Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Buka Dunia Baru Dengan Fantasi?

Gaya Hidup | Wednesday, 27 Apr 2022, 03:42 WIB

Seorang artis blak-blakan bicara mengenai transformasi dirinya yang berkelamin pria menjadi wanita dengan payudara membusung di Podcast Denny Sumargo beberapa waktu lalu. Dengan percaya diri dia mengatakan lebih menemukan hidup yang berwarna di banding saat ia dengan identitas asalnya.

Publik mungkin belum lupa bagaimana "sengsara"nya kisah hidupnya, menikah namun hanya bertahan 9 bulan. Begitupun di dunia keartisan timbul tenggelam. Namun ketika ia mengubah identitas menjadi wanita, ia menjadi lebih percaya diri, masa bodoh dengan hujatan manusia sebab menurutnya lagi manusia hari ini tak punya belaskasih. Terlebih dengan sematan nama perempuan, seoalah hidupnya sudah sempurna.

Astaghfirullah, tsuma nauzubillah. Bisakah dianggap benar perilaku seseorang yang demikian tumbuh subur di masa kini? Dan masyarakat tidak bersuara lantang menentang, parahnya menganggap biasa , sekadar hura-hura selebritis. Atau tepatnya berfantasi. Jika kita berbicara standar perilaku dalam sistem demokrasi hari ini tentu wajar, sebab asas sistem ini adalah sekuler, yang mendukung kebebasan beragama, bebas berpendapat, bebas berperilaku dan bebas memiliki.

Maka tak heran jika ada semacam toleransi ketika di sekitar kita ada pribadi yang berperilaku di luar normal. Rasanya sedikit menggelitik, mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar, tidak adakah aturan mengenai perilaku ini?

Jelas ada! Islam bukan sekadar agama yang mengatur ritual ibadah, namun dalam hal yang lain, juga sangat detil. Sebab Islam adalah sebuah mabda atau ideologi, yang di dalamnya memancarkan peraturan. Allah dan RasulNya melaknat seseorang yang menyerupai laki-laki jika ia perempuan demikian pula sebaliknya , menyerupai laki-laki jika ia perempuan.

Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat para perempuan yang menyerupai laki-laki, dan para lelaki yang menyerupai perempuan.” (HR. Imam Bukhori). Artinya, apapun yang dilakukan seseorang yang berseberangan dengan jenis kelaminnya adalah haram di mata syara. Dengan alasan apapun. Tren atau apalah.
Atau di hadis yang lain ,"Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).

Sebab Allah SWT berfirman, yang artinya, "Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS at-Tin [95]:4). Tidaklah Allah salah menempatkan seseorang pada jasad yang berbeda pula, ini lahir dari pemikiran sesat. Ia hendak menghujat Allah dan menuduh Allah salah menciptakan kelaminnya sehingga seolah ia terperangkap di dalamnya dan berusaha membebaskan diri.

Apa yang dipandang bagus padahal melanggar hukum syara adalah bentuk kemunduran berpikir, kembali kepada masa jahiliyah yang penuh kegelapan dan kebodohan, padahal Islam telah datang dengan cahaya kebenaran. Siapapun yang enggan mengambil Islam sungguh akan merugi. Sebab hanya satu tempat kembali manusia, apapun jenis kelaminnya, agama, ras, suku dan budaya yaitu Allah SWT.

Tidak ada yang mampu melewati pengadilan akhirat Allah. Lantas dengan apa manusia bisa bertahan menghadapi hari yang berat itu? Tak ada lain kecuali dengan ketundukan dan kepatuhan pada setiap perintah dan larangan Allah SWT. Jika hari ini mereka yang memilih hidup dengan berganti kelamin meskipun sebatas dandanannya, semua karena tidak ada penjagaan dari negara.

Standar kebahagiaan seseorang, dalam sistem hari ini tak jauh-jauh dari materi. Semakin kaya atau tenar seseorang maka ia akan makin bahagia. Akhirnya, banyak orang berebut mencari harta kekayaan dan popularitas dengan menciptakan sensasi. Semua demi kebahagiaan dan ketenangan hidup. Ironinya, mereka tak akan pernah puas, ibarat haus namun yang ada hanya air garam. Meski beribu-ribu tegukkan tetap haus yang di rasa.
Kiblat manusia hari ini, termasuk kaum Muslim adalah peradaban barat yang rusak dan bobrok.

Yang sukses menghasilkan generasi lemah, tak tahan banting dan cenderung potong kompas dalam mencari solusi. Akibatnya, bak efek domino, ketika keharaman dijadikan komoditas maka tunggulah kehancuran generasi secara bertahap.

Saatnya kembali kepada pengaturan syariat Islam. Jelas lebih berkah dan benar-benar mewujudkan masyarakat yang tenang dan berkualitas. Jika kita bukan yang mengupayakan siapa lag? Dakwah menuju kesana memang berat, tapi insyaallah ketika Allah menjanjikan kemenangan sesudah penderitaan ini, siapa yang bisa menghalangi? Wallahu ' alam.bish showab..

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image