Optimalisasi Transformasi POLRI PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) Sebag
Info Terkini | 2021-06-23 20:27:25Tidak terasa Polri kini akan memasuki usianya yang ke-75 tahun, tepatnya pada 1 Juli 2020. Tentu pada usia ini, banyak pencapaian dan prestasi yang sudah diraih Bhayangkara negara ini untuk bangsa dan juga telah memberikan banyak kontribusi atau pengabdian di tengah masyarakat. Perhatian terhadap Polri sebagai bagian penting dalam proses penegakan hukum dan salah satu komponen dalam sistem peradilan pidana/criminal justice system, karena nampaknya belum banyak diminati publik apalagi jika dibandingkan dengan institusi penegakan hukum lain seperti Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan sebagainya.
Menurut pandangan Awaloedin Djamin, sesungguhnya Kepolisian Republik Indonesia atau disingkat Polri merupakan organisasi yang besar dan kompleks. Karena kewajibannya yang melindungi jiwa, harta benda dan hak rakyat Indonesia serta tugas dan tanggungjawabnya dengan kemampuan teknis profesional yang khas seperti intelijen kepolisian, reserse, satuan bhayangkara, lalu lintas, brigade mobil dan lain sebagainya dengan didukung teknologi kepolisiannya seperti laboratorium kriminal, identifikasi kriminal, komunikasi elektronik, manajemen kepolisian yang dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia, anggaran dan sebagiannya.
Penggambaran di atas sebenarnya menjadi tidak tepat, apabila dunia kepolisian kalah menarik untuk dikaji dan dianalisis sebagimana institusi penegakan hukum lain yang ada di Indonesia. Penelitian Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSeSS) Bambang Rukminto mengapresiasikan konsep âPOLRI PRESISIâ atau Pemolisian prediktif, responsibiltas, dan transparansi berkeadilan. Dimana, konsep tersebut diuangkapkan oleh calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR.
Diketahui, Listyo menghadiri uji kenaikan dan kepatutan atau fit and proper test dengan Komisi III DPR. Dalam forum tersebut, ia menawarkan konsep visi dan misi Polri yang Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan). Dilihat dari perubahan kultur di Kepolisian yang menitikberatkan pada pelayanan, masyarakat akan merasa bahwa penegakan hukum tak hanya tajam ke bawah. Hal inilah yang dibutuhkan komitmen dari pimpinan Polri untuk mewujudkan konsep Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan).
Kemudian Lityo Sigit Prabowo menjelaskan, bahwasannya konsep Presisi ini sejalan dengan niat, pemikiran dan operasional yang disertai rencana yan nyata dan rasional dari Polri. Dimana konsep tersebut mampu mewarnai Polri di masa depan dan menjadi konsep transformasi menuju Polri yang hadir melalui penekanan pada upaya pendekatan polisi yang prediktif yang diharapkan bisa membangun kejelasan dari setiap permasalahan keamanan dalam menciptakan keteraturan sosial di tengah-tengah masyarakat. Konsep âPOLRI PRESISIâ diharapkan dapat mewujudkan Polri sebagai institusi unggul sebagimana dimandatkan dalam peta jalan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025.
Dari konsep Presisi ini, memiliki setiap poinnya yang menjadi impian atau harapan masyarakat Indonesia adalah Pertama, konsep Prediktif. Dimana kepolisian akan mengedepankan kemampuannya untuk mempredikisi situasi dan kondisi. Dengan menganalisis isu dan permasalahan yang berpotensi menjadi gangguan keamanan masyarakat. Kedua, konsep Responsibilitas. Kepolisian dalam hal ini memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam ucapan, sikap, perilaku, dan responsif dalam melaksanakan tugas yang dilakukan. Bertujuan untuk secara keseluruhan ditujukan untuk menjamin kepentingan dan harapan masyarakat dalam menciptakan keamanan. Ketiga, konsep transparansi berkeadilan. Konsep dimana kepolisian akan terealisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, dan humanis. Sehingga pelaksanana tugas-tugas kepolisian akan dapat menjamin keamanan dan rasa keadilan masyarakat.
Dalam hal Polri Presisi ini lebih ditekankan akan pentingnya kemampuan pendekatan pemolisian prediktif (predictive policing) agar mampu menakar tingkat gangguan kamanan dan ketertoban masyarakat melalui analisa berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Kebutuhan atas transformasi memiliki urgensi tersendiri survei dan presepsi masyarakat dalm tiga tahun terakhir menujukkan perlunya implementasi reformasi kultural.
Optimisme meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri sebenarnya tetap besar, terlihat dari survei Markplus Inc. tahun 2021, menunjukan bahwa terjadi disinformasi antara penanganan pemolisian terhadap persepsi masyarakt yang diperoleh dari media dan media sosial. Untuk itu, diperlukan transformasi kultural yang mengarah pada transparansi dalam komunikasi publik. Artinya, perkembangan kepercayaan masyarakat terhadap publik saat ini benar-benar mengalami disrupsi informasi.
Menuju proses transformasi konsep tersebut, mutlak harus terinternalisasi pada setiap insan Bhayangkara yang akan menentukan berhasilnya organisasi Polri melewati fase transisi dari kondisi baru Presisi melalui pemolisian yang terukur dalm memecahkan masalah sebagimana yang diharapkan oleh masyarakat. Sebab sebelumnya, survei The Gallup (2018) menunjukkan bahwa capaian penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri diakui masyarakat mampu menekan angka kejahatan dan gangguan masyarakat. Survei dunia itu, menegaskan bahwa perasaan aman masyarakat dari gangguan kejahatan di Indonesia menduduki peringkat ke-9 dari 142 negara.
Segenap tantangan dan peluang tersebut, mendorong kepemimpinan Polri 2021-2025 membangun kerangka transformasi melalui transformasi organisasi, transformasi operasional, transformasi pelayanan publik, dan transformasi pengawas. Sejalan dengan hal ini, pendekatan konsep Polri Presisi ini dipilih sebagai upaya mengikuti perkembangan pemolisian di berbagai negara maju yang dilatarbelakangi dua faktor penentu. Pertama, perkembangan pesat teknologi informasi (IT) dan pemanfaatannya secara masif. Hal tersebut mendorong kemajuan pesat berbagai bidang kehidupan, yang ditandai dengan saling tekoneksi, serba cepat dan mudah dijangkau. Kedua, implikasi lanjutan dari perubahan tersebut memberi konsekuensi dunia menghadapi gejolak, ketidakpastian, kompleksitas dan keambiguan atau secara universal dengan istilah VUCA (volatility, complexity, and ambiguity).
Kedua faktor penentu tersebut mendorong Polri untuk menjadi dambaan bagi masyarakat, dimana dimulai mengadopsi pendekatan pemolisian yang Presisi sebagai upaya untuk menjawab perkembangan teknologi dan kondisi VUCA yang menghinggapi berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Ditengah tugas berat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri dari tahun ke tahun terus meningkat. Masyarakat menginginkan pasukan baju cokelat ini masih harus terus meningkatkan kinerja dan profesionalisme. Masyarakat ingin kehadiran Polri harus respons cepat dan tepat jika dibutuhkan masyarakat. Tentu keinginan masyarakat terhadap Polri akan menjadi bahan renungan buat seluruh jajaran Polri dalam melaksanakan tugasnya dan selalu hadir di tengah masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.