Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Aini

Kemiskinan Naik Seiring Harga-harga Naik

Curhat | Tuesday, 03 May 2022, 05:09 WIB

Data Badan Ketahanan Pangan (BKP) menunjukkan, banyak keluarga yang menghabiskan lebih dari 65% pengeluarannya untuk kebutuhan makanan pada 2021. Pangsa rumah tangga dengan pengeluaran pangan yang dominan berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan suatu kota atau kabupaten, walaupun ada faktor lain dan beberapa daerah yang berbeda. Parahnya lonjakan harga bahan pangan terus saja terjadi.

Lonjakan harga pangan terjadi ketika masih banyak masyarakat yang belum keluar dari kemiskinan akibat kemerosotan ekonomi selama pandemi. Pada September 2021, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71%, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan kata lain, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang dibandingkan periode yang sama pada 2019.

Maka lengkap sudah penderitaan rakyat miskin, mereka akan terus terjebak dalam jerat kemiskinan selama pemerintah tak memberikan solusi nyata mencegah atau setidaknya mengantisipasi naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok. Dan sewajarnya, pemerintah tidak akan pernah mampu memberi jaminan tidak adanya kenaikan harga bahan pangan selama masih menggunakan sistem yang saat ini dipakai. Sistem ekonomi kapitalis yang rapuh dan tersandera pada kepentingan para pemilik modal.

Setidaknya ada 3 hal yang harus diselesaikan agar harga pangan tidak terus melambung. Pertama, pengadaan barang. Jalan pintas impor bahan pangan yang selama ini menjadi andalan pemerintah bukanlah solusi tuntas, bahkan akan semakin menimbulkan masalah. Impor pangan akan membuat ketergantungan kepada produk luar negeri dan semakin menguntungkan segelintir pengusaha. Oleh karena itu kesungguhan pemerintah memberikan jaminan ketersediaan bahan pangan dalam negeri dengan tidak tergantung pada impor mutlak diperlukan. Menjamin para produsen bahan pangan mudah memproduksi. Mulai dari petani yang menanam dengan bibit unggul, pupuk murah, edukasi dan inovasi petani di bidang pertanian, intinya ada jaminan dari awal tanam hingga paska panen. Namun sayang, lagi - lagi dalam hal pengadaan bahan pangan kebijakan negara masih terkungkung pada cengkeraman swasta dan asing, maka wajar jika sektor hulu di bidang pertanian lagi-lagi tidak dalam kendali negara.

Kedua, distribusi barang yang tidak merata dan juga dalam genggaman para pamilik modal. Tidak jarang panen raya berakhir petaka bagi petani, melimpahnya hasil panen tidak diiringi dengan distribusi yang baik terutama karena minimnya perhatian negara untuk memastikan semua rakyat terpenuhi kebutuhan pangannya. Tak jarang hasil pertanian dibuang sia-sia di satu daerah padahal tidak ada jaminan daerah lain tak membutuhkan. Petani sudah tidak mau ambil pusing dengan penambahan biaya untuk mendistribusikan ke daerah lain sedangkan negara sering abai jika berhubungan dengan kepentingan rakyat yang tak menambah pemasukan negara.

Ketiga, permasalahan sistemik yang menggurita negeri ini jelas merupakan permasalahan utama. Semua bidang, semua sektor, semua hal, termasuk pula terkait harga dan pemenuhan kebutuhan pangan, semuanya sudah diliberalisasi, swasta dan asing menjadi lintah penghisap semua potensi negeri ini, kolaborasi penguasa dan pengusaha sempurna membentuk sistem oligarki. Maka sempurnalah penderitaan rakyat di negeri yang menerapkan sistem kapitalis seperti di Indonesia ini, yang kaya semakin menjadi konglomerat yang miskin semakin melarat.

Oleh karena itu, berpikir "out of the box" mutlak diperlukan, buang jauh-jauh pikiran negeri ini cukup mengandalkan solusi tambal sulam ala kapitalisme. Kita butuh sistem sahih yang telah memberikan bukti nyata menyelesaikan permasalahan kenaikan harga pangan dan juga permasalahan lainnya. Yaitu sistem khilafah, yang berhasil memberikan solusi saat rakyat di negara khilafah bahkan di negara tetangga yang sedah kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, saat harga barang melambung. Para khalifah terdahulu terbukti berupaya maksimal memikirkan kesejahteraan rakyat, cepat tanggap saat dibutuhkan rakyat, berpikir jangka panjang dengan memajukan sistem pertanian dengan memotivasi ilmuwan untuk terus berkreasi. Tegas menjatuhkan sanksi bagi rakyat yang curang, menimbun, mafia harga dan barang. Maka wajar jika umat semakin merindukan khilafah, meski dengan resiko dicap radikal. Tak hanya rindu, juga terus berjuang agar khilafah tegak, khilafah warisan rasulullah yang membawa berkah. Wallahu'lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image