Pemaknaan Perintah Pakaian Terbaik di Hari Raya
Agama | 2022-05-10 09:44:25Beranda media sosial pribadi saya selama satu minggu terakhir, tepatnya mulai dari perayaan idul fitri, dipenuhi dengan foto keluarga dengan baju couple lebaran. Mulai dari anggota keluarga terkecil hingga yang paling tua, ikut meramaikan berfoto dengan baju seragam keluarga lalu kemudian diunggah di media sosial.
Dari sini kita bisa melihat bahwa telah terjadi pergeseran pemaknaan tentang anjuran menggunakan pakaian terbaik di hari raya.
Secara historis, Nabi Muhammad saw memang menganjurkan untuk menggunakan pakaian terbaik di hari raya. Hal ini dapat ditelusuri dari data sejarah tertulis di kitab shahih al-Bukhari dari riwayat ‘Abdullah ibn ‘Umar. Hadis ini dijelaskan lebih detail oleh Ibn Hajar Fathul Bari, dijelaskan bahwa berhias diri pada hari raya dan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan diantara mereka. Oleh karena itu, pada Hari raya dianjurkan untuk mempercantik diri, berhias diri serta memakai pakaian yang terbaik. Jika tidak ada yang baru, maka bolehlah yang lama namun tetap pilihan yang terbaik.
Proses aktualisasi pengamalan perintah “pakaian terbaik” mengalami pelebaran makna yang begitu luas dari tahun ke tahun. Di tahun 1997, Dhea Anada merilis lagu Baju Baru yang liriknya;
Baju baru, Alhamdulillah
'Tuk dipakai di hari Raya
Tak punya pun, tak apa-apa
Masih ada baju yang lama (oh, ya?)
Lagu ini, sedikit banyak membawa pengaruh kepada masyarakat muslim bahwa lebaran identik dengan beli baju. Hal ini pun direspon oleh kalangan pasar yang terus berinovasi melahirkan produk-produk fashion muslim yang kekinian hingga baju couple keluarga di hari raya. Roda perekonomian berputar, barangkali inilah salah satu makna keberkahan di hari raya.
Baju couple adalah inovasi, bisa jadi menjadi simbol keakraban antar keluarga, simbol pemersatu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.