Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Dunia Lagi Krisis di Atas Krisis

Bisnis | Thursday, 28 Apr 2022, 22:58 WIB

Judul di atas adalah kalimat yang dilontarkan Menteri Keuangan , Sri Mulyani ketika membahas krisis bersama dengan Managing Direktur International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva, Director General World Trade Organization (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala saat dirinya melakukan lawatan kerja di Washington D.C, Amerika Serikat (AS) (CNBC Indonesia, 26/4/2022).
Menurut Sri Mulyani, siituasi saat ini, pertumbuhan ekonomi global mengalami perlambatan akibat dunia menghadapi peningkatan harga pangan, harga energi, inflasi yang meningkat, dan mulainya pengetatan moneter serta meningkatnya suku bunga akan menjadi tantangan bersama di dunia. Hal tersebut dinilai perlu membutuhkan kerja sama secara global untuk mengatasinya.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, yang memperingatkan bahwa saat ini dunia telah menghadapi guncangan krisis ekonomi global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Ada kemungkinan muncul varian baru virus Corona. Sementara daya beli masyarakat masih belum pulih sehingga tentu akan semakin melebarkan jurang antara negara kaya dan miskin.
Krisis Terjadi Global, Salah sistem
Selalu yang dijadikan kambing hitam perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah virus Corona dan kali ini perang Rusia-Ukraina. Meskipun dampaknya memang ada, namun sebelum kedua hal di atas, perekonomian dunia tak pernah membaik. Angka kemiskinan dan pengangguran di beberapa negara terus meningkat. Jurang antara si miskin dan si kaya bukan kali ini saja menganga lebar.
Corona dan perang hanya memperburuk krisis. Indonesia sendiri hutangnya kian bertambah, bukan utang ecek-ecek, terhitung dua lembaga keuangan dunia ikut andil menambah utang Indonesia. Yaitu World Bank dan IMF. Semua berbasis bunga, dan Indonesia seperti biasa, hanya mampu bayar bunga, sedangkan pokok utang entahlah...
Inipun jika dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia, setiap kepala, bahkan bayi yang belum lahir sudah menanggung utang empat juta rupiah. Sungguh nominal yang fantastis. Bagaimana dengan pembangunan Mega infrastruktur dan bahkan proyek IKN yang menunjukkan kebesaran sebuah bangsa? Sama sekali tak berimbas pada kesejahteraan rakyat. Beberapa bulan rakyat kelimpungan membeli minyak goreng, dan negara kalah menangani mafianya.
Secara fakta ,Kapitalislah biang kerok krisis. Sebuah sistem perekonomian yang bertumpu pada kapital ( modal), yang menguasai hampir semua mekanisme pasar mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi dikendalikan oleh perusahaan multinasional, kartel dan para investor. Dunia terdiri dari negara-negara yang mayoritas menggunakan kapitalisme dalam sistem perekonomian mereka, setiap kebijakan sangat dipengaruhi oleh mereka yang bermodal. Denyut nadinya di atur oleh perbankan. Riba tak soal, yang penting dana besar tersedia secar segar.
Indonesia hanyalah pembebek, tak memiliki mabda atau ideologi sendiri tapi jelas mengikuti ideologi dunia. Kapitalisme berasaskan sekuler, sehingga setiap kebijakan yang keluar,di sahkan dan direkomendasikan dunia untuk diratifikasi negara-negara pengikut tak kenal halal haram. Yang ada adalah eksploitasi dan terus demikian. Pihak yang lemah dianggap sampah peradaban, sedang yang kuat akan mendapatkan servis luarbiasa.
Jika kita jeli, di Indonesia sendiri berbagai kebijakan sangat berbau kapitalis, contoh nyata omnibuslaw, undang-undang yang sangat menguntungkan pengusaha dan pemodal namun mencekik rakyat. Negara hadir sebagai regulator saja, sementara akses perekonomian dikuasai oligarki dan perusahaan ekspatriat. Di sisi lain, rakyat didengungkan perkuat UMKM, sementara kekayaan alam yang melimpah ruah di serahkan kepada asing untuk diprivatisasi.
