Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Munir Effendi

Menulis dengan Mulut, Membaca dengan Telinga, MUNGKINKAH?

Eduaksi | Friday, 06 Aug 2021, 14:53 WIB

Mencermati judul tulisan di atas mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya, apakah mungkin menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga?. Sekiranya kita hidup di zaman dahulu kala mungkin hal tersebut sangat khayal terjadi. Namun kenyataannya pada era sekarang hal tersebut benar-benar terjadi. Kemudian pertanyaan dalam diri kita selanjutnya adalah lho kok bisa...?, terus bagaimana caranya...?.

Istilah Menulis dengan Mulut (menemu) dan Membaca dengan Telinga (baling) adalah suatu metode yang diperkenalkan pertama kali oleh Mampuono R. Tomoredjo (Sekjen IGI 2016-2021) seiring dengan dikeluarkannya Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Untuk mendukung penumbuhan budi pekerti anak mendikbud pada saat itu, Anies Baswedan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS ini bertujuan untuk membiasakan dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti.

Dalam bukunya , Mampuono menjelaskan bahwa metode menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga (menemu baling) merupakan usaha untuk mensupport gerakan literasi agar sukses mengentaskan siswa Indonesia dari “lembah keterpurukan literasi”. Sebagaimana diketahui, hasil penelitian lembaga internasional tentang tingkat literasi siswa Indonesia dari tahun ke tahun selalu menempatkan mereka pada posisi yang sama atau sedikit lebih tinggi dari level literasi para siswa dari negara-negara miskin dan terbelakang di Afrika.. Untuk penggunaan Metode Menemu dijelaskan bahwa caranya cukup dengan mengaktifkan Speech to Text (STT) pada google keyboard di gawai kita, kita dapat dengan mudah menulis dimana saja dan kapan saja dari setiap ucapan kata tanpa harus mengetik menggunakan laptop atau komputer.

STT adalah sistem yang berfungsi untuk mengubah bahasa lisan menjadi tulisan. Sebagai masukan pada sistem adalah kata atau kalimat yang diucapkan oleh manusia, selanjutnya sistem akan mengidentifikasi kata atau kalimat yang diucapkan dan menghasilkan teks sesuai dengan apa yang diucapkan. Sinyal ucapan pertama kali akan dilewatkan pada bagian penganalisis untuk mendapatkan besaran-besaran yang akan mudah diolah pada tahap selanjutnya. Untuk setiap ucapan yang berbeda tentunya akan dihasilkan pola ciri yang berbeda pula (https://medium.com/@toriqahmads/penjelasan-speech-to-text-dc10c5178809).

Dalam pembagiannya ada 2 jenis speech to text ditinjau berdasarkan ketergantungan pembicaranya, yaitu:

1. Indepedent Speech to Text yaitu sistem pengenal ucapan tidak terpengaruh dengan siapa yang berbicara akan tetapi sistem ini mempunyai keterbatasan dalam hal jumlah kosakatanya. Model ini akan mencocokkan setiap kata yang diucapkan dan mecoba mengenali kemudian memilih dan menampilkan kata yang sepertinya cocok. Untuk mendapatkan kecocokan kata yang diucapkan maka digunakan model statistic yang dikenal dengan nama Hidden Markov Model (HMM).

2. Dependent Speech to Text merupakan sistem pengenal ucapan yang memerlukan pelatihan, caranya dengan membuat contoh suara kemudian disimpan dalam database. Proses pengenalan ucapan dengan cara membandingkan dengan contoh suara yang ada pada database oleh karenanya model ini mempunyai kelebihan dalam hal jumlah kosakata.

Selanjutnya untuk metode baling kita hanya cukup mengaktifkan Text to Speech (TTS) yang dijalankan dengan aplikasi voice aloud reader yang dapat diunduh pada play store. Dengan cara seperti ini tentunya kita tidak harus membaca dengan mata kita, tetapi cukup mendengarkan dengan telinga dengan demikian mata kita tidak harus merasakan letih karena membaca.

Dengan masifnya gerakan literasi digital saat ini tentu tidak lain adalah suatu berkah dampak positif perkembangan teknologi informasi yang pesat pada saat ini, teknologi dengan keleluasaan mengakses tanpa dibatasi waktu (nirwaktu), melintas batas wilayah, dan dengan semakin murahnya biaya akses internet semakin memanjakan kita dalam mengakses informasi. Adanya kemudahan akses informasi inilah yang mudah-mudahan akan mempercepat tumbuhnya budaya literasi digital di sekolah kita.

Nah.., dari paparan di atas dengan adanya Metode Menemu Baling merupakan salah satu cara yang ampuh untuk dapat beradaptasi dalam berliterasi pada era revolusi industri 4.0, dengan demikian gerakan literasi di sekolah diharapkan akan semakin berkembang pesat tanpa adanya ketergantungan dengan laptop dan duduk manis dimeja komputer kita. Ayoo... mari kita giatkan budaya literasi sekolah kita...!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image