Perubahan Sosial Komunikasi Digital Dalam Menghadapi Covid-19
Olahraga | 2021-08-23 22:08:07Maraknya penyebaran Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Perubahan terjadi pada cara berkomunikasi, cara berperilaku, dan cara berfikir manusia. Manusia dituntut untuk terbiasa dan bisa.Perubahan sosial ini terjadi karena pandemi Covid-19 ini sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi melalui digitalisasi yang tanpa kita sadari sudah merealisasikannya.
Dalam buku Theories of Human Comunication (Sendjaja, 2014) mengatakan bahwa terdapat 3 pendekatan dalam berkomunikasi, yaitu :
1. Pendekatan scientific (ilmiah-empiris).
Umumnya pendekatan ini berlaku di kalangan ahli ilmu eksakta. Cara pandang yang menekankan unsur objektivitas dan pemisahan antara known (objek yang ingin diketahui dan diteliti) serta knower (subjek pelaku atau pengamat).
2. Pendekatan Humanistic (Humaniora Interpreatif).
Pendekatan ini merupakan sebuah pendekatan dengan cara pandang yang mengasosiasikan dengan prinsip subjektivitas. Manusia mengamati sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan orang-orang di lingkungannya.
3. Pendekatan Sosial Sciences (Ilmu Sosial)
Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan Scientific dan Humanistic dimana objek studinya adalah kehidupan manusia, termasuk di dalamnya memahami tingkah laku manuisa.
Tampak jelas bahwa manusia membutuhkan kesempatan secara langsung untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sekitarnya. Di sinilah terlihat bahwa kondisi pandemi Covid-19 jauh dari ideal hubungan manusia secara humanis.
Perlu direnungkan, social distancing atau menjaga jarak tidak membuat kita "mati gaya" hanya belum sepenuhnya terbiasa dalam keseharian hidup pada pengalihan ruak fisik ke ruang virtual. Komunikasi digital sangat dekat disekitar kita yang sebenarnya berkontribusi besar. Kita tetap bisa berkomunikasi melalui berbagai kecanggihan media telekomunikasi saat ini.
Media-media yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran, media interaksi, dan media media pembelajaran. Jembatan komunikasi melalui media-media tersebut memberikan edukatif, informati, dan persuasif. Media yang dimaksud digunakan tanpa melakukan kontak fisik diantaranya whatsapp,twitter, facebook, instagram, tiktok dan lain-lain.
Bukankah ini sudah menjadi gaya hidup kita, termasuk orang Indonesia? Misalnya, kebiasaan bangun tidur langsung mencari gadgetnya meskipun sebatas cek pesan masuk, lihat status, dan lainnya.
Saat pandemi Covid-19 belum terjadi, kita sering melakukan aktivitas melalui interaksi sosial yang tidak membutuhkan komunikasi fisik maupun tatap muka artinya masyarakat dapat berpartisipasi dalam interaksi sosial dengan menggunakan teknologi komunikasi, khususnya media sosial.
Pada saat itu, terutama untuk generasi berikutnya, orang-orang khawatir bahwa kedekatan langsung akan hilang karena setiap orang seolah-olah memiliki dunianya sendiri.
Teknologi saat ini sudah berkembang demikian pesat sehingga kita bisa tetap saling terhubung tanpa harus secara fisik berada di dalam ruangan atau tempat yang sama. Hal ini diungkapkan Ketua Tim Teknis Tanggap Covid-19 WHO Dr M aria van Kerkhove, seperti dikutip dari CTV News.
Mengacu intruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus Corona sangatlah mudah menular melalui tetesan atau percikan air yang dikeluarkan seseorang saat bersin ataupun batuk. Maka social dintacing atau pembatasan sosial, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 di Indonesia, adalah pembatasan kegiartan tertentu penduduk dalam suatu wilayah.
Penyebaran virus Corona menjadi ancaman serius bagi dunia. Semangkin meningkatnya pasien Covid-19, sosial distancing ini mengarahkan masyarakat mengurangi interaksi sosialnya. Masyarakat juga dalam hal ini diberlakukan pembatasan yaitu diminta berdiam di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home/WFH) bagi pekerja.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.