Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Santi Kusuma Dewi

Kisah Si Penjual Mimpi Mendidik Di Masa Pandemi

Sastra | Wednesday, 22 Sep 2021, 07:58 WIB

Sebagai seorang guru, saya menyebut diri saya seorang penjual mimpi. Tiap pagi saya membawa mimpi-mimpi yang akan saya tawarkan kepada anak didik saya. Saya letakkan mimpi-mimpi itu dikantong. Dengan wajah ceria, memberikan para peserta didik semangat untuk berani bermimpi. Para murid tidak harus membayar mimpi-mimpi yang saya jual dengan uang tetapi mereka harus membayar dengan tiga hal : tanggung jawab, disiplin, dan kerja keras. Tetapi pandemi Covid 19 ini merubah semua hal itu. Saya tidak bisa menatap wajah para calon pemimpin bangsa di masa depan setiap pagi seperti biasanya dan menawarkan mimpi-mimpi yang ada di kantong saya karena kami harus terpisah jarak dan ruang karena kami harus melaksanakan pembelajaran dari rumah selama masa pandemi.

Hampir 1,5 tahun lamanya, kami hanya bertatap muka melalui layar hp, laptop atau komputer. Kami para guru merindukan saat-saat dimana kami bisa melakukan interaksi langsung dengan para siswa. Tetapi malu rasamya ketika harus mengeluh atau saling menyalahkan ketika saya ingat para petugas medis dan saudara-saudara kita diluar sana tengah berjuang berjibaku dengan penyakit yang mematikan dengan pengorbanan yang jauh lebih besar dengan tantangan jauh lebih pelik.

Masalah yang kita hadapi tak sebanding dengan ujian mereka. Hal ini juga yang menyebabkan saya tidak ingin menyerah dengan keadaan. Meyakini bahwa kita bisa membalik keadaan, menjadi pejuang diantara para pejuang Covid 19. Meski sekarang saya lebih sering merasa menjadi generasi yang menunduk. Menatap layar ponsel smartphone kami menunggu tugas yang dikirimkan para siswa, menjadi guru dan mengoreksi selama 24 jam kerja yang tidak biasanya kami lakukan di sekolah.

Sebagai guru, saya tidak boleh hanya berdiam diri begitu saja, pendidikan harus terus berlangsung meskipun dengan keterbatasan. Meskipun kami harus terpisah dari para peserta didik. Saya harus terus menemukan cara bagaimana pendidikan bisa tetap terus berlanjut. Hal inilah yang membuat saya terus berjuang untuk tetap mengajar meskipun dengan keterbatasan di tengah pandemi Covid 19 ini .

