NORMAL KEMBALI (ANDAI PANDEMI PERGI)
Lomba | 2021-09-18 07:14:25Mengingat kejadian sebelum pandemi pada bulan Maret 2020 yang lalu. Saat kami masih asik membaca, belajar, bermain di taman cerdas milik pemerintah kota. Kami masih asik menjelajahi setiap area taman tersebut untuk ayunan, menggunakan wifi gratis, berkejar-kejaran, jajan di pedagang setempat, sepedaan dan segala macamnya. Semuanya kami lakukan tanpa beban beraarti.
Hari itu tanggal 15 Maret 2020. Saya memutuskan untuk pulang dari kota perantauan saya, untuk menyelesaikan beberapa kepentingan. Saya masih asik mendengar televisi. Tiba-tiba kabar yang begitu mengagetkan terjadi. Masyarakat Indonesia dinyatakan harus di rumah. Ada suatu virus penyakit yang melanda negara kita. Semua orang diwajibkan tidak pergi kemana-mana.
Kabarnya, pada bulan Maret tersebut ada yang meninggal disebabkan suatu penyakit yang belum ada obatnya. Ternyata rumah orang yang dikabarkan tersebut berada tidak jauh dari tempat saya mengajar anak yatim di taman cerdas tersebut. Sontak saya menghubungi ibu dari anak-anak. âYa mbak... kami diminta tidak keluar rumah. Karena kondisinya sedang tidak baik disini.â
Berselang beberapa minggu, taman cerdas tersebut ditutup oleh pemerintah setempat. Tak ada kegiatan apapun. Perpustakaan ditutup, tempat belajar komputer ditutup dan semua area terlihat kosong. Hanya angin dan debu yang terlihat, sedikit bekas bungkus makanan belum dibersihkan oleh penjaga taman.
Sejak Januari 2019 saya berada disini untuk mengajar anak yatim dan dhuafa di bawah naungan suatu lembaga zakat nasional. Saya mengenal anak satu persatu dan sudah menganggap mereka keluarga sendiri di kota perantauan ini. Selain belajar, kegiatan yang kami lakukan adalah outbond, membuat es buah bersama, mengunjungi Car Free Day (CFD) kota, sesekali mengaji dan bermain komputer.
Semua ini harus kami pupuskan untuk mematuhi peraturan negara. Kami sudah tak belajar disana, kami tidak diperkenankan menggunakan fasilitas milik pemerintah. Dan kami juga belum mempunyai tempat pribadi untuk belajar. Selama beberapa bulan lamanya. âYa sudah sabar dulu... ini sudah takdir Tuhan.â Kataku dalam hati sambil mengenang melihat dokumentasi selama belajar bersama mereka.
Awalnya saya hanya diperkenankan membuat vidio belajar dari rumah. Agar anak-anak tersebut masih belajar. Setidaknya membantu sedikit ketika mereka berhenti sekolah untuk beberapa waktu. Namun waktu demi waktu, saya mendapat kesulitan untuk mengunggah materi karena membutuhkan kuota internet yang cukup banyak. Anak-anak pun sama. Orangtua dari kalangan menengah ini ada yang belum memiliki gawai. Membeli kuota internetpun agaknya belum menjadi kebutuhan utama.
Kapan akan normal kembali? Kapan kami bisa belajar kembali? Kapan kami bisa mendulang ilmu di tempat yang seharusnya kami bisa pergunakan? Orangtua juga bertanya berkali-kali kepada saya. Sama dengan mereka, sayapun bertanya dalam benak saya sendiri. Andai pandemi ini pergi. Andai keadaan bisa kembali normal. Andai pandemi ini tak selama ini.
Menurut para orangtua, pandemi ini begitu berdampak pada semua lini kehidupan. Dari sisi ekonomi, pendidikan, sosial. Semua mengalami adaptasi baru untuk menjaga konsistensi kehidupan. Awalnya kami tak bisa memenuhi kebutuhan hidup, karena hampir segala kegiatan mencari nafkah berada di luar rumah. Bersekolah dan belajar hampir kami gunakan waktu di sekolah, dan kegiatan masyarakat dan keagamaan tentunya keluar rumah.
Bagi saya sendiri yang saat itu masih bekerja dengan penghasilan secukupnya. Menjadi seorang mahasiswa, pandemi ini sangat berdampak. Bagaimana kami harus memenuhi kebutuhan sehari-hari di kota perantauan? Bagaimana saya harus membayar biaya kuliah pada saat itu? Bagaimana saya membayar biaya kos? Dan semua bentuk pertanyaan yang tak bisa terjawab secara kilat.
Bulan September 2021, hampir 2 tahun negara ini menjalani hari demi hari dengan segala kondisi. Dari mulai angka kematian yang melonjak. Menurut data pemerintah Indonesia, pada Minggu (5/9) total kematian akibat infeksi virus corona mencapai 135.861 jiwa. Masyarakat menjalani isolasi mandiri, bekerja dari rumah. Kegiatan ini berlangsung mulai pertengahan tahun 2020. Menjalankan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pada bulan Juli 2021.
Pemerintah juga masih menerapkan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) pada bulan Agustus di tahun ini. Bulan September, pemerintah bersama tenaga kesehatan gencar melakukan vaksin. Banyak sosialisasi yang dilakukan lewat media massa dan pemerintah tingkat rendah. Tentu menjaga kebersihan dan kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, adalah protokol yang wajib dilaksanakan dari awal hingga sekarang. Seolah semua dipaksa bergerak menuju kehidupan normal baru.
Di kota-kota besar, sudah mulai menerapkan kehidupan normal baru. Menyiapkan sabun cuci tangan, menyiapkan alat pengukur suhu, memakai masker dan sebagainya. Pusat kegiatan umum seperti mall, bioskop, bahkan sekolah mulai dibuka. Protokol kesehatan sudah menjadi bahan kebutuhan masyarakat untuk tetap aman berkegiatan.
Bismillah... dengan izin Tuhan pandemi ini bisa pergi. Andai pandemi pergi, mungkin kami akan berjanji untuk memperdulikan kesehatan kami. Lebih mudah bersyukur, karena tidak semua hal bisa kita lakukan ketika pandemi. Andai pandemi pergi, kami akan giat belajar dan bekerja. Andai pandemi pergi, kami ingin beribadah dengan mudah. Kesana kemari dengan leluasa. Segala puji hanya milik Allah. Tuhan semesta alam.
#ANDAIPANDEMIPERGI #LOMBA #PANDEMI #KEHIDUPANNORMALBARU
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.