Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cerita Anak: Pahlawan Ketapel

Eduaksi | Friday, 13 Aug 2021, 15:10 WIB

Setiap Jumat siang sekolahku SD Srigading mengadakan latihan Pramuka yang diikuti kelas 4,5,6 dengan pembina kak Pandu dan kak Dewi. Seperti biasanya selesai latihan Pramuka diakhiri dengan jamaah Asar di musala dipimpin Kak Pandu.

“Krisna, kakak pulang duluan ya,” sapa kak Pandu sambil mendekatiku.

“Ya kak, hati-hati di jalan,” sahutku.

Selepas kak Pandu pulang semua teman-temanku juga meninggalkan sekolah, yang ada tinggal aku dan Bayu teman sebangkuku. Aku dan Bayu tinggal dalam satu dusun yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Jadi aku dan Bayu, berangkat dan pulang sekolah cukup berjalan kaki.

“Yu, kita pulang yuk,” kataku sambil menggandeng tangan Bayu.

“Eh Kris, kamu mendengar orang berteriak minta tolong tidak?” tanya Bayu.

Aku berhenti sejenak, sambil meyakinkan apa yang dikatakannya itu.

Aku bergegas berlari-lari kecil mendekati tempat parkir sepeda di dekat pintu gerbang. Sengaja aku memilih tempat yang agak tersembunyi agar bisa melihat apa yang terjadi.

Dari jarak beberapa meter aku melihat seorang ibu yang mempertahankan tasnya dari lelaki yang berusaha merampasnya.

“Apa yang akan kamu lakukan Kris?” Bayu bertanya setengah berbisik.

“Kamu tenang saja, aku akan berusaha berbuat sesuatu untuk menolong ibu itu. Kasihan kan, kalau sampai tasnya dirampas lelaki itu,” jawabku.

Pelan-pelan kukeluarkan ketapel dari tas sekolahku, dan kuambil batu kecil yang ada didekatku. Aku tidak ingin mencelakai lelaki itu, namun aku hanya ingin menolong ibu agar tasnya tidak dirampas.

Dari tempat yang tersebunyi kutarik tali ketapelku, kuarahkan ke bagian betis lelaki itu. Dengan segenap tenagaku meluncurlah batu kecil dari ketapelku tepat mengenai betis lelaki itu. Terdengar orang itu memekik tertahan dan melepaskan tangannya yang hendak merampas tas. Ibu yang terbebas dari ancaman lelaki itu segera berlari menjauh sambil berteriak keras, “ Tolong, tolong.”

Sejurus kemudian banyak warga sekitar sekolah yang mendekati ibu yang berteriak. “Pak, lelaki itu mau merampas tas saya,” teriaknya sambik menunjuk lelaki yang sedang kesakitan memegang betisnya yang mengucurkan darah di pinggir jalan. Beberapa orang segera mendekati lelaki itu dan mengepungnya, aku dan Bayu juga ikut mendekat di kerumunan itu.

“Apa benar kamu mau merampas tasnya bu Lurah? “ tanya pak Dukuh yang memimpin kerumunan orang itu. Ternyata perempuan yang berteriak minta tolong itu adalah bu Lurah.

“Iya pak ,” jawab lelaki itu sambil menahan sakit.

Bu Lurahpun ikut mendekat di kerumunan sambil berkata,”Saya tadi pulang dari rapat di Kecamatan, sampai di dekat SD ini kok ada orang yang memepet saya, terus memaksa mau merampas tas saya. Saya heran, kok tiba-tiba dia melepaskan tangannya. Ternyata betisnya berdarah.”

“Bu Lurah, yang membuat betis lelaki itu berdarah, Krisna ini bu,” tiba-tiba saja Bayu menyela pembicaraan sambil menunjuk aku. Tentu saja aku hanya menunduk.

Bu Lurah memandangku sambil tersenyum, “Lho, kamu Krisna putranya pak Hasan kan?”

“Betul bu,’ jawabku masih sambil menunduk.

“Dengan apa kamu melemparkan batu itu?” pak Dukuh menimpali.

“Dengan ini pak” jawabku sambil menunjukkan ketapel.

“Wah hebat, kecil-kecil kamu sudah jadi pahlawan,” sahut pak Dukuh sambil menepuk-nepuk bahuku.

Bu Lurah memegang tanganku sambil berkata,”Terimakasih ya Kris. Kalau tidak ada kamu, pasti tas saya telah dirampas orang itu. Didalamnya banyak surat-surat penting dan ATM, repot kalau sampai hilang.”

“Nggih, sama-sama bu. Kata ibu saya, kita wajib tolong menolong dalam hal kebaikan. Bila kita suka menolong, maka Allah akan menolong kita juga,” sahutku.

“Ibumu memang benar Kris, sekali lagi terimakasih ya. Mumpung hari belum gelap aku mau kerumahmu, sekalian mau ketemu ibumu” kata bu Lurah sambil memelukku.

Aku sebenarnya agak malu dipeluk dihadapan orang banyak, tapi mungkin itu ungkapan spontan saja dari bu Lurah yang tasnya tidak jadi dirampas orang.

“Bapak-bapak dan saudara-saudara sekalian, saya sudah telepon kantor Polsek. Meskipun orang ini telah jelas berbuat salah, namun kita tidak boleh main hakim sendiri. Biarlah nanti aparat yang menangani,” kata pak Dukuh lantang.

Tidak berselang lama datanglah mobil Patroli Polsek yang berisi empat personel mendekati kerumunan orang-orang. Setelah semua petugas turun, mereka segera mendekat dan membawa lelaki itu ke atas mobil menuju Kantor Polsek.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image