Nasehat Perkawinan dalam Rumah Tangga
Nasihat | 2024-12-11 10:42:02Dalam Islam perintah nikah merupakan anjuran Rasulullah Saw:
“Nikah itu adalah sunnahku siapa yang mengabaikannya maka dia bukan termasuk golonganku” (HR. Ibnu Majah dari riwayat Sayyidah Aisyah)
begitu kata Nabi kepada umatnya. Apabila telah menikah maka kita telah menjadi pengikut Rasulullah Saw seutuhnya, namun bisa juga tidak utuh apabila kita tidak mencontoh Nabi Saw dalam kehidupan keluarganya karena seluruh praktek hidup Nabi termasuk berkeluarga merupakan contoh bagi kita semua.
Dalam satu hadis populer kita dengar:"bayti jannati” maksudnya adalah rumahku adalah surgaku, begitu indahnya rumah tangga bila menjadikan rumah ibarat surga yang berarti sudah lengkap dan bahagia bila memakai kata surga.
Kebahagiaan sudah pasti ada didalam surga kesenangan sudah pasti ada didalam surga, begitulah hendaknya bahtera rumah tangga agar keluarga menjadi bahagia seperti yang diharapkan oleh semua pasangan suami istri.
Untuk menciptakan kebahagian itu tetap langgeng antara suami dan istri mesti saling menutupi kelemahan dan kekurangan dari salah satunya, jangan mencoba memaksakan si istri harus satu frekuensi dengan suami atau sebaliknya si istri juga harus satu frekuensi dengan suaminya, tapi yang terpenting adalah saling melengkapi karena kita ini lahir sudah berbeda, tidak bisa disatukan secara lahiriah tetapi secara spiritual bisa disatukan karena satu tujuan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Bagaimana kata Allah dalam al-Qur’an tentang saling melengkapi tersebut dalam surah al-Baqarah [2] :8, sebagai berikut :
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”(Q.S. al-Baqarah [2] :8)
Fungsi pakaian secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai penutup aurat dan penghangat badan. secara khusus adalah suami dan istri ibarat pakaian yang saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing pasangan. Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain menjelaskan ada tiga makna pakaian dalam ayat tersebut, pertama, sebagai bentuk kedekatan pasangan. maksudnya pasangan suami istri ibarat pakaian dari sisi kedekatannya, karena pakaian selalu menempel dengan kulit, bisa dipastikan tidak ada jarak yang memisahkan keduanya. begitulah hendaknya dalam rumah tangga, seharusnya ada rasa saling percaya, transparan, dan saling setia.
Kedua, saling merangkul, sebagaimana umumnya merangkul berarti menunjukkan adanya rasa kasih sayang, memiliki, bahagia, suka dan tempat bersandar. Begitulah semestinya pasangan suami istri saling merangkul, ada rasa sayang, ada rasa rindu jika jauh, ada kedamaian jika berada disisi. Tempat bersandar ditengah kesedihan yang menerpa.
Ketiga, saling membutuhkan, dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban keduanya harus memiliki sikap responsif terhadap pasangan maka dalam hal ini pasangan suami istri berperan sebagai partner dalam menjalani kehidupan baik dikala susah maupun senang.saling meringankan dan lain sebagainya.
Perkawinan merupakan mitsaqan ghaliza, artinya perjanjian yang kuat dan agung tidak hanya antara laki-laki dan perempuan maupun keluarga tetapi juga dengan Allah SWT, atau disebut juga dengan ikatan yang kuat, pernikahan bukan main-main tetapi diikat dengan perjanjian di dunia dan akhirat disaksikan secara agama dan negara ini adalah sesuatu yang sakral yang mesti dipertanggungjawabkan kelak di akhirat mau dibawa kemana rumah tangga kita. Oleh sebab itu bawalah nanti keluarga kita ke jalan Allah dirikan shalat dirumah kita, bacakan al-Qur’an dirumah kita agar ikatan perkawinannya makin mantap secara zahiriah dan batiniah.
Seorang suami merupakan imam dalam keluarga istri menjadi makmum, imam harus menjadi panutan bagi makmum, sebaliknya makmum harus mengikuti imam, artinya peran suami sangat sentral dalam keluarga bukan hanya mencukupi nafkah zahir dan batin, tetapi juga mencukupi kebutuhan rohani membimbing istri dan anak agar tetap pada porosnya, kita tidak mau diawal, ditengah, diujuang perkawinan kita malapetaka datang seperti perceraian, ingat, memang perceraian sah tetapi inilah perkara halal tapi dibenci Allah, jangan sekali-kali katakan kata cerai pada istri tahanlah mulut kita sebagai suami kalau kita sedang marah, emosi bawalah wudhu tenangkan pikiran dulu baru duduk, maka solusi akan datang tidak serta merta keluarkan kata-kata pisah (cerai).
Hindari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sekarang juga banyak kita lihat masuk ke dalam keluarga, ciptakanlah kasih sayang didalam keluarga, jangan ciptakan marah, beringas, muka masam walaupun keadaan ekonomi sedang tidak baik, apalagi baru-baru nikah ujian itu akan datang menurut Adriana S. Ginanjar pakar psikolog Universitas Indonesia tantangan sering muncul dalam awal pernikahan, masalah terumum adalah masalah penyesuain diri terhadap peran baru sebagai suami istri.
Hal itu sudah menjadi lumrah dari pengakuan dari orang yang sudah menjalani pernikahan, kalau tidak ujian harta, ujian dari keluarga, dan ujian lain-lain oleh sebab itulah keluarga ini sekolah yang tidak ada wisudanya selalu ada ujian dan rintangan yang mesti dilewati, misalnya setelah menikah muncul ujian tentang anak, setelah lahir anak lalu besar menjadi ujian menjadi tanggung jawab bagi keluarga apa pendidikannya, setelah ia dapat pendidikan tinggi, kemana lagi mau melamar kerja, setelah dapat kerja, siapa yang mau dilamar atau siapa yang akan datang melamar anak bujang dara kita, itulah ujian tadi yang tidak selesai-selesai.
Hendaklah kita serahkan rumah tangga kita kepada Allah dengan banyak bertaqwa kepada-Nya, karena salah satu dari manifestasi taqwa itu adalah adanya jalan keluar dari Allah dari setiap masalah kita Wa Man Yattaqillaha Yaj'al Lahu Makhroja, siapa yang bertakwa kepada Allah akan diberikan jalan keluar (solusi) karena permasalahan hidup kita ini selesai satu timbul lagi begitu seterusnya. semoga keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah, sakinah berarti tentram dan bahagia mawaddah wa rahmah berarti penuh cinta dan kasih sayang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.