Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Lagi-lagi PPKM, Mau Sampai Jilid Berapa?

Politik | Monday, 09 Aug 2021, 08:33 WIB

Oleh : Siti Subaidah ( Ummu Bahri)

( Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

COVID-19 hingga saat ini masih menjadi musuh yang belum mampu di taklukkan. Kebijakan pun telah berganti-ganti baik istilah maupun mekanismenya. Tapi tak jua membuahkan hasil. Bahkan kebijakan saat ini yang sedang dijalankan yakni PPKM jilid 4 pun tak nampak memberikan jawaban. COVID-19 masih betah di Indonesia, mimpi untuk keluar dari pandemi bagai panggang jauh dari api.

Jika menelisik jauh ke dalam, PPKM ( Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dari jilid 1 hingga 4 tidaklah berbeda jauh mekanismenya. Di Balikpapan sendiri, PPKM dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan dengan penyekatan di beberapa ruas jalan di Kota Balikpapan. Penyekatan jalan ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mencegah orang-orang berkumpul dan agar masyarakat untuk tetap berada di rumah.

Namun kebijakan ini sendiri menuai kritik dari DPRD setempat, karena menilai kebijakan yang dilakukan tidak berkorelasi dengan pengendalian COVID-19. Bahkan cenderung hanya menghabiskan dana karena petugas harus stand by saat jam pemberlakuan penyekatan jalan. Selain itu hal ini pun menimbulkan gejolak di tengah masyarakat terutama pengusaha dan pedagang kecil yang harus membatasi kegiatan usahanya sehingga pemasukan pasti menurun. Padahal banyak kewajiban yang harus dibayar seperti gaji karyawan, sewa tempat, listrik dan lain-lain. Semuanya harus dibayar tanpa peduli omset sedang turun atau tidak. Bahkan akibat PPKM ini telah banyak membuat usaha kecil mem-PHK karyawannya bahkan hingga gulung tikar.

Kbijakan ini pun berimbas pada masyarakat yang bekerja sebagai kurir. Mereka harus mencari rute baru bahkan harus berkeliling agar terhindar dari penyekatan jalan. Hal ini jelas membuat mereka lebih banyak merogoh kocek untuk membeli bensin agar bisa tetap amanah mengantarkan barang sesuai pesanan.

Hal-hal inilah yang nampaknya tidak sampai bahkan luput menjadi bahan pertimbangan bagi pejabat publik dalam mengambil kebijakan. Sudahlah masyarakat khawatir terhadap kesehatan mereka akibat pandemi, kini ekonomi mereka pun susah untuk di penuhi lantaran kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka. Syukur-syukur jika mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Jika tidak, tinggallah masyarakat kecil gigit jari.

Jika boleh penulis katakan, sedari awal pemerintah telah salah mengambil kebijakan. Disaat negara-negara dunia mulai memproteksi negara mereka dengan penutupan sejumlah bandara Internasional sebagai pintu masuk. Indonesia dengan legowo membiarkan turis asing datang bahkan jika masih ingat kala itu pemerintah menggandeng influencer agar tetap mempromosikan Indonesia sebagai tempat tujuan wisata.

Ummu Bahri (Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

Setelah kasus COVID-19 terdeteksi, barulah pemerintah mulai kelabakam. Itupun tidak serta merta membuat pemerintah langsung me-lockdown wilayah tersebut. Hanya melakukan PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang artinya mobilitas masyarakat masih berjalan. Sehingga ledakan penyebaran virus menjadi tak terkendali dan menyebar hingga keluar wilayah. Bahkan kini tak ada satu pun wilayah yang luput dari teror COVID-19.

Salah penanganan dan plin plannya pemerintah dalam mengambil kebijakan membuat pandemi ini kian berlarut-larut dan menimbulkan efek panjang. Kini bukan hanya kesehatan yang menjadi fokus perhatian masyarakat namun ditambah dengan ekonomi yang semakin sulit dipenuhi. Kebijakan yang diambil sudahlah tidak solutif bahkan menghabiskan biaya. Pemerintah tidak fokus menyelesaikan sumber masalah namun hanya berkutat pada solusi tambal sulam. Menetapkan kebijakan hanya ketika terjadi kenaikan kasus. Selebihnya hanya taat proses dan 5M. Padahal setahun lebih kita bergelut menghadapi virus ini, jelas sekali upaya ini tak cukup mampu membendung virus COVID-19. Lalu apa yang harusnya dilakukan pemerintah? Jawabannya karantina total.

Pemerintahan harus memprioritaskan penanganan pada daerah yang terkena wabah. Ini artinya negara melakukan upaya defensif dengan mengkarantina daerah tersebut. Hal ini dilakukan agar penyebaran virus tidak berimbas ke daerah lain. Sehingga kegiatan yang umumnya dilakukan oleh masyarakat seperti sekolah, bekerja, dan berinteraksi dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar masih dapat dilakukan karena tidak ada ketakutan akan tertular virus.

Pemerintah pun dapat fokus menyelesaikan masalah kesehatan rakyat di wilayah yang terdampak wabah. Masyarakat disana harus dijamin kebutuhan ekonominya oleh negara. Sehingga beban ekonomi tidak akan menyita pikiran warga. Segala kebutuhan baik itu penanganan medis dan fasilitas kesehatan wajib di berikan oleh negara dengan standar terbaik. Sehingga masyarakat cepat pulih dan herd imunity bisa segera terbentuk.

Inilah yang harusnya dilakukan pemerintah, tepat sasaran dalam mengatasi wabah. Bukan bermain-main dengan kebijakan yang tidak solutif namun menghimpit ekonomi rakyat. Sudah cukup masyarakat menjadi sasaran kebijakan coba-coba ala pemerintah. Karena saat ini nyawa masyarakat bukan hanya terancam karena COVID-19 namun karena ekonomi mereka yang tak sanggup dipenuhi. Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image