Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mutiara Permata Hati Soleha

Birokrasi dan Sistem Politik Indonesia

Politik | Wednesday, 21 Jul 2021, 20:26 WIB

Secara umum, pengertian birokrasi adalah rantai komando berbentuk piramida dalam suatu organisasi dimana posisi di tingkat bawah lebih banyak daripada tingkat atas. Ada juga yang menjelaskan arti birokrasi adalah suatu struktur organisasi yang memiliki tata prosedur, pembagian kerja, adanya hirarki, dan adanya hubungan yang bersifat impersonal.

Sedangkan politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.

Birokrasi dan politik sebagai dua institusi yang berbeda namun sulit untuk dipisahkan. Keduanya saling memberikan kontribusi bagi pelaksanaan pemerintahan daerah yang baik. Institusi politik dan birokrasi melakukan proses check and balance agar senantiasa berada dalam koridor esensi otonomi daerah.

Dalam masyarakat awam terminologi birokrasi memiliki konotasi yang kurang baik. Istilah birokrasi acapkali dipahami sebagai prosedur kerja yang berbelit-belit, proses pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidak efektif dan efisien, serta sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang. Moerdiono dalam tulisannya pernah mengemukakan bahwa, istilah birokrasi pada dasarnya mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi besar, namun telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk, walaupun Max Weber, yang dipahami sebagai pakarnya segala ulasan mengenai birokrasi, juga menunjukkan sisi positip birokrasi, namun sisi negatifnya lebih menonjol diingat orang bila mendengar istilah ini.

Berkembangnya kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu berkonotasi buruk, boleh jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. Ketika itu birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrumen teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang efektif dalam upaya rekayasa masyarakat. Akibat yang tampak kemudian adalah semakin dominannya peran birokrasi dalam sistem politik orde baru. Agaknya warisan dari praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini, meski rezim otoriter Orde Baru telah berakhir.

Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal dimunculkan pertama sekali oleh Weber pada tahun 1947, menurutnya, birokrasi merupakan tipe ideal bagi semua organisasi formal. Ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi adalah pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hirarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang, dan efisiensi. Sedangkan institusi politik berkarakter demokrasi yang ditandai oleh adanya kebebasan sipil dan politik, seperti kebebasan berbicara, menulis, berkumpul dan berorganisasi, dan perdebatan-perdebatan politik.

Menurut Widiatmaja, ada perbedaan di antara jabatan birokrasi dan politik. Jabatan politik cara pengangkatannya melalui pemilu, sedangkan jabatan birokrasi melalui kualifikasi tertentu. Jabatan politik mempunyai masa jabatan lima tahun, sedangkan birokrasi seumur hidup. Sifat jabatan politik sewaktu-waktu bisa diberhentikan, sedangkan birokrasi tidak bisa kecuali sang birokrat yang meminta. Jika jabatan politik bertanggung jawab kepada konstituen, jabatan birokrat bertanggung jawab kepada negara.

Strukturnya Indonesia pada masa pra-kolonial (kerajaan) dapat dipahami dengan diagram berbentuk segitiga, di mana raja menjadi titik puncak segitiga, kalangan priayi atau bangsawan di tengahnya, dan rakyat jelata berada paling bawah. Sedangkan pada periode kolonial, strukturnya Indonesia yakni: Ratu Belanda sebagai puncak hierarki, Gubernur Jenderal sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap wilayah jajahan, kemudian asisten residen, residen, dan countreuler menempati posisi setara, dan di bawahnya ada Bupati, lalu rakyat.

Sedangkan pada masa pasca kemerdekaaan, entitas-entitas negara, baik itu birokrat, pemerintahan, militer, maupun masyarakat harus menjadi elemen yang mendukung revolusi Bung Karno. Revolusi menjadi puncak hierarki, di mana elemen-elemen tersebut harus memaksimalkan peranan untuk tujuan revolusi Indonesia.

Sedangkan pada masa Orde Baru, politisasi birokrasi terjadi ketika Golkar menjadi puncak daripada hierarkinya. Golkar pada awalnya dibentuk Bung Karno untuk mewadahi golongan fungsional seperti militer, birokrat, petani, buruh, dan sebagainya sebagai wadah representasi untuk kepentingan golongan tersebut. Tetapi pada era Orde Baru, Golkar menjadi kekuatan politik dominan di mana ia menjelma sebagai partai politik yang di dominasi oleh militer.

Kebanyakan orang menganggap bahwa konsep birokrasi menjadi administrasi yang tak efisien serta rasional, mencakup software kriteria evaluatif dan spesifikasi sifat nilai-nilai tadi (Martin Albrow, 1989 : 1 07). Konsep birokrasi cendrung dianggap sebagai suatu aspek ancaman terhadap demokrasi, apalagi konsep birokrasi menjadi kekuasaan yg dijalankan sang pejabat, konsep ini diamati secara berfokus sebab mendiskusikan ihwal pejabat-pejabat negara yang menjalankan tujuan-tujuan demokrasi. Perlu dipertanyakan apakah tindakan tergantung pada bagaimana nilai-nilai demokrasl Itu ditafsirkan dan mana diantara penafsiran itu yg ditinjau galat. Friedrich dan Finer prihatin terhadap persoalan kesesuaian praktek-praktek administrasi negara modem dengan nilai-nilai demokrasi, karena mereka percaya bahwa bukan kekuasaan yg dijalankan pejabat yang menimbulkan duduk perkara permanen cara menggunakan kekuasaan itulah yang sebagai masalahnya, untuk itu perlu ditinjau bagaimana masing-masing karakteristik antara birokrasi serta demokrasi digunakan dalam usaha mendiagnosis dan menyembuhkan duduk perkara yg terjadi.

Birokrasi dan politik yang terjadi dimasa reformasi ini mengarah tiga kecendrungan yaitu pertama proses weberisasi, yaitu suatu proses dimana suatu biroksasi semakin mendekati tipe ideal sebagaimana dikemukakan sang Max Weber. Ke 2, proses parkinsonisasi yaitu proses dimana birokrasi cendrung menuju kedalam keadaan patologis sebagaimana pernah diduga kuat oleh C.Northcote Parkinson Ketiga, proses orwelisasi, yaitu kecendrungan birokrasi semakin menguasai rakyat, buat birokrasi di Indonesia agaknya cendrung ke arah parkinsonisasi dan orwelisasi ketimbang ke arah weberisasi. Untuk syarat Indonesia sendiri syarat patologis ini terlihat menggunakan susahnya menetralisasikan birokrasi serta politik sebagai akibatnya kita mengenal politik rente serta politik transaksional dan politik oligarkis di birokrasi-birokrasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image