Dan ini adalah sebuah kebodohan, karena dengannya, hilanglah kedaulatan negara. Berganti dengan ketundukkan apapun perintah para pemegang kekuasaan yang sebenarnya. Para kapital. Hal inilah yang kemudian menjadi jawaban, mengapa di Indonesia makin subur budaya korupsi, kriminalitas, depresi dan sakit jiwa, pengangguran, kerusakan sosial dan lain sebagainya.
Bukan melihat pada pokok persoalan, justru yang dilawan adalah gerakan terorisme yang tak ada kenyataannya samasekali. Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia, namun Islam sekaligus agama yang paling banyak di atur negara. Bukan untuk diterapkan tapi untuk dibenci. Siapa sejatinya yang benci Islam selain kafir?
Islam Dengan Syariat, Minimalis Krisis
Krisis ada dua penyebab, pertama karena adanya bencana alam sehingga ketersediaan barang langka harga mahal. Kedua karena sistem aturannya yang menzalimi rakyat. Karena jika kita lihat dampak krisis ini mendunia, maka ini artinya dunia salah sistem aturan. Sebab, ketersediaan sumber daya alam, baik di darat, di laut dan bahkan di udara sangatlah melimpah.
Di beberapa negara dunia pun ada banyak yang bisa menghasilkan produksi surplus bahan pangan, hewan ternak, buah-buahan, barang tambang dan lain sebagainya. Dan masih krisis? Tentulah ada beberapa pihak yang mempraktikan menimbun, hegemoni, kartel, patok harga, dan lainnya yang bagi mereka halal dan bagian dari sistem perekonomian mereka
Dalam Islam, seluruh kekayaan alam baik di darat dan lautan adalah milik Allah SWT, yang kemudian memberikan kuasa kepada hambaNya untuk di kelola, hak mengelola inilah yang kemudian dibagi dalam tiga kelompok yaitu kepemilikan individu, kepemilikan Umum dan kepemilikan negara. Masing-masinh bersifat baku. Tidak berubah hingga akhir zaman.
Apa yang sudah menjadi milik individu tidak akan diambil alih menjadi kepemilikan negara, demikian sebaliknya. Terutama di barang yang menjadi kepemilikan umum, maka negara tidak akan memberikan sepeserpun atau sejengkal pun kepada investor asing. Negaralah yang mengurusi sebab ia adalah wakil dari seluruh rakyat. Contoh barang tambang, maka jika jumlahnya tak terputus bak sungai maka negaralah yang paling berhak mengelolanya, dengan landasan sabda Rasulullah Saw berikut ini: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Apa yang dihasilkan dari pengelolaan ini dikembalikan kepada rakyat, secara merata baik berupa barang, misal BBM maupun berupa pembangunan rumah sakit , sekolah, dan lain sebagainya. Hal inipun berlaku untuk kepemilikan daulah atau negara. Maka untuk kemaslahatan manusia, Khalifah akan membagikannya kepada rakyat yang membutuhkan. Secara percuma tanpa membayar sepeserpun .
Dengan pengaturan inilah mengapa negara Islam pada masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, dan khalifah-khalifah selanjutnya mampu memimpin dunia dan kaya raya. Tak pernah bergantung pada negara lain, dan beberapa penulis barat seperti Will Durant – The Story of Civilization, mengatakan bahwa tingkat kemakmuran dan kesejahteraan di negara Islam tak ada bandingnya dengan hari ini.
Hal ini juga karena pemimpinnya adalah seseorang yang bertakwa, ia sadar bahwa jabatan yang ada di pundaknya adalah amanah, kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Demokrasi dengan sistem pemilu sebagai sarana memilih pemimpin tak bisa dibandingkan dengan sistem Islam.
Dalam demokrasi, pemimpin tak cakap tak penting, yang dicari adalah yang taat, tunduk dan patuh dengan kekuatan yang menyetirnya. Terlebih politik balas budi sangat kental mewarnai keobyektifitasan pemimpin. Siapapun tahu, biaya menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi sangatlah mahal. Maka butuh asupan dana dari pengusaha, dari sinilah muncul tawar menawar yang berujung pada kerjasama mutualisme simbiosis.
Maka, tak ada jalan lain, selain kita kembalikan pengaturan pada defaultnya pengaturan, Allah SWT dengan syariatNya. Yang jelas mampu mencabut krisis hingga ke akarnya. Wallahu a' lam bish showab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image