Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cernak: Sampah Jadi Berkah

Eduaksi | 2021-08-29 15:56:39

Elma adalah adik perempuanku yang usianya baru 8 tahun, masih kelas 2 Sekolah Dasar. Terkadang tingkahnya membuatku kesal, tetapi terkadang membuat gemas.

Masalah membuang sampah misalnya, sudah berulangkali aku mengingatkan agar tidak membuang botol-botol palstik di tempat sampah, tapi masih saja dilakukan.

“Elma. Kok botol plastiknya tidak dimasukkan di karung yang sudah kakak siapkan. Kenapa masih dibuang di tempat sampah?”

“Kan Irfan gimana sih. Tempat sampah kan untuk membuang sampah. Botol-boltol plastik itu kan juga sampah. Kan sudah pas kalau dibuang disitu. Mengapa mesti repot-repot dimasukkan karung?”

Aku hanya geleng-geleng kepala. Kalau sudah seperti itu, muncul sifat cerewetnya. Daripada berdebat, aku mengalah saja. Kuambil botol-botol yang sudah dibuang dan saya masukkan ke karung.

“Pagi-pagi kok sudah ramai. Ada apa ini?” Ibu yang baru saja pulang dari pasar menghampiriku.

“Elma bu, saya beritahu agar botol plastik dimasukkan karung, masih saja dimasukkan di tempat sampah,” jawabku.

Setelah memarkir motor dan menurunkan barang belanjaan, ibu menasehatiku. “Irfan, kamu sudah kelas 6. Sudah lebih dewasa dari adikmu. Pelan-pelan saja ngomongnya, jangan bosan untuk terus memberi contoh, Nanti lama-lama dia akan mengerti juga.”

Aku menggangguk, “Ya bu.”

Begitu ibu masuk, Elma bergegas mengikuti masuk juga. Tak sabar ingin membuka oleh-oleh dari pasar.

Setelah mengepak botol dan kardus bekas, aku mencuci tangan dan menghampiri Elma yang lagi asyik menikmati Klepon dan Serabi kesukaannya.

“Mana untuk kakak El ?” tanyaku menggoda.

“Itu kesukaan kakak”, sahut Elma sambil menunjuk Carang Gesing dan Lumpia Rebung.

“Elma. Habis ini, kakak mau ke Bank Sampah. Ikut tidak?”

Elma berpikir sejenak.” Ya, ikut kak.”

***

Sudah dua tahun di dusunku berdiri Bank Sampah Alam Lestari. Setiap dua minggu sekali, warga menyetorkan sampah yang sudah dipilah dari rumah.

Pak Slamet, pimpinan Bank Sampah sudah berdiri di dekat timbangan. “Irfan. Ayo setoran sampahnya di bawa kesini, biar ditimbang Mbak Wulan.”

Aku meletakkan karung yang berisi botol plastik. Disampingku, Elma membawa kardus ke depan mbak Wulan.

Mas Bagas yang bertugas mencatat di buku juga siap di samping Pak Slamet. “Ini daftar setoranmu. Sampai hari ini, tabunganmu duaratus ribu.”

“Terimakasih mas,” jawabku sambil menerima buku tabungan.

Elma memandangku, “Wow keren, ternyata bisa dapat uang banyak to? Kak, besuk ikut mengumpulkan botol dan kardus.”

Aku tersenyum,”Nah, begitu baru sip. Kalau kamu ikut membantu kakak, pasti tabungan kita semakin banyak. Dan rumah kita makin bersih dan rapi.”

“Kak, itu ibu-ibu sedang apa?” tanya Elma saat melihat ibu-ibu berkumpul di pendopo rumah di dekat penimbangan.

“Kalau kamu penasaran, kita mendekat saja,” jawabku sambil menggandeng tangan Elma.

“Sini dik Elma. Mau belajar membuat bunga?” sapa bu Munawaroh. Elma makin semangat mendapat tawaran itu. “Bunganya dibuat dari apa bu?”

“Bunganya dibuat dari tas kresek berbagai warna. Tapi sebelumnya diseterika dulu,” sahut Bu Indun yang duduk di dekat Bu Munawaroh.

“Duh asyik banget. Tas kresek saja bisa dibuat bunga,” seru Elma.

“Selain bunga, bisa juga dibuat bando dan dompet,” sambung bu Indun.

“Sekarang baru tahu kan. Sampah bisa menjadi berkah,” sahutku

Elma tersenyum sambil tetap asyik menunggui ibu-ibu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image