Meraih Taqwa Selepas Ramadhan Tiada
Agama | 2022-05-14 23:05:06Gimana hasil tempaan Ramadan bulan kemarin? Kebiasaan shalat sunnah dan baca quran masih konsisten nggak? Sedekahnya gimana? Posting-posting di sosmed gimana? Itu baru target pribadi, bagiamana dengan target yang sifatnya keumatan? Sudahkah kita mempertahankannya? Atau jangan-jangan kita kemarin belum membuatnya? Karena hidup bukan soalan aku aja, tapi hubungan kita dan saudara kita diluar sana seperti satu tubuh (seharusnya) kalau sama sekali belum terbuat, penghujung Ramadan inilah jawabannya.
Meski terhitung sudah telat dalam membuat target keumatan, tak apa untuk disusulkan daripada tidak sama sekali. Tapi dibalik kejadian ini ngerasa nggak sih, kok taqwa rasanya baru bisa dirasakan sendiri? Padahal Allah sendiri menempa kita selama tiga puluh hari itu nggak lain dan nggak bukan supaya kita menjadi insan yang bertaqwa (la’allakum tattaqun)
Taqwa sendiri adalah menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Bagaimana dengan kondisi kita hari ini? Uniknya syariat Islam bukan hanya mengatur soalan habluminallah saja, jika kita sudah aman pada aspek habluminallah saja eits masih ada 95% syariat yang belum kita jalankan. Habluminannafsi mengambil porsi 5% dengan rincian makanan, minuman, pakaian, akhlaq. Sedangkan sisanya? Yes, apalagi kalau bukan habluminannas. Secara logis manusia adalah makhluk sosial yang aktivitasnya lebih banyak berinteraksi dengan orang lain, maka tak heran urusan habluminannas porsinya menempati 90% karena begitulah kenyataannya.
Habluminannas atau hubungan manusia dengan manusia lain adalah hubungan bagaimana Islam mengatur urusan mereka agar tidak terjadi kekacauan, bayangkan jika aspek ini diatur berdasarkan hawa nafsu manusia sendiri tentu keinginan manusia satu dengan manusia lain saling bertentangan akhirnya menimbulkan kekacauan. Pertanyaannya apakah itu nilai yang seorang muslim perjuangkan? Habluminannas adalah bagaimana Islam mengatur urusan ekonomi, urusan pemerintahan, urusan sosial, urusan pergaulan, urusan politik luar negeri, urusan pendidikan dll.
Tak heran jika negeri ini penuh dengan masalah tak berkesudahan, sebab solusi yang ditawarkan selalu solusi parsial. Akibatnya negeri ini tak kunjung diberkahi oleh Allah lantaran belum beriman dan bertaqwa Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al-A’raf: 96)
Jika hari ini target keumatan jauh dari memperjuangkan itu semua, berarti taqwa kita memang belum 100%. Jika mau berkaca, rasanya kualitas kita hari ini terpaut jauh dengan kualitas para sahabat. Padahal Islam yang dipeluk sama, Al-Qur’an yang di jadikan pedoman sama, Rasulnya sama, tapi mengapa kualitas keislaman kita beda? Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan karena kekuatan sistem. Hari ini sulit rasanya bagi kita untuk mewujudkan ketaqwaan total 100% karena sistem hari ini tidak pernah mengizinkan Islam untuk mengatur kehidupan, sistem itulah Sekuler Kapitalis yang dilanggengkan lewat demokrasi.
Jalan inilah yang diambil oleh masyarakat eropa kala itu ketika dipimpin oleh kaum gerejawan dengan agama nasrani. Rakyat menjadi korban kesewenan-wenangan gereja yang memimpin kala itu. Para ilmuwan yang pendapatnya tidak sejalan dengan kaisar dan gerejawan dihukum dengan cara yang sangat hina. Rakyat juga diperas mati-matian untuk melayani kaisar. Walhasil jalan tengahlah yang diambil dengan memisahkan agama dengan kehidupan. Ya itulah akibat ketika sebuah agama yang tidak memiliki sistem hidup dipaksa untuk mengatur kehidupan yang terjadi hanya kerusakan.
Maka jika hari ini kita ingin meraih predikat takwa pada bulan mulia ini jalan satu-satunya adalah memperjuangkan tegaknya Islam kembali sampai tataran negara, hingga semua orang menjalankan syariat-Nya secara sempurna. Ketika Islam menjadi asas yang mengatur negara maka Ramadan akan penuh dengan keantusiasan mengagungkan nama-Nya dan meraih predikat taqwa yang sesungguhnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.