Milenial dan Krisis Berpikir
Eduaksi | 2021-08-06 15:17:51Di zaman kemajuan teknologi ini, banyak fenomena terjadi di masyarakat. Termasuk, booming-nya istilah Generasi Milenial di kalangan masyarakat. Milenial menjadi sebutan bagi generasi yang lahir tahun 1990-an hingga 2000-an. Disebut milenial karena satu-satunya generasi yang melewati millenium kedua sejak teori generasi ini dihembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim tahun 1923. Menurut Karl Mannheim manusia-manusia itu akan saling mempengaruhi meskipun lahir pada generasi berbeda.
Selain itu, dunia milenial lebih akrab dengan internet. Sehingga, secara tidak langsung aktivitas milenial juga berkutat di dunia maya. Akan tetapi kemudahan akses di sini lebih banyak mendominasi milenial untuk mengarah pada hal-hal yang cenderung negatif. Termasuk berkaitan dengan pola pikir generasi tersebut. Di mana, pola pikir sebagian milenial cenderung praktis dan pragmatis.
Hal lain yang juga dihadapi oleh generasi milenial ialah mengalami krisis identitas. DI mana mereka, terlihat tidak mempunyai pegangan hidup. Sehingga, mudah terombang-ambing oleh fenomena-fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Sebab itu, mereka cenderung mudah menerima perubahan, meskipun hal tersebut tidak memiliki nilai. Karena perubahan yang masuk ke dalam dunianya tidak dianalisa, tetapi langsung ditelan mentah-mentah. Seolah generasi ini kehilangan idealismenya.
Milenial cenderung menggunakan pola pikir praktis dan tidak bisa berpikir mendalam. Akhirnya, hanya sebagian kecil dari generasi milenial yang mempunyai keinginan untuk berpikir mendalam, artinya dalam menyikapi suatu hal telah dipikirkan dengan matang dan ketika hal tersebut dibiasakan, tentunya akan menjadi budaya.
Hal tersebut terlihat ketika milenial, cenderung mengikuti budaya Valentine misalnya. Mereka tidak menganalisa, minimal mencari tahu mengapa Valentine ini bisa diperingati sebagai hari kasih sayang atau nilai dari perayaan Valentine itu sendiri bagaimana. Hanya karena ini sudah menjadi tren, maka ia asal mengikuti tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Ironis bukan?
Pada akhirnya, generasi milenial telah kehilangan jati dirinya sebagai dampak dari terombang-ambing arus dan cenderung berpikir praktis. Generasi milenial cenderung mengikuti suatu hal tanpa memfilter terlebih dahulu. Selain itu, perkembangan teknologi yang begitu cepat juga turut menjadi pemicu hilangnya idealisme milenial. Sedangkan prinsip idealisme sendiri yaitu menerangkan bahwa realitas tersusun atas gagasan atau ide. Dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai suatu sistem yang masing-masing unsurnya saling berhubungan.
Idealisme memberikan pandangan bahwa pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar. Kata idealis mengandung maksud seseorang dengan cita-cita tinggi tinggi, estetika, dan agama serta mampu menghayatinya. Kemudian terdapat istilah idealisme personal yang membahas tentang nilai-nilai perjuangan untuk menyempurnakan diri. Idealisme ini menekankan realitas dan harga diri seseorang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia. Sehinga mereka cenderung memiliki jiwa pemikir yang tinggi.
Contohnya, seperti yang dialami oleh Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno pada masa mudanya telah terbiasa dengan pemandangan rakyat Indonesia yang diperbudak oleh Belanda. Masyarakat juga menganggap kejadian tersebut merupakan hal biasa. Menginjak dewasa, beliau menyadari bahwa harus melawan arus realistik penjajah, sehingga beliau mulai mengampanyekan idealisme kemerdekaan bangsa Indonesia.
Seperti yang diungkapkan Karl Mannheim bahwa sebuah identitas adalah respons dan rasa keterikatan tertentu dalam suatu cara, di mana semua anggotanya bergerak dan membentuk kesamaan pengalaman. Artinya, tidak ada generasi yang mengalami perubahan tanpa usaha. Generasi Sumpah Pemuda misalnya, secara sengaja merespon tantangan kolonialisme dan feodalisme lewat penciptaan ruang publik sebagai wadah untuk social learning. Ruang publik ini menjadi tempat pertemuan minoritas kreatif ke dalam jaringan kolektif lewat komunikasi yang membebaskan diri dari dominasi kuasa dan uang.
Salah satu yang menjadi tantangan generasi milenial idealis adalah kualitas dari generasi itu sendiri. Pada setiap generasi, kuantitas milenial sebagai pemikir dan pelopor merupakan minoritas kreatif. Tetapi, mereka membuktikan bahwa milenial idealis juga terlibat dalam kerja-kerja inovatif, kewirausahaaan, bahkan aksi-aksi politik. Generasi milenial idealis saat ini juga perlu memiliki usaha yang disengaja seperti generasi Sumpah Pemuda terdahulu. Tanpa usaha, sisi kreatifitas akan terbuang dari idealisme tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.