Sesekali Menjadi Anak kecil
Eduaksi | 2022-05-06 21:19:35Polos. Lugu. Tidak ada dendam. Berantem damai lagi. Bertengkar lagi, damai lagi. Tidak ada bekas luka. Saling memaafkan tak terucap. Itulah dunia anak. Kita semua pernah merasakan dan mengalami, begitu asyiknya masa-masa itu.
Andai hidupnya orang dewasa seperti masa kecil, pasti damai negeriku. Saling empati, bahu membahu, tolong menolong. Sayang sekali, "jiwa masa kecil" itu telah hilang ditelan egoisme.
Hakekatnya setiap kita merindukan kedamaian dan ketenangan. Dibutuhkan pribadi unggul dan luhur untuk menjadi "juru damai" dalam kehidupan. Siapkah kita? Hidup bukan tentang "pesaing". Hidup bukan siapa yang sampai "finish" lebih dulu. Hidup itu memberi rasa aman kepada yang lain.
Apa arti sukses kalau untuk diri sendiri? Apa makna berharta kalau tidak berbagi? Untuk apa menjadi pejabat kalau tidak menebar keadilan? Menjadilah anak kecil, selalu membagi sepotong roti untuk sahabatnya. Sesekali bersikap seperti anak kecil, mengusap air mata temannya untuk menghapus kesedihan.
Mengaku beriman berarti siap menebar kebajikan. Pengakuan tidak cukup di lisan, tapi harus terjelma dalam alam nyata. Iman berbuah amal sholeh. Tapi pembuktian berarti omdo (omong doang).
Tidak ada cerita orang bangkrut karena berderma. Tidak ada kesempitan bagi para penolong. Tidak mungkin ada kebodohan bagi para penyebar ilmu. Siapa Menanam, akan mengetam.
Nasrun Minallah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.