Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Ketika Islam Memuliakan Perempuan

Agama | 2021-07-02 06:41:48

Perempuan dan anak menjadi korban kekerasan dan pelecehan, bukanlah barang baru. Jika boleh dipaparkan secara riil kasus kekerasan dan pelecehan bahkan cenderung mengkhawatirkan. Kian tahun angka kasus tersebut terus mengalami peningkatan yang tajam khususnya di Kalimantan Timur. Dilansir dari m.antaranews.com jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kalimantan Timur sejak 2019 hingga saat ini cukup tinggi, yakni mencapai 1.386 aduan dan ditindaklanjuti. Kasus kekerasan rumah tangga menjadi kasus terbanyak, disusul dengan kasus pelecehan seksual. Banyaknya jumlah kasus disikapi pemerintah dengan membentuk Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan bagi Lembaga Layanan utamanya di daerah. Sekretaris DKP3A Kaltim Eka Wahyuni mengatakan bahwa pelatihan bagi pendamping tersebut sangat penting agar mereka memahami tugas dan fungsinya saat menangani kasus tersebut. Pelatihan ini diikuti sebanyak 30 peserta dari UPTD PPA kabupaten/kota se- Kaltim. Kasus ini jelas menuntut untuk segera diselesaikan. Semakin tingginya kasus kekerasan dan pelecehan mencerminkan bahwa keamanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak kian darurat. Berbagai upaya mulai dari jaminan perlindungan hukum, pelatihan dan pemberdayaan tak jua membuahkan hasil. Bahkan nyaris tak berefek. Di satu sisi suara-suara sumbang yang menyuarakan kebebasan dan kesetaraan gender semakin menggema dan mengklaim bahwa inilah yang dibutuhkan sebagai solusi. Memberdayakan perempuan, memberi kebebasan dan setara dalam segala hal menjadi tajuk yang kian diangkat manakala kasus kekerasan dan pelecehan kembali menyeruak. Namun benarkah ide tersebut mampu memberi perlindungan hakiki terhadap perempuan dan anak? Bias Kesetaraan Gender Dunia memandang bahwa apa yang terjadi pada kaum perempuan dan anak sebagai buah dari ketimpangan sosial berupa hak yang tidak sama dengan kaum lelaki. Perempuan dianggap sebagai golongan kedua dengan peran terbatas sehingga muncul kekerasan fisik dan verbal sebagai akibat penyepelehan peran perempuan. Akhirnya muncullah gerakan kebebasan dan kesetaraan gender dengan harapan derajat kaum perempuan terangkat dan memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan mereka sendiri. Namun, permasalahan ini tentu tidak bisa disolusikan dengan hanya melihat masalah di permukaan saja. Mesti dilihat akar yang menjadi sumber penyebab masalah ini terjadi. Sistem kapitalisme dengan sekularisme sebagai pandangan hidup telah salah memandang peran strategis perempuan. Perempuan hanya dipandang sebagai objek ekonomi, dimana perempuan harus berdikari dalam aspek apapun. Paham inilah yang akhirnya membuat seolah-olah perempuan terdzolimi jika tidak sama dengan lelaki. Sekularisme yang mengenyampingkan peran agama sebagai aturan kehidupan semakin membuat derajat perempuan pun kian terpuruk Para perempuan ter- mindset untuk sejahtera dari sisi ekonomi dan berupaya tampil demi memenuhi gaya hidup yang cenderung hedonis bahkan jika itu bertentangan dengan norma dan agama. Kebebasan dan kesetaraan gender yang diraih hanya akan membuat para perempuan semakin liberal dan terjebak dengan pandangan sejahtera ala kapitalis yang mengukur semuanya dari materi. Alhasil kaum ibu fokus mengejar karir dan mendikotomi perannya di lingkungan keluarga. Akibatnya peran utama nan mulia sebagai ibu pencetak generasi kian luput. Kehidupan rumah tangga terabaikan, anak kehilangan sosok ibu sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga pun akan tetap terjadi. Dari sini jelas bahwa kebebasan dan kesetaraan gender yang digaungkan tak mampu menyudahi permasalahan ini. Islam Memuliakan Perempuan Islam memiliki segenap aturan yang lengkap hingga mengatur masalah perempuan. Islam menempatkan perempuan dengan derajat yang mulia yakni sebagai ibu pencetak generasi. Darinya lah lahir bibit unggul pemuda pemudi berkepribadian Islam yang akan menjadi mercusuar peradaban. Ibu sebagai madrasatul ula menjadi poin penting dalam pendidikan dan perkembangan anak. Akidah, tsaqafah Islam, adab dan nafsiyah menjadi pilar yang membentuk kepribadian anak dan ini harus ditanamkan sedari kecil oleh keluarga terutama dari asuhan ibu. Begitu pula ketika ia berperan sebagai seorang istri. Berbagai hak dan kewajiban menjadi acuan bagi dirinya untuk berbakti kepada suaminya. Tidak semata-mata terpaksa tapi paham bahwa begitu banyak berkah dan pahala baginya ketika ridho suami ia dapatkan. Syukur dan sabar menjadi penenang tatkala cobaan datang. Secara umum, Islam tidak pernah membedakan kemuliaan antara laki-laki dan perempuan. Semua sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Perempuan pun memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan lelaki kecuali yang dikhususkan kepadanya. Dalam lingkup publik perempuan pun diperbolehkan memiliki peran, bahkan hingga menjadi pegawai pemerintahan dan menjabat di peradilan kecuali sebagai qadhi madzalim. Selain itu perempuan juga memiliki hak yang sama dalam memilih dan membaiat khalifah Perempuan diperbolehkan bekerja. Hanya saja hal itu semata-mata karena sebuah pilihan bukan bukan karena tuntutan keadaan. Karena sejatinya kebutuhan ekonomi perempuan telah terpenuhi lewat mekanisme pemberian nafkah oleh suami atau wali mereka. Bagi mereka yang tidak memiliki wali ataupun kerabat maka pemenuhan nafkahnya dilakukan oleh negara. Ketika perempuan memiliki pilihan untuk bekerja maka pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang mengambil peran mereka sebagai istri ataupun ibu. Hal ini pun menjadi pilihan agar mereka dapat menerapkan ilmu yang mereka miliki demi kemaslahatan umat. Dalam hal ini Islam tidak memberikan persamaan dengan laki-laki karena memang peran yang Allah berikan sesuai dengan fitrah masing-masing. Negara menjamin penuh hak-hak ekonomi mereka seperti jaminan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan, serta memberikan ruang dimasyarakat untuk berperan aktif demi kemaslahatan umat tanpa mencederai peran utamanya dalam keluarga. Inilah yang dilakukan Islam sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Lalu apakah kita masih mencari solusi lain selain kembali kepada Islam? Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image