sebaiknya tidak melupakan hal positif yang hadir bersama dengan pandemi.

1. Kreativitas

Andai pandemi pergi, sebaiknya kreativitas tetap tinggal di bumi ini. Tentu semua tahu berapa banyak pekerja yang harus di-PHK ketika wabah melanda. Namun ternyata, itu semua tidak menghalangi langkah untuk mencari rezeki dan tetap survive untuk keluarga.

Banyak cara kreatif yang patut mendapat apresiasi. Mulai dari usaha konveksi yang berubah total menjadi produsen masker, atau ibu rumah tangga yang memulai usaha madu super, atau jamu racikan sebagai ikhtiar menjaga kesehatan badan.

Belum lagi ide jualan sayur dengan layanan antar, pegawai kantoran yang tiba-tiba berkebun, sampai maraknya industri kreatif penyelenggara webinar-webinar yang merupakan upaya optimalisasi potensi tanpa harus kemana-mana.

Beragam gagasan yang timbul dari “The Power of Kepepet” ini lah yang merupakan modal sekaligus sinyal, bahwa siapapun punya kreativitas dan bisa melakukan segala hal tanpa batas. Menjamurnya industri kreatif juga merupakan harapan yang harus dipertahankan, untuk keberlangsungan kehidupan.

2. Tanggap Teknologi

Pada awal kemunculan virus covid-19, semua orang dibuat repot dengan perubahan sistem di berbagai sektor. Mulai dari pendidikan, usaha, hingga para pegawai yang tidak lagi harus berangkat ke kantor setiap pagi.

Semua aktivitas beralih ke rumah, dan semua sektor pun dilakukan dengan bantuan teknologi. Mari perhatikan, betapa teknologi saat ini “dipaksa” masuk ke desa-desa. Ditemani orangtua-nya yang notabene petani, siswa tetap harus menggunakan ponsel pintar untuk belajar.

Sementara itu, para guru juga memaksa dirinya untuk akhirnya paham dengan teknologi, karena harus tetap memberikan materi menggunakan media IT. Semua lini memaksa dirinya untuk mengembangkan potensi dengan kecanggihan teknologi.

Maka dari itu, andai pandemi pergi, alangkah juaranya Indonesia jika setiap sudut masyarakatnya tetap mempertahankan melek teknologi. Jangan lagi ada ketimpangan informasi karena lokasi yang belum tersentuh akses internet.

Jika Indonesia sudah ter-cover dengan teknologi, maka pemerintah pun akan sangat terbantu dalam banyak hal. Mulai dari penyampaian informasi dan komunikasi dua arah, sampai dengan mengarahkan masyarakat untuk menerapkan teknologi tepat dan berhasil guna.

Selain itu, fungsi pengawasan serta keterbukaan kritik dan saran juga lebih hemat menggunakan teknologi. Anggota Dewan di Jakarta tidak lagi harus “jalan-jalan” hanya untuk bertanya penggunaan subsidi anggaran. Lakukan dan laporkan secara online, alhasil biaya perjalanan dinas bisa dipangkas.

republika.co.id

3. Berpikir Positif, Kritis, dan Adaptif

Tak dipungkiri bahwa meningkatnya kasus positif dan kematian karena virus corona membuat kebanyakan orang pesimis. Apalagi, simpang siur berita yang membuat masyarakat semakin apatis. Namun pola saling menguatkan di tengah masyarakat, tak ayal membuat bangsa ini kembali berdiri.

Hal itu menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang lebih memilih berpikir positif, alih-alih pasrah pada keadaan tanpa pergerakan. Semua orang mendadak menjadi dokter bagi dirinya masing-masing, dengan keyakinan kuat bahwa parahnya penyakit didukung juga oleh pikiran.

Sementara itu, dijelaskan dalam sebuah teori Scriven & Paul, 1992[1] tentang berpikir kritis, sebagai proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan tindakan.

Daya nalar dan daya pikir menjadi pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, pikiran yang positif, ditambah dengan kritis dengan lingkungan sekitar, membuat isi kepala lebih adaptif terhadap informasi.

Semakin memuncak kasus covid, semakin kritis juga masyarakat terhadap informasi. Sehingga, menyebabkan lebih banyak orang yang juga semakin adaptif terhadap hal-hal kecil di sekitarnya, yang memantik rasa peduli dan saling menjaga yang jauh lebih besar dari biasanya.

4. Gaya Hidup Sehat

Upaya termudah menjaga diri dari serangan penyakit adalah dengan menerapkan pola hidup sehat. Termasuk ketika pandemi, hidup bersih dengan mencuci tangan memakai sabun seperti menjelma menjadi sebuah keharusan.

Maka dari itu, andai pandemi pergi, kebiasaan baik ini jangan ikut pergi. Jaga lingkungan dan keluarga mulai dari cara sederhana, yaitu menjaga kebersihan diri sendiri.

5. Saling Menghormati

Virus yang tak teraba dan tak juga terlihat kasat mata, menjadi trigger untuk saling menghormati dan saling menjaga. Tidak ada lagi batasan usia, jabatan, atau kasta, karena semua tak ingin menjadi sebab penularan penyakit untuk keluarga.

Andai pandemi pergi, alangkah indahnya jika perbedaan ini tidak lagi tampak nyata. Berhentilah memunculkan level sosial yang sama sekali tak pernah ada gunanya.

Setiap orang sangat sadar dengan penerapan protokol kesehatan, bukan sekadar takut pada aturan. Melainkan, tak ingin menjadi penyebab kematian orang terdekat karena virus yang tak pernah bisa terlihat.

Andai pandemi pergi, Indonesia pasti bangkit kembali. Setiap diri hanya butuh empati untuk melindungi keluarga sampai menjaga bumi. Jangan ada lagi alasan egois, tapi pertahankan semua langkah yang sudah dimulai dengan manis dan tangis.

[1]Dikutip dari https://ummetro.ac.id/5-kunci-inspirasi-kemajuan-2020/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image