Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MUHAMMAD NUGROHO SAPUTRA

PPKM Bikin Ekonomi Lesu

Bisnis | Friday, 27 Aug 2021, 10:24 WIB
ilustrasi PPKM

Akhir-akhir ini dunia dikejutkan dengan wabah Covid-19 yang menyerang seluruh negara pada awal tahun 2020, banyak korban meninggal dunia sebanyak jutaan orang dan mengakibatkan aktivitas sehari-hari lumpuh total dari Pendidikan, Ekonomi, Hiburan, Pemerintahan dan aktivitas lainnya. Tidak dipungkiri wabah tersebut membuat manusia seakan tidak berdaya dan dipaksa memberhentikan semua kegiatannya, pemerintah harus bergerak cepat mencari solusinya agar wabah tersebut segera menghilang terutama salah satu program yang dicanangkan oleh Indonesia yaitu PPKM.

Sebenarnya apa sih itu PPKM? PPKM adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, bahwa seyogyanya program tersebut bisa mengatasi merebaknya virus covid-19. akan tetapi sudah berjalan setahun, PPKM masih dijalankan sampai sekarang ini karena dampaknya belum saja berkurang, kematian masih melanda di berbagai wilayah dan hal itu mengakibatkan PPKM terus diperpanjang.

Dampak yang terbesar akibat PPKM adalah Ekonomi, dimana hal tersebut membuat omset para pelaku usaha turun drastis sebelum terjadinya covid-19, hingga terjadinya kasus pengurangan karyawan besar-besaran dilakukan agar roda perekonomian perusahaan stabil. Masyarakat khawatir dan resah karena aktivitas ekonomi tiba-tiba lesu dan membuat masyarakat berputar otak agar ekonomi mereka terus berjalan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2021 mencapai 7,07 persen secara tahunan. Pertumbuhan tersebut melonjak tinggi dari kuartal II/2020 dimana ekonomi terkontraksi sebesar -5,32 persen. Dibandingkan dengan kuartal I/2021 pun, ekonomi pada kuartal kedua tahun ini meningkat sebesar 3,31 persen. Adapun pertumbuhan yang tinggi tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemulihan ekonomi dan efek dari basis pertumbuhan ekonomi yang rendah pada kuartal II/2020. Namun, BPS menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum kembali ke jalur normal seperti sebelum terjadinya pandemi covid-19.

Secara teori, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau negara dapat dilihat dari sisi permintaan agregat dan sisi penawaran agregat. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kegiatan komsumsi yang dilakukan oleh masyarakat, investasi swasta baik yang dilakukan oleh investor domestik dan asing, pengeluaran pemerintah melalui APBN dan APBD, dan ekspor bersih yang merupakan selisih antara kegiatan ekspor dan impor. Dari sisi permintaan agregat, kemudian dikenal konsep consumption led growth, invesment led growth dan export led growth. Ketiganya menjelaskan bagaimana variabel konsumsi, investasi dan ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan telah terbukti secara empiriis di banyak negara termasuk Indonesia. Sebagai contoh, adanya konsumsi yang dilakukan masyarakat terhadap barang dan jasa juga meningkat. Kondisi tersebut menjadikan permintaan terhadap produksi barang dan jasa, tenaga kerja dan bahan baku juga ikut meningkat. Roda perekonomian dapat berputar kembali yang berujung dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya dari penawaran agregat, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh modal insani, modal sumber daya alam dan energi, modal finansial, modal sosial, dan teknologi. Seluruh modal yang digunakan dalam proses produksi agar dapat menghasilkan barang dan jasa. Dari kegiatan produksi tersebut akan berdampak positif pada penghasilan dari pemilik faktor produksi. Dengan demikian roda perekonomian dapat bergerak, baik di pasar output maupun input dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. (production led growth).

Mobilitas sumber daya ekonomi atau faktor produksi seharusnya tidak terhambat untuk dapat bergerak ke wilayah satu dengan yang lain. Dengan adanya mobilitas tersebut maka kegiatan ekonomi akan berjalan lancar. Hal tersebut harus didukung oleh aktivitas transportasi dan logistik yang memadai. Jika transportasi dan logistik terhambat maka mobilitas juga terhambat dan pada akhirnya akan menurunkan kegiatan produksi yang berujung melambatnya roda perekonomian. Pandemi covid-19 termasuk penerapan program PPKM dapat membatasi kegiatan sektor transportasi dan logistik antar wilayah sehingga mobilitas barang dan jasa terhambat menyebabkan kegiatan produksi dan komsumsi menurun. Kegiatan ekonomi yang terdampak secara langsung adalah sektor terkait dengan mobilitas masyarakat seperti pariwisata dan turunannya misalnya sektor akomodasi dan makan minum, perdagangan atau ritel, dan sebagainya menjadikan perekonomian akan mengalami perlambatan aktivitas dan bahkan ekonomi tumbuh negatif.

Pandemi covid-19 berdampak pada menurunnya kegiatan ekonomi diikuti dengan meningkatnya pengangguran, berdasarkan data BPS (2021), mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2021 mencapai 8,75 juta orang. Dibandingkan bulan Februari 2020, jumlah pengangguran ini meningkat cukup besar, dimana tahun lalu hanya tercatat 6,93 juta orang. Hal tersebut juga berdampak pada meningkatnya persentase kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia. Mengacu data BPS (2021), jika dibandingkan September 2019 angka kemiskinan naik hampir 1 % pada September 2020. Kondisi tersebut membuat warga miskin mencapai 27,55 juta orang atau 10,19 %. Ketimpangan pendapat dan pengeluaran masyarakat (Gini Ratio) juga meningkat karena terdampak pandemi. Semua provinsi di Pulau Jawa, Sumatra dan Papua mencatatkan kenaikan sepanjang periode September 2020 sampai Maret 2021. DIY tercatat menjadi provinsi dengan gini ratio tertinggi pada bulan Maret 2021 sebesar 0,441, masih mempertahankan peringkatnya sejak September 2020 dengan angka 0,437. Penerapan PPKM menjadikan penurunan kegiatan ekonomi secara signifikan, menjadikan Pemerintah dan Bank Indonesia melakukan revisi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2021. Pemerintah telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi sekitar 3,7 % sampai 4,5 %. Semula pemerintah memproyeksikan kisaran 4,5 % hingga 5,3 %. BI juga merevisi menjadi 3,8 % sepanjang tahun 2021. Semula, BI memproyeksi ekonomi tumbuh pada rentang 4.1 % sampai 5,1 % dengan titik tengah kisaran 4,6 %.

Penerapan PPKM tentunya dipastikan berdampak pada penurunan kegiatan ekonomi. Dampak yang semula di pelaku ekonomi mikro sampai menyentuh ke pelaku usaha makro yang berujung dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah, BI dan OJK harus tetap menerapkan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Upaya pemerintah tersebut diantaranya yaitu pergeseran (refosucing) anggaran PEN, perpanjangan penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST), perpanjangan stimulus listrik, percepatan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta percepatan penyaluran bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan kartu sembako. Kebijakan perpanjangan relaksasi suku bunga kredit dan pinjaman sebaiknya juga dilanjutkan untuk membantu kesulitan finansial yang dihadapi oleh pelaku ekonomi dan aktivitas ekonomi kembali berjalan dengan normal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image