Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Reza Syam Pratama

Benarkah Dana Haji Habis Buat Infrastruktur

Lomba | Monday, 20 Sep 2021, 11:44 WIB

Keramaian soal dana haji dan infrastruktur ini dimulai ketika potongan pidato Presiden Jokowi di acara BPKH pada 2017 lalu tersebar tanpa konteks yang komprehensif (sebagaimana pada berita ini). Efek potongan kalimat itu kemudian memburuk ketika cukup banyak komentar dilontarkan tanpa pemahaman tentang duduk perkaranya, terutama terkait bagaimana dana haji dikelola.

Jadi benarkah dana haji habis (atau setidaknya, sebagiannya digunakan) untuk membangun infrastruktur? Singkatnya, tidak.

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 secara rinci mengatur penempatan dan pengembangan dana haji oleh BPKH. Badan ini tidak diperkenankan berinvestasi di luar instrumen yang tercantum dalam beleid tersebut. Instrumen tersebut harus aman, menguntungkan, dan sesuai dengan prinsip syariah seperti deposito bank syariah, reksadana syariah, dan surat berharga syariah negara (SBSN)/sukuk. Instrumen sukuk itulah yang disinggung Presiden pada potongan pidato yang beredar.

Lantas apa hubungan sukuk dengan infrastruktur? Bukankah tidak sekalipun Presiden menyebutkan sukuk sebagai instrumen investasi dalam pidato/wawancara tersebut?

Sukuk adalah salah satu instrumen keuangan yang dapat digunakan oleh pemerintah dan korporasi dalam membiayai berbagai keperluannya. Sukuk secara bahasa artinya “sertifikat”. DSN MUI mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang sukuk berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Instrumen yang digunakan pemerintah untuk SBSN adalah sukuk ijarah dengan akad ijarah mausufah fi zhimmah (IMFZ). Oleh karena itu, investor dapat melihat sukuk sebagai salah satu instrumen investasi yang selaras dengan prinsip Islam.

Salah satu pembeda sukuk dengan surat utang negara adalah adanya underlying assets. Pada obligasi konvensional (yang tidak memerlukan underlying assets), pinjaman uang dari para investor akan dibayarkan bunga serta pokoknya pada tanggal yang disepakati. Pola ini tidak bisa diterapkan pada skema syariah terutama karena Islam tidak memperkenankan adanya tambahan atas pengembalian pinjaman, yang biasa kita sebut sebagai riba. Oleh karena itu, pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia menggunakan skema IMFZ untuk menjual kepemilikan proyek infrastruktur yang sedang berjalan, membayar sewa secara berkala atas kepemilikan aset tersebut kepada investor pemegang sukuk, dan melakukan pembelian kembali di tanggal jatuh tempo. Terdapat dua bentuk return yang diperoleh investor yaitu: (1) Pembayaran sewa bulanan atas aset yang secara prinsip dimiliki investor, dan (2) Pembelian kembali aset pada tanggal jatuh tempo.

Sumber: Modul Pelatihan Dasar Muamalah Maliyah DSN MUI
Sumber: Modul Pelatihan Dasar Muamalah Maliyah DSN MUI

Apakah ini instrumen investasi yang aman?

Ketika menerbitkan sukuk, pemerintah memberikan janji pembayaran kepada para investor selama jangka waktu tertentu. Tak ada satu negara pun yang cukup bodoh sengaja menunda-nunda pembayaran kewajibannya. Maka concern terakhir adalah terkait kemampuan membayar janji tersebut kepada para investor. Standard & Poor’s memberikan sovereign credit rating Indonesia pada BBB (investment grade). Artinya, Indonesia dinilai memiliki cukup kemampuan untuk menyelesaikan kewajibannya, dan surat berharganya masih direkomendasikan sebagai instrumen investasi yang aman.

Maka, telah jelas bagi kita bahwa pembelian sukuk oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menunjukkan pada prinsipnya dana haji dikelola berdasarkan prinsip investasi. Dana tersebut memang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, tetapi tetap dalam kerangka investasi yang aman dan selaras dengan prinsip syariah. BPKH memegang sukuk yang menjadi dasar sah pembayaran sewa pemerintah (biasanya dibayarkan bulanan) serta penjualan kembali aset saat jatuh tempo. Salah apabila Anda mengira uang itu diserahkan dan dihabiskan begitu saja untuk membangun infrastruktur, dan BPKH tidak mendapat apa-apa.

Terus apakah benar uang kas BPKH “habis” untuk infrastruktur?

Sumber: Laporan Keuangan BPKH 2019
Sumber: Laporan Keuangan BPKH 2019

Isu ini mudah sekali dibantah. Laporan Keuangan BPKH menyebut likuiditas BPKH masih cukup untuk menyelenggarakan 3,8 kali ibadah haji (jauh di atas ketentuan PP 5 2018). Tentu saya tidak mengatakan BPKH pasti bebas dari fraud. Hanya, kalau mau menuduh BPKH melakukan fraud, Anda perlu menghadirkan bukti. Bukti lho ya, bukan sekadar dugaan belaka.

Yang perlu dipahami adalah sarana verifikasi utama bagi “orang luar” mengenai informasi keuangan suatu entitas adalah laporan keuangan audited. Opini Wajar Tanpa Pengecualian menunjukkan tidak adanya salah saji material pada laporan keuangan sehingga kita kurang lebih dapat mempercayai informasi yang tersaji pada laporan tersebut. Artinya, kalau laporan keuangan menginformasikan ada penempatan pada bank senilai Rp54 triliun atau ada investasi jangka pendek senilai Rp10 triliun, kita bisa yakin akan akurasi angka tersebut.

Tapi apabila Anda tidak memiliki pemahaman memadai terkait akuntansi, saya kira langkah terbaik ketika menerima informasi bombastis mengenai keuangan (atau hal lainnya secara umum) adalah (1) menahan diri dari berkomentar terlalu jauh, mendiamkan informasi ini beberapa hari, dan melihat perkembangan lebih lanjut, (2) menanyakan pada orang yang Anda anggap ahli, serta (3) mengevaluasi kembali apakah informasi tersebut layak dibagikan dan dapat membebaskan Anda dari hisab yang berat di akhirat.

Semoga kita semua selamat dari tsunami informasi ini.

#BPKHWritingCompetition

Telah dimuat kembali dengan beberapa perbaikan di halaman Solilokui.net.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image