Berbagai inovasi belajar mulai saya lakukan, pemanfaatan teknologi yang telah saya lakukan sejak 5 tahun yang lalu akhirnya bisa saya realisasikan. Saya tak lagi dipandang aneh oleh teman sejawat karena mengajarkan para peserta didik dengan beberapa aplikasi pendidikan. Beberapa tahun silam, saya merasa menjadi minoritas karena seringnya mengajarkan para peserta didik mengenal teknologi. Sekarang saya merasa bersyukur meski tak pantas rasanya bersyukur ditengah pandemi seperti ini. Saya melihat rekan sejawat mulai mau melek teknologi, mau mengupgrade diri, memaksimalkan dana sertifikasi guru yang mereka terima untuk peningkatan kualitas guru. Saya yakin suatu hari nanti Indonesia bisa menjadi negara yang memiliki peran digital ekonomi yang sangat kuat. Mungkin lewat pandemi inilah kita bisa merubah wajah pendidikan Indonesia. Beberapa terobosan digitalisasi dunia pendidikan mulai bermunculan. Meski tak disangkal, beberapa daerah di Indonesia tentu mengalami kesulitan untuk mengakses teknologi karena minimnya sarana dan lemahnya perekonomian keluarga. Saya sangat berharap bantuan dana pendidikan yang diamanahkan kepada pemerintah masing-masing daerah dapat dimaksimalkan untuk pengadaan sarana digital pendidikan seperti jaringan internet dan bantuan tablet atau komputer untuk sekolah-sekolah di pelosok dan yang terpenting pelatihan guru mengenal teknologi pendidikan yang saat ini sangat maju. Tapi sebelum harapan saya terwujud, saya tidak ingin berpangku tangan dan pandemi ini tak lantas membuat kita berhenti berjuang. Mencoba banyak cara mengajar yang menyenangkan di tengah pandemi menjadi tantangan yang sangat saya nantikan. Seperti ketika engajari para peserta didik mengenal 'left' dan 'right' materi Direction dalam pelajaran Bahasa Inggris menggunakan coding di code.org merupakan hal yang sangat disukai para peserta didik. Sama halnya ketika mengajak para peserta didik mengeksplorasi dunia, menjelajah dan melihat lebih dekat kota-kota di seluruh dunia melalui Google Earth. Membuat rencana masa depan bertajuk 'My Life Map' dan mengunggah hasil karya siswa sebagai Showcase di padlet.com, dimana mereka dapat menggoreskan cita-cita mereka di masa depan mereka nanti, memberikan semangat tersendiri bagi siswa ditengah pandemi seperti saat ini. Melakukan 'home visit' bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar karena permasalahan psikologis atau masalah sarana prasarana juga wajib kami lakukan sebagai guru.

(Sumber gambar https://padlet.com/kusumadewi_santi/ScienceClassLifeMap)

Tak hanya itu tak lupa pula saya mengasah sisi humanisme para peserta didik dengan memanfaatkan kekuatan media sosial, dengan membuat akun Instagram bernama 'Celengan Rindu Kita '. Melalui akun Instagram inilah saya mengajak para siswa menggalang donasi membantu saudara-saudara kita yang terdampak pandemi ini. Melalui wadah 'Celengan Rindu Kita' saya dan para peserta didik belajar tentang indahnya berbagi ditengah kesulitan. Beberapa peserta didik rela menyisihkan uang jajan mereka untuk memberikan donasi meski hanya sedikit nominal rupiah yang mereka berikan tetapi pelajaran yang kita berikan akan berdampak besar untuk masa depannya kelak. Kedepannya kami menjalin kerjasama dengan RT/RW di beberapa desa yang membutuhkan bantuan agar mempermudah koordinasi dalam penyaluran bantuan serta membuat proyek penulisan buku cerita anak,yang dari hasil penjualannya akan digunakan untuk donasi. Dari para siswa saya belajar untuk berani bermimpi besar tanpa lupa berbagi dan saling membantu. Menjadi Al Furqon, Sang Pembeda, yang akan membawa perubahan untuk masa depan pendidikan di Indonesia

Bagi saya sebagai guru Bahasa Inggris, membuat para peserta didik menguasai materi yang saya ajarkan bukanlah menjadi hal utama. Mendidik mereka menjadi manusia diantara para manusia, menjadi pembeda diantara yang sama adalah yang lebih penting. Mengajarkan kepada mereka tentang arti berbagi, menguatkan mereka tentang arti berjuang di tengah pandemi, mengingatkan mereka untuk tidak mengeluh di masa pandemi ini dan lebih banyak mengucap syukur merupakan aktivitas yang saya lakukan sebagai guru setiap hari. Mari kita terus berjuang ditengah kesulitan dan keterbatasan, untuk rekan-rekan guru di seluruh Indonesia, kita tidak sendiri, kita akan mengatasi permasalahan ini bersama-sama. Saya yakin dan sangat yakin para pembuat keputusan di pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita tercinta ini berjuang pula memberikan solusi yang terbaik. Tahun ini saat yang tepat bagi kita bukan berjuang untuk kemerdekaan tetapi berjuang demi keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa. Salam hormat dan selamat berjuang untuk seluruh guru, siswa dan orang tua di Indonesia. #GuruHebatBangsaKuat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image