Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ashfa Izzatin Nafisa SR

Surabaya Terendam: Antara Dampak Perubahan Iklim dan Krisis Infrastruktur

Info Terkini | 2025-01-03 07:41:18
Sumber: Jawa Pos

Di sepanjang musim penghujan ini, Surabaya kerap kali terendam banjir di berbagai titik. Bencana yang melanda Surabaya ini bukan hanya persoalan dari dampak perubahan iklim, tetapi juga mengenai krisis infrastruktur yang terjadi. Dua jal ini memberikan tantangan besar bagi Surabaya. Bagaimana tidak? Kacaunya lalu lintas karena jalanan yang terendam air, rumah warga juga banyak yang terendam, bahkan RSUD dr. Soetomo pun terendam banjir. Belum lagi bias timbulnya berbagai macam penyakit akibat dari lingkungan yang kotor saat banjir melanda.

Musim hujan yang panjang dan sering disertai dengan intensitas hujan yang sangat tinggi menjadi salah satu pemicu utama banjir di Surabaya. Jalan-jalan utama, kawasan pemukiman, dan bahkan pusat-pusat bisnis sering terendam air, mengganggu mobilitas warga dan merugikan perekonomian kota. Surabaya, yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa, menjadi salah satu kota yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Wali Kota Surbaya, Eri Cahyadi menyampaikan “Ketika Kali Jagir dan Kali Surabaya meluap (karena hujan deras dan mendapat kiriman), kita tidak bisa berbuat banyak karena dua sungai besar ini menuju ke laut. Itu yang menjadi PR kita”

Memang bahwa hal yang tidak bisa dihindarkan adalah iklim dari alam. Namun, meskipun perubahan iklim menjadi faktor utama, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap masalah lain, yakni krisis infrastruktur. Krisis infrastruktur yang dihadapi Surabaya tidak bisa dipandang sebelah mata. Saluran drainase yang buruk dan tidak memadai menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir. Sebagian besar saluran air di Surabaya sudah tua dan mengalami penyumbatan akibat sampah, sedimentasi, dan kurangnya pemeliharaan yang rutin. Pada musim hujan, saluran drainase yang tidak mampu menampung volume air yang besar menyebabkan air meluap ke permukaan jalan dan pemukiman.

Selain itu, pembangunan yang tidak terkendali di daerah-daerah tertentu juga memperburuk masalah ini. Alih fungsi lahan dari ruang terbuka hijau menjadi bangunan komersial atau perumahan mengurangi kemampuan kota untuk menyerap air hujan. Betonisasi dan minimnya ruang hijau membuat kota ini lebih rentan terhadap banjir, karena air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah dan langsung mengalir ke saluran drainase yang sudah overload.

Untuk menghadapi banjir di Surabaya, kita memerlukan solusi yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Pertama-tama, pemerintah kota harus segera memperbaiki dan memperluas infrastruktur drainase untuk memastikan bahwa sistem pengelolaan air dapat mengakomodasi volume hujan yang lebih besar.

Tak kalah pentingnya, Surabaya harus mulai beradaptasi dengan perubahan iklim melalui pembangunan kota yang lebih tangguh. Ini termasuk perencanaan kota yang memperhitungkan potensi risiko bencana, penggunaan teknologi ramah lingkungan, serta penguatan kebijakan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal. Upaya tersebut tentu membutuhkan komitmen jangka panjang dan alokasi anggaran yang memadai, tetapi dampaknya terhadap kualitas hidup masyarakat akan sangat signifikan.

Banjir yang terus menerus melanda Surabaya adalah gambaran dari dua masalah besar yang saling terkait, yakni perubahan iklim dan krisis infrastruktur. Banjir bukan hanya sekadar persoalan air yang meluap, tetapi juga soal bagaimana kita mengelola dan merancang kota kita di tengah perubahan zaman. Dengan langkah-langkah yang tepat, Surabaya dapat menghadapi masa depan dengan lebih baik, meskipun tantangan dari perubahan iklim terus mengintai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image