Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HAIKAL KHALILULLAH

PEPATAH DAN PERIBAHASA ACEH

Olahraga | 2021-06-28 14:39:26
HADIH MAJA

Keunikan yang terdapat di wilayah Aceh tidak hanya soal budayanya saja, tetapi kehidupan sosialnya juga sangat menarik untuk di cermati. Masyarakat Aceh mengenal pepatah yang turun temurun di sampaikan oleh leluhur mereka, pepatah atau peribahasa ini dikenal dengan sebutan hadih maja pengajaran. Menurut Souck Hurgronje dalam buku “Aceh Di Mata Kolonialis jilid II” pada bagian kesustraan, ia menyebutkan bahwa hadih maja dipertahankan melalui tutur para orang tua, khususnya kaum perempuan sebagai penutur utamanya, diajarkan kepada anak-anak sebagai sarana pendidikan. Sehingga sering kualitas bahasa seorang anak di Aceh saat itu ditentukan oleh kecerdasan verbal ibunya.

Hadih maja adalah perkataan, peribahasa atau pepatah dalam bahasa Aceh yang digunakan sebagai nasehat, sindiran, perumpamaan dan lainnya. Di masa lalu, barang siapa yang menguasai serta memiliki banyak pembendaharaan hadih maja akan menjadi tokoh yang populer dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana masyarakat di belahan dunia lainnya, terdapat fenomena jika ada dalam satu kelompok seseorang yang mampu menguasai banyak kosa kata, maka orang tersebut akan lebih di hormati dan didengarkan.

Dewasa ini, penggunaan bahasa daerah telah mulai menurun, ini merupakan fenomena yang berlaku umum di seluruh Indonesia. Kalangan muda - mudi saat berkomunikasi dengan bahasa daerahnya kerap muncul anggapan bahwa itu adalah hal yang ketinggalan zaman, hal ini sangat dikhawatirkan jika terus merambah luas, maka budaya asli yang telah diwarisi turun temurun oleh nenek moyang akan hilang. Sebagai pengingat agar kita tidak sepenuhnya lupa akan kebijaksanaan para leluhur Aceh, maka saya menulis tulisan ini dengan harapan agar generasi yang akan datang yang kemungkinan sudah kurang memahami bahasa ibunya, sedikit banyaknya akan dapat memahami cara orang Aceh mengkomunikasikan alam pikirannya dalam bentuk pepatah peribahasa.

Berikut ini adalah beberapa peribahasa dan pepatah atau nasehat yang terkenal di masyarakat Aceh, baik itu tentang perintah, larangan, sindiran, harapan dan lain sebagainya.

1. Memilih Sahabat

“Bak ie raya bek tatheun ampeh

Bak ie tarek bek tatheun bubee

Bek tameurakan ngon si paleh

Hareuta abeh, geutanyoe malee”

Artinya:

“Pada aliran air bah jangan dipasang jaring

Pada air deras jangan dipasang bubu

Jangan bersahabat dengan orang jahat

Harta habis, kita mendapat malu”

Ulasan :

Dalam memilih sahabat, janganlah sembarangan. Pilihlah teman yang baik-baik. Jika berteman dengan orang nakal, kita pun ikut nakal karena terbawa-bawa. Berteman dengan orang baik-baik dapat memberi pelajaran yang baik bagi kita.

Kata orang bijak, kalau kita berkawan dengan penjual minyak wangi, setidaknya kita akan kecipratan dan ikut berbau wangi. Apalagi kalau bergaul dengan ulama, sedikitnya keulamaannya akan kecipratan kepada kita.

2. Usaha dan Rezeki

“Tapak jak

Urat menari

Kalau ada usaha

Meuna tajak

Na raseuki”

Artinya ;

“Kaki melangkah

Urat menari

Tentu ada rezeki”

Ulasan :

Ungkapan ini menggambarkan bahwa orang yang rajin akan mendapatkan rezeki. Hal ini juga ditujukan untuk mendorong orang agar tidak hanya berpangku tangan untuk mendapatkan sesuatu. Ia harus bekerja seperti digambarkan dengan kata-kata “Kaki melangkah urat menari”. Berdo’a saja tidaklah cukup. Berusaha dan berdo’a barulah lengkap.

3. Musyawarah

“Menyo na mupakat

Lampoh jeurat tapeugala”

Artinya :

“Kalau sudah sepakat

Tanah kuburan pun dapat digadaikan”

Ulasan :

Tanah kuburan, yang merupakan tanah umum, tidak pernah digadaikan orang. Apalagi, mustahil ada orang mau mengambil gadai karena tanah ini tidak difungsikan sebagai fungsi ekonomi. Dalam peribahasa di atas digambarkan bahwa hal yang hamper mustahil sekalipun, kalau sudah disepakati bersama dalam musyawarah, hal tersebut dapat saja dijalankan.

Di sini jelas bahwa fungsi musyawarah dan hasil musyawarah dalam bentuk mufakat atau solusi sangat berperan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.

4. Taat perintah guru

“Taek u gle tajak koh kayee

Tinggai peureudee teumpat luek meukuw’a

Meu han tapateh amanat guree

Dudoe meuteumee apui nuraka”

Artinya :

“Naik ke bukit memotong kayu

Tinggal pangkalnya untuk tempat perkutut bernyanyi

Kalau tidak patuh pada amanah guru

Di khirat nanti mendapat api neraka”

Ulasan :

Yang menjadi inti peribahasa tersebut ada di dua baris terakhir, yaitu kepatuhan atau percaya kepada amanat guru, yang jika tidak, maka di akhirat akan mendapat siksa api neraka. Guru atau lebih luas lagi adalah ulama merupakan pewaris nabi yang membawa risalah agama serta tuntunan hidup untuk berbuat baik dan menjauhi larangan-Nya. kalau seseorang ingkar terhadap ajaran atau amanah ulama, orang tersebut berarti ingkar terhadap ajaran Rasulullah dan ajaran Allah. Konsekuensinya adalah masuk neraka.

5. Hutang dan Pinjaman

“Ngui, pulang

Utang, bayeu”

Artinya :

“Kalau meminjam, kembalikan

Kalau berutang, bayar”

Ulasan :

Dalam ajaran islam utang adalah wajib dibayar. Kalau tidak dibayar akan dibawa mati. Ada orang yang bangkrut di akhirat nanti karena amal baiknya digunakan untuk membayar utang, bahkan ada yang tidak mencukupi. Oleh karena itu, dalam falsafah hidup masyarakat dikembangkan peribahasa ini agar semua orang ingat akan hal ini.

Barang atau benda yang statusnya pinjam pakai harus dikembalikan. Kalau yang bersangkutan tidak sempat mengembalikannya atau melunaskannya jika itu berupa utang, tanggung jawab ini sangat berat tidak boleh diabaikan.

Semoga tulisan yang ringkas ini menjadi nasehat dan pengingat untuk kita semua.

Sumber rujukan : H.Amir Husin, Pepatah dan Peribahasa Aceh.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image