Sebuah Puisi Tentang Kehidupan
Sastra | 2021-07-03 13:29:23KasihSetelah jauh jarak yang ditempuh;
mengembara dibawah baskara;
menyelinap pada tiap ruang harap.
Aku tak jua menemukan puisi paling purna;
Tak ada yang paling cendayam rupa;
Juga yang bimala tanpa cela.
Meski dari prasasti kesederhanaan milik Sapardi;
Dari lembaran sumpah kesakralan milik Qabbani;
Bahkan dalam keabadian cinta dalam diam milik Rumi.
Ternyata puisi itu telah lama dicipta.
Jauh sebelum langit bersetubuh dengan semesta.
Di taman firdaus-Nya, suatu magis Tuhan mengukir tubuhmu dalam aksara yang purna dan metafora yang gana.
Tuhan menulismu dan semenjak kurasakan sentuhanmu aku tahuâpuisi paling purna, paling cendayam rupa, tertuang dalam bentuk paling fana. Dirimu. Dirimu belaka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.